Peningkatan Kerjasama Aparat Penegak Hukum

2. Peningkatan Kerjasama Aparat Penegak Hukum

Disamping upaya-upaya non-penal dapat ditempuh dengan menyehatkan masyarakat lewat kebijakan sosial dan dengan menggali berbagai potensi yang ada di dalam masyarakat itu sendiri, dapat pula upaya non-penal itu digali dari berbagai sumber lainnya yang juga mempunyai potensi efek-preventif. Sumber lain itu misalnya media persmedia massa, pemanfaatan kemajuan teknologi dikenal dengan istilah techno-prevention dan pemanfaatan potensi efek preventif dari aparat penegak hukum. Mengenai yang terakhir ini Soedarto 399 menyatakan bahwa kegiatan patroli dari polisi yang dilakukan secara kontinyu termasuk upaya non-penal yang mempunyai pengaruh preventif bagi penjahat pelanggar hukum. Sehubungan dengan hal ini, kegiatan raziaoperasi yang dilakukan pihak kepolisian di beberapa tempat tertentu dan kegiatan yang berorientasi pada pelayanan masyarakat atau kegiatan komunikatif-edukatif dengan masyarakat perlu diefektifkan. Kegiatan operasi-operasi untuk pemberantasan kejahatan bukan merupakan hal yang baru di kepolisian, misalnya operasirazia pemilikan senjata api gelap, operasi penembakan pelaku kejahatan residivis dan lain-lain. Kegiatan ini mempunyai tujuan ganda yakni pertama sebagai upaya jangka pendek untuk dalam waktu singkat menekan peningkatan angka kejahatan dan kedua menciptakan pemenuhan kebutuhan warga masyarakat atas rasa aman. Keberhasilan dan efektivitas langkah-langkah operasional polisi jelas hanya dapat dicapai dengan dukungan kedua aspek lain yaitu lingkungan tempat polisi bekerja dan faktor intern 399 Soedarto, Op.Cit, hal. 146. Universitas Sumatera Utara polisi. Dalam hubungan itu, maka hubungan polisi dengan masyarakat harus senantiasa diperhitungkan ke dalam rencana-rencana operasi dan dikonkritkan dalarn bentuk tim kerja ini memerlukan syarat telah berjalannya pengembangan gagasan mengenai tanggung jawab bersama atas bekerjanya tata peradilan pidana dan telah terciptanya pengertian bersama dengan masyarakat. 400 Untuk mewujudkan peran polisi yang ideal sebagai pengayom masyarakat, dibutuhkan sebuah sinergi yang baik antara polisi dan masyarakat itu sendiri. Kedekatan institusi Polri melalui anggotanya polisi dengan rakyat merupakan salah satu landasan sinergi untuk dapat mewujudkan polisi yang merakyat dan benar-benar dicintai masyarakat. Polisi harus membangun kembali kepercayaan masyarakat yang telah luntur tersebut melalui pembuktian peran utama. 401 Dalam rangka peningkatan kerjasama antara aparat penegak hukum yaitu kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan Asahan diharapkan untuk bersungguh-sungguh di dalam menerapkan aturan hukum mengenai tindak pidana perjudian yang ada di dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian karena dengan begitu para pelaku dari tindak pidana perjudian sesuai dengan Pasal 303 dan Pasal 303 bis yang terdapat di dalam KUHP dapat divonis atau dijatuhi hukuman yang seberat-beratnya sesuai dengan ketentuan dari ketentuan Pasal-Pasal tersebut. Berkaitan dengan peran Polri dalam pemberantasan perjudian, sesungguhnya peran yang dimainkan oleh kepolisian itu tidak hanya bersifat represif. Dalam 400 Sadjijono, Op.Citi, hal. 213. 401 Newslatter, Op.Cit, hal. 2. Universitas Sumatera Utara kenyataannya, secara prosentase pekerjaan polisi yang bersifat represif itu lebih kecil jika dibandingkan dengan yang bersifat preventif, dan bahkan jauh lebih kecil lagi bila dibandingkan dengan pekerjaan yang bersifat pre-emtif. Perpaduan peran Polri yang demikian itu mengisyaratkan bahwa cara kerja Polri bukan seperti “pemadam kebakaran” yang bekerja setelah kejadian, melainkan harus selalu mendahului munculnya kejadian dengan mengedepankan tindakan preventif dan pre-emtif ketimbang represif. 402 Peran preventif harus lebih diutamakan Polri dalam memberantas perjudian dibandingkan peran represif. Peran yang selama ini telah dilakukan oleh Polres Asahan dengan memberikan penyuluhan kepada warga masyarakat melalui media massa ataupun melalui forum pertemuan, perlu ditingkatkan lagi dan dilakukan secara berkesinambungan karena dalam memberantas judi ini diperlukan upaya yang serius dan terus menerus dari aparat penegak hukum, terutama kepolisian. Mengingat peran yang dimainkan oleh Polri secara komprehensif seperti itu represif-preventif-preemtif, maka model peradilan yang cocok dikembangkan oleh Polri dan tentunya juga oleh perangkat penegak hukum yang lain dalam menangani berbagai kasus kriminal adalah Restorative Justice peradilan restoratif. Model peradilan yang demikian itu lebih mengutamakan upaya “pemulihan keadaan” sehingga dapat meningkatkan kepercayaan trust dari masyarakat pencari keadilan. Peran Polri dalam model peradilan restoratif adalah sebagai “fasilitator” dan bukan 402 Satjipto Rahardjo, Ibid, 1998, Awaloedin Djamin dalam makalahnya berjudul “Beberapa Masalah dalam Kepolisian Negara Republik Indonesia” 1986 menggunakan istilah “pembinaan masyarakat” Bimnas untuk menunjuk tugas-tugas kepolisian yang bersifat pre-emtif, hal. 5-6. Universitas Sumatera Utara semata sebagai “penghukum” penegak hukum yang menjurus ke tindakan represif. Dengan demikian, hasil yang diharapkan dari proses peradilan restoratif adalah menggalang terwujudnya “perdamaian” antara para pihak melalui upaya win-win solution. 403

3. Upaya Budaya Hukum