sendiri. Oleh karena itu perlu langkah-langkah penanggulangan yang didasarkan pada penguatan sumber daya yang ada di dalam masyarakat community crime prevention.
Program-program yang dapat dilakukan oleh community crime prevention antara lain 1 pembinaan terhadap penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang, 2
pembinaan tenaga kerja, 3 pendidikan; 4 rekreasi; 5 pembinaan mental melalui agama, dan 6 desain tata ruang fisik kota.
Di lain pihak dibedakan pula antara “pencegahan sosial” social crime prevention yang diarahkan pada akar kejahatan, “pencegahan situasional”
situational crime prevention, yang diarahkan pada pengurangan kesempatan untuk melakukan kejahatan, dan “pencegahan masyarakat” community based prevention,
yakni tindakan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengurangi kejahatan dengan cara meningkatkan kemampuan mereka untuk menggunakan
kontrol sosial. Pelbagai pendekatan tersebut bukan merupakan pemisahan yang tegas, namun saling mengisi dan berkaitan satu sama lain.
269
C. Kepolisian dalam Kebijakan Kriminal Criminal Policy
Berdasarkan waktu dan tempat melihat perkembangan istilah “polisi” mempunyai arti yang berbeda-beda yang cenderung dipengaruhi oleh penggunaan
bahasa dan kebiasaan dari suatu negara, seperti di Inggris menggunakan istilah “police”, di Jerman “polizei”, di Belanda “politie” dan di Amerika Serikat dipakai
istilah “sheriff”. Istilah “Sheriff” ini sebenarnya merupakan bangunan sosial Inggris,
269
Muladi, 2002. Opcit, hal. 184.
Universitas Sumatera Utara
selain itu di Inggris sendiri dikenal adanya istilah “constable” yang mengandung arti tertentu bagi pengertian “polisi”, yaitu : pertama, sebutan untuk pangkat terendah di
kalangan kepolisian police constable; dan kedua, berarti Kantor Polisi police constable. Di Inggris polisi merupakan pemeliharaan ketertiban umum dan
perlindungan orang-orang serta miliknya dari keadaan yang menurut perkiraan dapat merupakan suatu bahaya atau gangguan umum dan tindakan-tindakan yang
melanggar hukum.
270
Pada awalnya istilah polisi berasal dari bahasa Yunani yaitu “politeia” yang berarti seluruh pemerintah negara kota. Seperti diketahui bahwa pada abad sebelum
Masehi negara Yunani terdiri dari kota-kota yang dinamakan “polis” dimana pada jaman itu istilah “polis” memiliki arti yang sangat luas, yakni pemerintahan yang
meliputi seluruh pemerintahan kota termasuk urusan keagamaan atau penyembuhan terhadap dewa-dewa. Baru kemudian setelah lahirnya agama Nasrani urusan
keagamaan dipisahkan, sehingga arti “polis” menjadi seluruh pemerintah kota dikurangi agama
271
Menurut Van Vollenhoven dalam bukunya “Politie Overzee” istilah “politie” didefenisikan, meliputi organ-organ pemerintah yang berwenang dan berkewajiban
untuk mengusahakan pengawasan dan pemaksaan jika diperlukan, agar yang diperintah untuk berbuat atau tidak berbuat menurut kewajiban masing-masing, yang
selengkapnya sebagai berikut :
270
Momo Kelana, Hukum Kepolisian, Jakarta : PTIKGramedia, 1994, hal. 15.
271
Ibid, hal. 15-16.
Universitas Sumatera Utara
Onder politie vallen de regeneeringorganen, diew bevoegd en gehouden zijn om door toexicht of zo nodig door dwang the bewerken, dat de geregeerden
hunnerzijds doen of laten wat hun pliicht is te doen of te laten en welke bestaat uit:
a.
het afwerend toexien op naleving door de geregeerden van hun publieken plicht;.
b. het actieve speuren naar niet naleving door de geregeerden van hun
publieken plich;. c.
het dwingen van de geregeerden tot naleving van hun publieken plicht krachtens rechtelijke tusschenkomst;
d. het dwingen van de geregeerden tot naleving van hun publieken
plichthetwelk kan gechieden zonder rechterlijke tusschenkomst gereede dwang.
272
Definisi “politie” menurut Van Vollenhoven tersebut dapat dipahami, bahwa
“politie” mengandung arti sebagai organ dan fungsi, yakni sebagai organ pemerintah dengan tugas mengawasi, jika perlu menggunakan paksaan supaya yang diperintah
menjalankan dan tidak melakukan larangan-larangan perintah. Fungsi dijalankan atas kewenangan dan kewajiban untuk mengadakan pengawasan dan bila perlu dengan
paksaan yang dilakukan dengan cara memerintah untuk melaksanakan kewajiban umum, mencari secara aktif perbuatan yang tidak melaksanakan kewajiban umum,
memaksa yang diperintah untuk melakukan kewajiban umum dengan perantara pengadilan, dan memaksa yang diperintah untuk melaksanakan kewajiban umum
tanpa perantaraan pengadilan.
273
Van Vollenhoven memasukkan “polisi” politie ke dalam salah satu unsur pemerintahan dalam arti luas, yakni badan pelaksana executive-bestuur, badan
perundang-undangan, badan peradilan dan badan kepolisian. Badan pemerintahan
272
Van Vollenhoven dalam Memet Tanumidjaja dikutip Momo Kelana, Op.Cit, hal. 17.
273
Sadjijono, Opcit¸ hal. 79.
Universitas Sumatera Utara
termasuk di dalamnya kepolisian bertugas membuat dan mempertahankan hukum, dengan kata lain menjaga ketertiban dan ketentraman orde en rust dan
menyelenggarakan kepentingan umum. Dalam
Black’s Law Dictionary disebutkan bahwa “Police is a branch of the government which is charged with the preservation of public order and tranquility,
the promotion of the public health, safety and morals and the prevention, detection, and punishment of crimes”.
274
Arti kepolisian di sini ditekankan pada tugas-tugas yang harus dijalankan sebagai bagian dari pemerintahan, yakni memelihara
keamanan, ketertiban, ketentraman masyarakat, mencegah dan menindak pelaku kejahatan. Sesuai dengan Kamus Umum Bahasa Indonesia, bahwa Polisi diartikan:
1Sebagai badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum seperti menangkap orang yang melanggar Undang-Undang, dan sebagainya,
dan 2Anggota dari badan pemerintahan tersebut di atas pegawai negara yang bertugas menjaga keamanan dan sebagainya.
275
Berdasarkan pengertian dari Kamus Umum Bahasa Indonesia tersebut ditegaskan bahwa kepolisian sebagai badan
pemerintah yang diberi tugas memelihara keamanan dan ketertiban umum. Dengan demikian fungsi kepolisian tetap ditonjolkan apa yang harus dijalankan oleh suatu
lembaga pemerintah. Terjemahan Momo Kelana yang diambil dari Polizeirecht dikatakan bahwa
istilah polisi mempunyai dua arti, yakni polisi dalam arti formal yang mencakup
274
Ibid, hal. 80
275
W.J.S. Poerwadarminta, Opcit, hal. 763.
Universitas Sumatera Utara
penjelasan tentang organisasi dan kedudukan suatu instansi kepolisian, dan kedua dalam arti materiil, yakni memberikan jawaban-jawaban terhadap persoalan-
persoalan tugas dan wewenang dalam rangka menghadapi bahaya atau gangguan keamanan dan ketertiban, baik dalam rangka kewenangan kepolisian umum melalui
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
276
Di Indonesia, polisi merupakan badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum menangkap orang-orang yang melanggar undang-
undang atau dapat pula diartikan sebagai anggota dari badan pemerintahan pegawai negara yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum.
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002, disebutkan tentang pengertian polisi yaitu kepolisian adalah segala hal ikhwal
yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Dalam Pasal 4 dijelaskan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia
bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
277
Istilah kepolisian di dalam Undang-Undang tersebut mengandung dua pengertian, yakni fungsi polisi dan lembaga polisi. Fungsi kepolisian adalah sebagai
salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan
276
Momo Kelana, Hukum Kepolisian Perkembangan di Indonesia Suatu Studi Histories Komparatif, Jakarta: PTIK, 1972, hal. 22.
277
UU RI No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, Bandung, Citra Umbara, 2010. hal. 3, 5.
Universitas Sumatera Utara
ketertiban masyarakat, penegakan hukum, pelindung, pengayom dan pelayan kepada masyarakat. Sedangkan lembaga kepolisian adalah organ pemerintah yang ditetapkan
sebagai suatu lembaga dan diberi kewenangan menjalankan fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian dapat ditarik pemahaman, bahwa
berbicara kepolisian berarti berbicara tentang fungsi dan lembaga kepolisian. Pemberian makna dari kepolisian ini dipengaruhi dari konsep fungsi kepolisian yang
diembannya dan dirumuskan dalam tugas dan wewenangnya.
278
Berdasarkan uraian di atas, maka istilah “polisi” dan “kepolisian” dapat dimaknai sebagai berikut : Istilah “polisi” adalah sebagai organ atau lembaga
pemerintah yang ada dalam negara. Sedangkan istilah “kepolisian” sebagai organ dan fungsi. Sebagai organ, yakni suatu lembaga pemerintah yang terorganisasi dan
terstruktur dalam ketatanegaraan yang oleh Undang-Undang diberi tugas dan wewenang dan tanggungjawab untuk menyelenggarakan kepolisian. Sebagai fungsi
menunjuk pada tugas dan wewenang yang diberikan oleh Undang-Undang, yakni fungsi preventif dan fungsi represif. Fungsi preventif melalui pemberian
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, dan fungsi represif dalam rangka penegakan hukum. Dikaitkan dengan “tugas” intinya menunjuk kepada
tugas yang secara universal untuk menjamin ditaatinya norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Semua itu dalam rangka memelihara keamanan, ketertiban dan
ketentraman dalam masyarakat, yang pada gilirannya dapat menjamin kelangsungan, kelestarian masyarakat itu sendiri.
279
278
Sadjijono, Opcit, 83.
279
Ibid, hal. 83-84.
Universitas Sumatera Utara
Kepolisian menjalankan tugasnya harus mengacu kepada tugas pokok yang telah ditetapkan. Mengenai tugas pokok Polri menurut Pasal 13 dan 14 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002. Pada
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 disebutkan tugas pokok Polri adalah: a. memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat; b.menegakkan hukum; c. memberi perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
280
Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan sebagai berikut:
281
Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:
a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap
kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; b.
Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. Memelihara ketertiban dan
f. Menjamin keamanan umum;
g. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
Kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
h. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana
sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;
i. Menyelenggarakan identifikasi Kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;
j. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban danatau bencana termasuk
280
UU RI No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian, Opcit, hal. 8
281
Ibid, hal. 8-9
Universitas Sumatera Utara
memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
k. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum
ditangani oleh instansi danatau pihak yang berwenang; l.
Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan dalam lingkup tugas kepolisian; serta
m.
Melakukan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sikap utama yang perlu ditonjolkan untuk melaksanakan tugas,
mengembangkan individu dan membangun kelompok adalah keteladanan. Keteladanan Polri dalam kinerjanya mencakup: keteladanan dalam melaksanakan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, keteladanan dalam memberikan semangat dalam melaksanakan sistem keamanan swakarsa, keteladanan dalam memberikan
dorongan kerja, keteladanan dalam kewaspadaan terhadap lingkungan, keteladanan dalam “Ambeg Parama Arta”, keteladanan dalam kesetiaan pada negara, pimpinan
dan tugas, keteladanan dalam berhemat, keteladanan dalam keterusterangan dan keteladanan dalam meregenerasi dan menyiapkan anggota maju.
282
Upaya pengembangan individu anggota Polri dapat ditempuh dengan jalan : memberikan pemahaman mengenai pentingnya rasa tanggung jawab dalam
melaksanakan tugas, menjelaskan sasaran yang hendak dicapai serta harapan atau peran serta Polri dalam mensukseskan sasaran yang hendak dicapai, memahamkan
arti penting nilai keadilan, melaksanakan pengawasan, berperan serta dalam memecahkan masalah. Dalam membangun kelompok mencakup hal-hal : peran serta
Polri mengatasi perpecahan kelompok, perhatian pada kesejahteraan anggota, perhatian pada kelakuan anggota, memperhatikan sarana membangun. Akhirnya,
282
Djunaidi Maskat H, Kepemimpinan Efektif di lingkungan Polri pada tingkat Mabes, Polda, Polwil, Polres dan Polsek, Bandung: Sanyata Sumanasa Wira Sespin Polri, 1993, hal. 252.
Universitas Sumatera Utara
secara garis besar pelaksanaan tugas mencakup : bertanggung jawab pada pelaksanaan tugasnya, menetapkan sasaran secara jelas, memastikan tugas yang
diberikan dan akhirnya mengevaluasi hasil kinerja Polri.
283
Hasil kerja polisi dapat dinilai dari kebijakan yang dilakukan dalam penanggulangan tindak pidana, yang merupakan salah satu tugas pokok polisi yaitu
menjaga keamanan dan ketertiban. Sebagai suatu rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana pelaksanaan tindakan maka kebijakan
merupakan suatu sistem. Sebagai sistem, kebijakan penanggulangan tindak pidana merupakan sub sistem dari sistem Kebijakan Sosial Social policy. Kebijakan sosial
dapat diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas dalam pelaksanaan suatu rencana bertindak pemerintah untuk mencapai suatu tujuan. Kebijakan sosial dalam
berfungsinya mempunyai tujuan besar yakni “kesejahteraan masyarakat” social welfare dan “perlindungan masyarakat” social defence. Kebijakan penanggulangan
tindak pidana dapat diberi arti lain dengan “Kebijakan penanggulangan kejahatan criminal policy. Dalam kerangka sistem policy, sub sistem criminal policy secara
operasional berupaya mewujudkan tujuan utama; social welfare dan social defence. Sebagai sarana penanggulangan kejahatan, criminal policy dapat ditempuh melalui
sarana penal penal policy dan sarana non penal non penal policy.
284
283
Ibid, hal. 254-258.
284
Barda Nawawi Arief, Opcit, hal. 77.
Universitas Sumatera Utara
Barda Nawawi Arief dalam kajian social policy dan criminal policy ini memberikan bagan sistematis mengenai kebijakan tersebut.
285
Social Welfare
Policy
Social Policy
Social Defence
Policy
Criminal Policy
Penal
Non Penal
-Formulasi -Aplikasi
-Eksekusi GOAL
SWSD
Bagan 1. Bagan Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana
286
Tujuan social welfare SW dan social defence SD oleh Barda Nawawi
Arief merupakan aspek immateriil terutama nilai kepercayaan, kebenaran atau kejujuran atau keadilan. Dalam pelaksanaan tugas Polri dalam masyarakat terutama
285
Ibid, hal. 78.
286
Edi Suroso, Membangun Citra Polisi Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pelanggaran Lalu – Lintas Di Polres Batang. Semarang : Universitas Diponegoro, 2008, hal. 35.
Universitas Sumatera Utara
sebagai penegak hukum yang berupaya menanggulangi tindak pidana, maka skema yang dikemukakan Barda Nawawi Arief di atas dapat dipakai sebagai acuan tugas,
bahwa upaya penanggulangan tindak pidana dalam pelaksanaannya perlu ditempuh melalui kebijakan integral integrated approach dengan memadukan antara social
policy dengan criminal policy dan memadukan antara penal policy dan non penal policy.
Dalam menguraikan berbagai segi negatif dari perkembangan masyarakat, Soedarto menegaskan bahwa upaya “minta bantuan” kepada hukum pidana sebagai
sarana penanggulangan tindak pidana hendaknya atau harus dipertimbangkan paling akhir. Hukum pidana mempunyai fungsi subsider artinya baru digunakan apabila
upaya-upaya lain diperkirakan kurang memberi hasil yang memuaskan atau kurang sesuai. Akan tetapi kalau toh hukum pidana akan dilibatkan, maka hendaknya dilihat
dalam hubungan keseluruhan politik kriminal terutama pada tujuan “perlindungan masyarakat” sebagai planning for social defence. Rencana perlindungan masyarakat
ini harus merupakan bagian integral dari planning for national development rencana pembangunan nasional.
287
Dalam upaya
kebijakan penal ini, polisi mempunyai wewenang sebagai
penyelidik dan penyidik. Kewenangan Polri sebagai penyelidik dan penyidik, telah diatur sebagaimana terperinci dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
KUHAP:
287
Soedarto, Opcit, hal. 34.
Universitas Sumatera Utara
1. Penyelidikan Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
menyebutkan bahwa: “Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas
penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini”.
288
Sedangkan yang dimaksud dengan tindakan penyelidikan adalah berdasarkan Pasal 1 angka 5 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyebutkan
bahwa: “Penyelidikan
adalah serangkaian
tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan
dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini”.
289
Sebagai penyelidik, maka berdasarkan Pasal 5 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP Polri berwenang:
290
1. Karena kewajibannya mempunyai wewenang: a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana; b. Mencari keterangan dan barang bukti;
c. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri; d. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
2. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa: a. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan
penyitaan;
288
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan Penjelasan Dan Komentar, Politeia, Bogor, 1997, hal. 4.
289
Ibid, hal. 4.
290
Ibid, hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
b. Pemeriksaan dan penyitaan surat; c. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
d. Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik.
2. Penyidikan Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
menyebutkan bahwa: Penyidik adalah Pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang untuk melakukan penyidikan.
291
Pengertian penyidikan diatur dalam Pasal 1 angka 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP,
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.
292
Penyidikan merupakan tindak lanjut dari penyelidikan. Sebagai penyidik, pejabat Polri memiliki beberapa kewenangan yang termuat dalam Pasal 7 ayat 1 Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP, yang menyatakan sebagai berikut:
293
Penyidik karena kewajibannya mempunyai wewenang: a.
Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
291
R. Soesilo, Opcit, hal. 3.
292
Ibid, hal. 3
293
Ibid, hal. 3
Universitas Sumatera Utara
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka; d.
Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; e.
Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f.
Mengambil sidik jari dan memotret surat; g.
Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara; i.
Mengadakan penghentian penyidikan;
j.
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Meskipun hukum pidana digunakan sebagai ultimum remidium atau alat terakhir apabila bidang hukum yang lain tidak dapat mengatasinya, tetapi harus
disadari bahwa hukum pidana memiliki keterbatasan kemampuan dalam menanggulangi kejahatan. Keterbatasan-keterbatasan tersebut dikemukakan oleh
Barda Nawawi Arief sebagai berikut:
294
1. sebab-sebab kejahatan yang demikian kompleks berada di luar jangkauan hukum
pidana; 2.
hukum pidana hanya merupakan bagian kecil subsistem dari sarana kontrol sosial yang tidak mungkin mengatasi masalah kejahatan sebagai masalah
kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sangat kompleks sebagai masalah sosio- psikologis, sosio-politik, sosio-ekonomi, sosio-kultural dan sebagainya;
3. penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan hanya merupakan
“kurieren am symptom”, oleh karena itu hukum pidana hanya merupakan “pengobatan simptomatik” dan bukan “pengobatan kausatif”;
294
Barda Nawawi Arief, Opcit, hal. 46-47.
Universitas Sumatera Utara
4. sanksi hukum pidana merupakan “remedium” yang mengandung sifat
kontradiktifparadoksal dan mengandung unsur-unsur serta efek sampingan yang negatif; sistem pemidanaan bersifat fragmentair dan individualpersonal, tidak
bersifat strukturalfungsional; 5.
keterbatasan jenis sanksi pidana dan sistem perumusan sanksi pidana yang bersifat kaku dan imperatif;
6. bekerjanyaberfungsinya hukum pidana memerlukan sarana pendukung yang
lebih bervariasi dan memerlukan “biaya tinggi”. Keterbatasan-keterbatasan hukum pidana inilah yang tampaknya dialami oleh
Polri yang menggunakan hukum pidana sebagai landasan kerjanya. Sebab kejahatan yang kompleks ini terlambat diantisipasi oleh Polri sehingga ketika terjadi kasus yang
berdimensi baru mereka tidak secara tanggap menanganinya. Untuk itu, pencegahan kejahatan tidak melulu harus menggunakan hukum pidana. Agar penegakan hukum
kejahatan perjudian ini dapat dilakukan secara menyeluruh maka tidak hanya pendekatan yuridis atau penal yang dilakukan, tetapi dapat juga dilakukan dengan
pendekatan non-penal. Upaya penanggulangan kejahatan perjudian selama ini telah dilakukan oleh
Polri melalui pendekatan non penal. Pendekatan ini dilakukan mengingat faktor korelatif terjadinya kejahatan perjudian erat kaitannya dengan persoalan
kehidupan sosial dan budaya. Faktor korelatif kejahatan perjudian ini berada di luar wilayah kajian hukum pidana. Langkah non penal policy yang dilakukan
Polri adalah melakukan pencegahan sebelum terjadinya kejahatan perjudian.
295
295
Mahmud Mulyadi, Opcit, hal. 138.
Universitas Sumatera Utara
Pencegahan terjadinya kejahatan sebagai pola penanggulangan kejahatan kekerasan pada dasarnya adalah upaya untuk memelihara keamanan dan ketertiban
umum. Pola pencegahan ini di kepolisian menyangkut dua fungsi utamanya, yaitu fungsi preventif dan fungsi pre-emtif. Fungsi preventif dilakukan dengan upaya
polisi untuk mencegah bertemunya unsur niat N dan unsur kesempatan K sebagai rumus terjadinya kejahatan N+K. Dengan melakukan kegiatan-kegiatan
berupa mengatur, menjaga, mengawal dan patroli Turjawali serta razia-razia. Usaha preventif ini dilaksanakan oleh fungsi samapta. Fungsi pre-emtif bersifat
bimbingan, penyuluhan dan pembinaan yang mengarah pada pembentukan masyarakat yang patuh dan taat hukum, serta mampu menolak setiap bentuk
kejahatan khususnya perjudian. Dengan kata lain menciptakan kondisi masyarakat yang mempunyai daya tangkal tinggi terhadap semua jenis kejahatan. Pre-emtif
dilaksanakan oleh fungsi bimbingan masyarakat.
296
296
Ibid, hal. 138-139.
Universitas Sumatera Utara
BAB III KEBIJAKAN POLRI DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA
PERJUDIAN DI POLRES ASAHAN
A. Kejahatan Perjudian di Wilayah Hukum Polres Asahan
Kabupaten Asahan sebagaimana halnya kabupaten dan kota-kota lainnya di Indonesia menghadapi berbagai macam masalah sosial, salah satunya tindak
kejahatan perjudian yang dilakukan oleh sebagian warga masyarakat. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan faktor ekonomi yang
mendorong seseorang bertindak tanpa berfikir panjang dan lebih memilih melanggar norma-norma yaitu dengan melakukan perjudian. Penghasilan yang
minim dan hampir tidak mencukupi bagi pemenuhan hidup keluarganya yang menyebabkan seseorang cenderung melakukan hal-hal yang sifatnya untung-
untungan dan memilih melakukan perjudian sebagai jalan keluarnya.
297
Kepolisian Resor Asahan sebagai badan pemerintah yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat mempunyai peran yang besar dalam
pemberantasan kejahatan perjudian ini. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat tersebut, Polres Asahan diperkuat
kepolisian sektor selanjutnya disebut Polsek yang terdiri dari 11 Polsek dan 3 Pos polisi. Kesebelas Polsek tersebut yaitu Polsek Air Batu, Polsek Air Joman, Polsek
Medang Deras, Polsek BP. Mandoge, Polsek Prapat Janji, Polsek Bandar Pulau,
297
Harian Waspada, Masyarakat Asahan Berjanji Tinggalkan Judi, tanggal 29 Desember 2010.
Universitas Sumatera Utara