Cloward and Ohlin mengemukakan ada tiga tipe kenakalan geng ini, yaitu :
222
a Criminal subculture
Tipe ini terjadi pada masyarakat yang terintegrasi. Geng-geng berlaku sebagai kelompok remaja yang belajar dari orang dewasa. Aktivitas geng
lebih menekankan pada aktivitas yang menghasilkan keuntungan materi dan berusaha untuk menghindari kekerasan.
b A Retreats subculture
Pada tipe ini, remaja tidak memiliki struktur kesempatan sehingga mereka cenderung melakukan mabuk-mabukan. Aktivitas mencari uang
dalam geng ini untuk tujuan mabuk-mabukan. c
Conflict subculture Tipe ini terjadi dalam masyarakat yang tidak terintegrasi, sehingga
geng-geng mempunyai perilaku yang bebas, berupa melakukan kekerasan dan perampasan hak milik orang lain.
Berdasarkan teori faktor korelatif kriminogen di atas, maka tindak perjudian termasuk dalam faktor lingkungan sosial. Kejahatan perjudian termasuk dalam teori
differential association menurut Pandangan Edwin H. Sutherland bahwa perilaku kriminal merupakan perilaku yang dipelajari dalam lingkungan sosial dan tidak
diwariskan dari orang tua.
2. Asal Usul Perjudian
222
Ibid, hal. 113.
Universitas Sumatera Utara
Judi atau permainan “judi” atau “perjudian” menurut Kamus besar Bahasa Indonesia adalah “Permainan dengan memakai uang sebagai taruhan”.
223
Berjudi ialah “Mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan
berdasarkan kebetulan, dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar daripada jumlah uang atau harta semula”.
224
Kejahatan perjudian sudah ada sejak jaman prasejarah. Perjudian bahkan seringkali dianggap sesuai dengan peradaban manusia. Dalam cerita Mahabarata
dapat diketahui bahwa Pandawa menjadi kehilangan kerajaan dan dibuang ke hutan selama 13 tahun karena kalah dalam permainan judi melawan Kurawa. Jaman Yunani
kuno juga telah dikenal judi, dimana para penjudi primitif dipahami sebagai para dukun yang membuat ramalan ke masa depan dengan menggunakan batu, tongkat
atau tulang hewan yang dilempar ke udara dan jatuh di tanah. Menurut Alice Hewing dalam Stanford Susan, 1996, orang Mesir kuno
memiliki kebiasaan menebak jumlah jari-jari dua orang berdasarkan angka ganjil atau genap. Mereka melempar koin dan lotere, yang dipelajari dari Cina. Para Raja seperti
Nero dan Claudine menganggap permainan dadu sebagai bagian penting dalam acara kerajaan. Pada abad ke 14, permainan kartu berisi 78 gambar hasil lukisan yang
sangat indah. Pada abad 15, Perancis mengurangi jumlah kartu menjadi 56 gambar.
225
Dari studi dokumen dan modifikasi dari berbagai sumber, tindakan judi di Indonesia terlihat kental dengan dunia olahraga dan sosial. Bukti dokumentatif
tindakan judi di Indonesia ternyata ada relevansinya dengan sejarah tindakan judi
223
Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995, hal.
419.
224
Ibid, hal. 419.
225
Johanes Papu, Sejarah dan Jenis Perjudian, 2002. http:www.e- psikologi.comepsiSosial_ detail.asp?279. Diunduh pada tanggal 15 April 2011.
Universitas Sumatera Utara
yang ada di dunia. Sejarah judi di Indonesia dimulai pada tahun 1960 yang disebut lotere yang diresmikan oleh Gubernur Ali Sadikin dan pada tahun 1965 lotere
dibubarkan. Pada tahun 1968 Undian PON di Surabaya diberi nama Toto KONI, dan pada tahun 1974 Toto KONI dibubarkan. Pada tahun 1974 Menteri Sosial
mengizinkan penyelenggaraan Forecast, di masyarakat umum disebut sebagai PORKAS. Tahun 1985 diselenggarakan kupon berhadiah Forecast sepakbola dengan
hadiah undian sebesar 1 milyar. Pada tahun 1987 Forecast berubah menjadi KSOB Kupon Sumbangan Olahraga Berhadiah, tahun 1988 berganti nama menjadi TSSB
Tanda Sumbangan Sosial Berhadiah. Pada tahun 1988 TSSB berubah nama menjadi SDSB Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah. Karena kontroversi yang terus
muncul di masyarakat maka pada tahun 1993 SDSB ditutup. Tahun 2003, kembali diselenggarakan Kupon Asuransi Berhadiah yang disetujui oleh Menteri Sosial.
226
Seorang antropolog Denmark Sven Cederroth 1995 yang meneliti di sebuah desa di Jawa Timur, menemukan bahwa akar dari ‘kebiasaan buruk’ berjudi ini dekat
ke persoalan ‘siasat-siasat untuk bertahan hidup’ strategies for survival yang menunjukkan betapa beratnya persaingan memasuki saluran-saluran sempit
penghidupan ‘halal’ yang disesaki para pencari nafkah pedesaan. Andrianto dalam Tesisnya yang berjudul Perjudian Sabung Ayam di Bali,
menemukan tindakan perjudian sabung ayam di Bali semata-mata terjadi profanisasi nilai-nilai sakral prosesi keagamaan tajen tabuh rah menjadi bentuk perjudian sabung
ayam oleh para penjudi. Profanisasi nilai-nilai sakral oleh para penjudi, yang berbentuk perjudian sabung ayam, telah menjadi lahan oknum polisi untuk mengutip
226
Analisis Berita Dari Porkas sampai SDSB. Dalam Suara Merdeka; Senin, 19 Januari 2004
Universitas Sumatera Utara
uang sehingga menjadi hubungan patron klien antara oknum polisi dengan penyelenggara perjudian sabung ayam. Judi sabung ayam di Bali merupakan realitas
sosial yang amat rumit, sebab ia menggambarkan ekspresi simbolik yang mencerminkan kebudayaan masyarakatnya.
227
Menurut Mulyanto dan Putut, etnis Jawa telah memiliki tradisi perjudian yang kuat. Dalam penelitian di Banyumas Jawa Tengah, permainan judi di pedesaan Jawa
diantaranya; taruhan pada pertandingan olahraga, balap merpati, sabung ayam, judi dadu, main kartu. Dalam alam pikiran Jawa, bermain judi main, merupakan salah
satu dari lima kegiatan haram molimo. Selain bermain judi, kegiatan haram lainnya adalah maleng mencuri, madat menyandu, dan mabok minum-minuman dan
madon melacur. Molimo merupakan kegiatan rekreatif yang terlarang sekaligus sumber-sumber penghidupan ‘tidak wajar’ yang lama dikenal dalam masyarakat
Jawa. Dalam hasil penyelidikan sejarahnya tentang para buruh tambang di Sawahlunto, Erwiza Erman 2002 menemukan bahwa berjudi, gamelan, dan opium
merupakan tiga serangkai hiburan utama di kalangan buruh tambang laki-laki asal Jawa.
3. Jenis-Jenis Perjudian