Kepolisian dalam Kebijakan Kriminal Criminal Policy

sendiri. Oleh karena itu perlu langkah-langkah penanggulangan yang didasarkan pada penguatan sumber daya yang ada di dalam masyarakat community crime prevention. Program-program yang dapat dilakukan oleh community crime prevention antara lain 1 pembinaan terhadap penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang, 2 pembinaan tenaga kerja, 3 pendidikan; 4 rekreasi; 5 pembinaan mental melalui agama, dan 6 desain tata ruang fisik kota. Di lain pihak dibedakan pula antara “pencegahan sosial” social crime prevention yang diarahkan pada akar kejahatan, “pencegahan situasional” situational crime prevention, yang diarahkan pada pengurangan kesempatan untuk melakukan kejahatan, dan “pencegahan masyarakat” community based prevention, yakni tindakan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengurangi kejahatan dengan cara meningkatkan kemampuan mereka untuk menggunakan kontrol sosial. Pelbagai pendekatan tersebut bukan merupakan pemisahan yang tegas, namun saling mengisi dan berkaitan satu sama lain. 269

C. Kepolisian dalam Kebijakan Kriminal Criminal Policy

Berdasarkan waktu dan tempat melihat perkembangan istilah “polisi” mempunyai arti yang berbeda-beda yang cenderung dipengaruhi oleh penggunaan bahasa dan kebiasaan dari suatu negara, seperti di Inggris menggunakan istilah “police”, di Jerman “polizei”, di Belanda “politie” dan di Amerika Serikat dipakai istilah “sheriff”. Istilah “Sheriff” ini sebenarnya merupakan bangunan sosial Inggris, 269 Muladi, 2002. Opcit, hal. 184. Universitas Sumatera Utara selain itu di Inggris sendiri dikenal adanya istilah “constable” yang mengandung arti tertentu bagi pengertian “polisi”, yaitu : pertama, sebutan untuk pangkat terendah di kalangan kepolisian police constable; dan kedua, berarti Kantor Polisi police constable. Di Inggris polisi merupakan pemeliharaan ketertiban umum dan perlindungan orang-orang serta miliknya dari keadaan yang menurut perkiraan dapat merupakan suatu bahaya atau gangguan umum dan tindakan-tindakan yang melanggar hukum. 270 Pada awalnya istilah polisi berasal dari bahasa Yunani yaitu “politeia” yang berarti seluruh pemerintah negara kota. Seperti diketahui bahwa pada abad sebelum Masehi negara Yunani terdiri dari kota-kota yang dinamakan “polis” dimana pada jaman itu istilah “polis” memiliki arti yang sangat luas, yakni pemerintahan yang meliputi seluruh pemerintahan kota termasuk urusan keagamaan atau penyembuhan terhadap dewa-dewa. Baru kemudian setelah lahirnya agama Nasrani urusan keagamaan dipisahkan, sehingga arti “polis” menjadi seluruh pemerintah kota dikurangi agama 271 Menurut Van Vollenhoven dalam bukunya “Politie Overzee” istilah “politie” didefenisikan, meliputi organ-organ pemerintah yang berwenang dan berkewajiban untuk mengusahakan pengawasan dan pemaksaan jika diperlukan, agar yang diperintah untuk berbuat atau tidak berbuat menurut kewajiban masing-masing, yang selengkapnya sebagai berikut : 270 Momo Kelana, Hukum Kepolisian, Jakarta : PTIKGramedia, 1994, hal. 15. 271 Ibid, hal. 15-16. Universitas Sumatera Utara Onder politie vallen de regeneeringorganen, diew bevoegd en gehouden zijn om door toexicht of zo nodig door dwang the bewerken, dat de geregeerden hunnerzijds doen of laten wat hun pliicht is te doen of te laten en welke bestaat uit: a. het afwerend toexien op naleving door de geregeerden van hun publieken plicht;. b. het actieve speuren naar niet naleving door de geregeerden van hun publieken plich;. c. het dwingen van de geregeerden tot naleving van hun publieken plicht krachtens rechtelijke tusschenkomst; d. het dwingen van de geregeerden tot naleving van hun publieken plichthetwelk kan gechieden zonder rechterlijke tusschenkomst gereede dwang. 272 Definisi “politie” menurut Van Vollenhoven tersebut dapat dipahami, bahwa “politie” mengandung arti sebagai organ dan fungsi, yakni sebagai organ pemerintah dengan tugas mengawasi, jika perlu menggunakan paksaan supaya yang diperintah menjalankan dan tidak melakukan larangan-larangan perintah. Fungsi dijalankan atas kewenangan dan kewajiban untuk mengadakan pengawasan dan bila perlu dengan paksaan yang dilakukan dengan cara memerintah untuk melaksanakan kewajiban umum, mencari secara aktif perbuatan yang tidak melaksanakan kewajiban umum, memaksa yang diperintah untuk melakukan kewajiban umum dengan perantara pengadilan, dan memaksa yang diperintah untuk melaksanakan kewajiban umum tanpa perantaraan pengadilan. 273 Van Vollenhoven memasukkan “polisi” politie ke dalam salah satu unsur pemerintahan dalam arti luas, yakni badan pelaksana executive-bestuur, badan perundang-undangan, badan peradilan dan badan kepolisian. Badan pemerintahan 272 Van Vollenhoven dalam Memet Tanumidjaja dikutip Momo Kelana, Op.Cit, hal. 17. 273 Sadjijono, Opcit¸ hal. 79. Universitas Sumatera Utara termasuk di dalamnya kepolisian bertugas membuat dan mempertahankan hukum, dengan kata lain menjaga ketertiban dan ketentraman orde en rust dan menyelenggarakan kepentingan umum. Dalam Black’s Law Dictionary disebutkan bahwa “Police is a branch of the government which is charged with the preservation of public order and tranquility, the promotion of the public health, safety and morals and the prevention, detection, and punishment of crimes”. 274 Arti kepolisian di sini ditekankan pada tugas-tugas yang harus dijalankan sebagai bagian dari pemerintahan, yakni memelihara keamanan, ketertiban, ketentraman masyarakat, mencegah dan menindak pelaku kejahatan. Sesuai dengan Kamus Umum Bahasa Indonesia, bahwa Polisi diartikan: 1Sebagai badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum seperti menangkap orang yang melanggar Undang-Undang, dan sebagainya, dan 2Anggota dari badan pemerintahan tersebut di atas pegawai negara yang bertugas menjaga keamanan dan sebagainya. 275 Berdasarkan pengertian dari Kamus Umum Bahasa Indonesia tersebut ditegaskan bahwa kepolisian sebagai badan pemerintah yang diberi tugas memelihara keamanan dan ketertiban umum. Dengan demikian fungsi kepolisian tetap ditonjolkan apa yang harus dijalankan oleh suatu lembaga pemerintah. Terjemahan Momo Kelana yang diambil dari Polizeirecht dikatakan bahwa istilah polisi mempunyai dua arti, yakni polisi dalam arti formal yang mencakup 274 Ibid, hal. 80 275 W.J.S. Poerwadarminta, Opcit, hal. 763. Universitas Sumatera Utara penjelasan tentang organisasi dan kedudukan suatu instansi kepolisian, dan kedua dalam arti materiil, yakni memberikan jawaban-jawaban terhadap persoalan- persoalan tugas dan wewenang dalam rangka menghadapi bahaya atau gangguan keamanan dan ketertiban, baik dalam rangka kewenangan kepolisian umum melalui ketentuan-ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. 276 Di Indonesia, polisi merupakan badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum menangkap orang-orang yang melanggar undang- undang atau dapat pula diartikan sebagai anggota dari badan pemerintahan pegawai negara yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002, disebutkan tentang pengertian polisi yaitu kepolisian adalah segala hal ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Dalam Pasal 4 dijelaskan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. 277 Istilah kepolisian di dalam Undang-Undang tersebut mengandung dua pengertian, yakni fungsi polisi dan lembaga polisi. Fungsi kepolisian adalah sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan 276 Momo Kelana, Hukum Kepolisian Perkembangan di Indonesia Suatu Studi Histories Komparatif, Jakarta: PTIK, 1972, hal. 22. 277 UU RI No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, Bandung, Citra Umbara, 2010. hal. 3, 5. Universitas Sumatera Utara ketertiban masyarakat, penegakan hukum, pelindung, pengayom dan pelayan kepada masyarakat. Sedangkan lembaga kepolisian adalah organ pemerintah yang ditetapkan sebagai suatu lembaga dan diberi kewenangan menjalankan fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian dapat ditarik pemahaman, bahwa berbicara kepolisian berarti berbicara tentang fungsi dan lembaga kepolisian. Pemberian makna dari kepolisian ini dipengaruhi dari konsep fungsi kepolisian yang diembannya dan dirumuskan dalam tugas dan wewenangnya. 278 Berdasarkan uraian di atas, maka istilah “polisi” dan “kepolisian” dapat dimaknai sebagai berikut : Istilah “polisi” adalah sebagai organ atau lembaga pemerintah yang ada dalam negara. Sedangkan istilah “kepolisian” sebagai organ dan fungsi. Sebagai organ, yakni suatu lembaga pemerintah yang terorganisasi dan terstruktur dalam ketatanegaraan yang oleh Undang-Undang diberi tugas dan wewenang dan tanggungjawab untuk menyelenggarakan kepolisian. Sebagai fungsi menunjuk pada tugas dan wewenang yang diberikan oleh Undang-Undang, yakni fungsi preventif dan fungsi represif. Fungsi preventif melalui pemberian perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, dan fungsi represif dalam rangka penegakan hukum. Dikaitkan dengan “tugas” intinya menunjuk kepada tugas yang secara universal untuk menjamin ditaatinya norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Semua itu dalam rangka memelihara keamanan, ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat, yang pada gilirannya dapat menjamin kelangsungan, kelestarian masyarakat itu sendiri. 279 278 Sadjijono, Opcit, 83. 279 Ibid, hal. 83-84. Universitas Sumatera Utara Kepolisian menjalankan tugasnya harus mengacu kepada tugas pokok yang telah ditetapkan. Mengenai tugas pokok Polri menurut Pasal 13 dan 14 Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2002. Pada Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 disebutkan tugas pokok Polri adalah: a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b.menegakkan hukum; c. memberi perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. 280 Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan sebagai berikut: 281 Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas: a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan; c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional; e. Memelihara ketertiban dan f. Menjamin keamanan umum; g. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap Kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa; h. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; i. Menyelenggarakan identifikasi Kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian; j. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban danatau bencana termasuk 280 UU RI No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian, Opcit, hal. 8 281 Ibid, hal. 8-9 Universitas Sumatera Utara memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; k. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi danatau pihak yang berwenang; l. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan dalam lingkup tugas kepolisian; serta m. Melakukan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sikap utama yang perlu ditonjolkan untuk melaksanakan tugas, mengembangkan individu dan membangun kelompok adalah keteladanan. Keteladanan Polri dalam kinerjanya mencakup: keteladanan dalam melaksanakan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, keteladanan dalam memberikan semangat dalam melaksanakan sistem keamanan swakarsa, keteladanan dalam memberikan dorongan kerja, keteladanan dalam kewaspadaan terhadap lingkungan, keteladanan dalam “Ambeg Parama Arta”, keteladanan dalam kesetiaan pada negara, pimpinan dan tugas, keteladanan dalam berhemat, keteladanan dalam keterusterangan dan keteladanan dalam meregenerasi dan menyiapkan anggota maju. 282 Upaya pengembangan individu anggota Polri dapat ditempuh dengan jalan : memberikan pemahaman mengenai pentingnya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas, menjelaskan sasaran yang hendak dicapai serta harapan atau peran serta Polri dalam mensukseskan sasaran yang hendak dicapai, memahamkan arti penting nilai keadilan, melaksanakan pengawasan, berperan serta dalam memecahkan masalah. Dalam membangun kelompok mencakup hal-hal : peran serta Polri mengatasi perpecahan kelompok, perhatian pada kesejahteraan anggota, perhatian pada kelakuan anggota, memperhatikan sarana membangun. Akhirnya, 282 Djunaidi Maskat H, Kepemimpinan Efektif di lingkungan Polri pada tingkat Mabes, Polda, Polwil, Polres dan Polsek, Bandung: Sanyata Sumanasa Wira Sespin Polri, 1993, hal. 252. Universitas Sumatera Utara secara garis besar pelaksanaan tugas mencakup : bertanggung jawab pada pelaksanaan tugasnya, menetapkan sasaran secara jelas, memastikan tugas yang diberikan dan akhirnya mengevaluasi hasil kinerja Polri. 283 Hasil kerja polisi dapat dinilai dari kebijakan yang dilakukan dalam penanggulangan tindak pidana, yang merupakan salah satu tugas pokok polisi yaitu menjaga keamanan dan ketertiban. Sebagai suatu rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana pelaksanaan tindakan maka kebijakan merupakan suatu sistem. Sebagai sistem, kebijakan penanggulangan tindak pidana merupakan sub sistem dari sistem Kebijakan Sosial Social policy. Kebijakan sosial dapat diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas dalam pelaksanaan suatu rencana bertindak pemerintah untuk mencapai suatu tujuan. Kebijakan sosial dalam berfungsinya mempunyai tujuan besar yakni “kesejahteraan masyarakat” social welfare dan “perlindungan masyarakat” social defence. Kebijakan penanggulangan tindak pidana dapat diberi arti lain dengan “Kebijakan penanggulangan kejahatan criminal policy. Dalam kerangka sistem policy, sub sistem criminal policy secara operasional berupaya mewujudkan tujuan utama; social welfare dan social defence. Sebagai sarana penanggulangan kejahatan, criminal policy dapat ditempuh melalui sarana penal penal policy dan sarana non penal non penal policy. 284 283 Ibid, hal. 254-258. 284 Barda Nawawi Arief, Opcit, hal. 77. Universitas Sumatera Utara Barda Nawawi Arief dalam kajian social policy dan criminal policy ini memberikan bagan sistematis mengenai kebijakan tersebut. 285 Social Welfare Policy Social Policy Social Defence Policy Criminal Policy Penal Non Penal -Formulasi -Aplikasi -Eksekusi GOAL SWSD Bagan 1. Bagan Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana 286 Tujuan social welfare SW dan social defence SD oleh Barda Nawawi Arief merupakan aspek immateriil terutama nilai kepercayaan, kebenaran atau kejujuran atau keadilan. Dalam pelaksanaan tugas Polri dalam masyarakat terutama 285 Ibid, hal. 78. 286 Edi Suroso, Membangun Citra Polisi Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pelanggaran Lalu – Lintas Di Polres Batang. Semarang : Universitas Diponegoro, 2008, hal. 35. Universitas Sumatera Utara sebagai penegak hukum yang berupaya menanggulangi tindak pidana, maka skema yang dikemukakan Barda Nawawi Arief di atas dapat dipakai sebagai acuan tugas, bahwa upaya penanggulangan tindak pidana dalam pelaksanaannya perlu ditempuh melalui kebijakan integral integrated approach dengan memadukan antara social policy dengan criminal policy dan memadukan antara penal policy dan non penal policy. Dalam menguraikan berbagai segi negatif dari perkembangan masyarakat, Soedarto menegaskan bahwa upaya “minta bantuan” kepada hukum pidana sebagai sarana penanggulangan tindak pidana hendaknya atau harus dipertimbangkan paling akhir. Hukum pidana mempunyai fungsi subsider artinya baru digunakan apabila upaya-upaya lain diperkirakan kurang memberi hasil yang memuaskan atau kurang sesuai. Akan tetapi kalau toh hukum pidana akan dilibatkan, maka hendaknya dilihat dalam hubungan keseluruhan politik kriminal terutama pada tujuan “perlindungan masyarakat” sebagai planning for social defence. Rencana perlindungan masyarakat ini harus merupakan bagian integral dari planning for national development rencana pembangunan nasional. 287 Dalam upaya kebijakan penal ini, polisi mempunyai wewenang sebagai penyelidik dan penyidik. Kewenangan Polri sebagai penyelidik dan penyidik, telah diatur sebagaimana terperinci dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP: 287 Soedarto, Opcit, hal. 34. Universitas Sumatera Utara 1. Penyelidikan Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyebutkan bahwa: “Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini”. 288 Sedangkan yang dimaksud dengan tindakan penyelidikan adalah berdasarkan Pasal 1 angka 5 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyebutkan bahwa: “Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini”. 289 Sebagai penyelidik, maka berdasarkan Pasal 5 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP Polri berwenang: 290 1. Karena kewajibannya mempunyai wewenang: a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. Mencari keterangan dan barang bukti; c. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; d. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. 2. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa: a. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan; 288 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan Penjelasan Dan Komentar, Politeia, Bogor, 1997, hal. 4. 289 Ibid, hal. 4. 290 Ibid, hal. 13. Universitas Sumatera Utara b. Pemeriksaan dan penyitaan surat; c. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang; d. Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik. 2. Penyidikan Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyebutkan bahwa: Penyidik adalah Pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. 291 Pengertian penyidikan diatur dalam Pasal 1 angka 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP, “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”. 292 Penyidikan merupakan tindak lanjut dari penyelidikan. Sebagai penyidik, pejabat Polri memiliki beberapa kewenangan yang termuat dalam Pasal 7 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP, yang menyatakan sebagai berikut: 293 Penyidik karena kewajibannya mempunyai wewenang: a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian; 291 R. Soesilo, Opcit, hal. 3. 292 Ibid, hal. 3 293 Ibid, hal. 3 Universitas Sumatera Utara c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. Mengambil sidik jari dan memotret surat; g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; i. Mengadakan penghentian penyidikan; j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Meskipun hukum pidana digunakan sebagai ultimum remidium atau alat terakhir apabila bidang hukum yang lain tidak dapat mengatasinya, tetapi harus disadari bahwa hukum pidana memiliki keterbatasan kemampuan dalam menanggulangi kejahatan. Keterbatasan-keterbatasan tersebut dikemukakan oleh Barda Nawawi Arief sebagai berikut: 294 1. sebab-sebab kejahatan yang demikian kompleks berada di luar jangkauan hukum pidana; 2. hukum pidana hanya merupakan bagian kecil subsistem dari sarana kontrol sosial yang tidak mungkin mengatasi masalah kejahatan sebagai masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sangat kompleks sebagai masalah sosio- psikologis, sosio-politik, sosio-ekonomi, sosio-kultural dan sebagainya; 3. penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan hanya merupakan “kurieren am symptom”, oleh karena itu hukum pidana hanya merupakan “pengobatan simptomatik” dan bukan “pengobatan kausatif”; 294 Barda Nawawi Arief, Opcit, hal. 46-47. Universitas Sumatera Utara 4. sanksi hukum pidana merupakan “remedium” yang mengandung sifat kontradiktifparadoksal dan mengandung unsur-unsur serta efek sampingan yang negatif; sistem pemidanaan bersifat fragmentair dan individualpersonal, tidak bersifat strukturalfungsional; 5. keterbatasan jenis sanksi pidana dan sistem perumusan sanksi pidana yang bersifat kaku dan imperatif; 6. bekerjanyaberfungsinya hukum pidana memerlukan sarana pendukung yang lebih bervariasi dan memerlukan “biaya tinggi”. Keterbatasan-keterbatasan hukum pidana inilah yang tampaknya dialami oleh Polri yang menggunakan hukum pidana sebagai landasan kerjanya. Sebab kejahatan yang kompleks ini terlambat diantisipasi oleh Polri sehingga ketika terjadi kasus yang berdimensi baru mereka tidak secara tanggap menanganinya. Untuk itu, pencegahan kejahatan tidak melulu harus menggunakan hukum pidana. Agar penegakan hukum kejahatan perjudian ini dapat dilakukan secara menyeluruh maka tidak hanya pendekatan yuridis atau penal yang dilakukan, tetapi dapat juga dilakukan dengan pendekatan non-penal. Upaya penanggulangan kejahatan perjudian selama ini telah dilakukan oleh Polri melalui pendekatan non penal. Pendekatan ini dilakukan mengingat faktor korelatif terjadinya kejahatan perjudian erat kaitannya dengan persoalan kehidupan sosial dan budaya. Faktor korelatif kejahatan perjudian ini berada di luar wilayah kajian hukum pidana. Langkah non penal policy yang dilakukan Polri adalah melakukan pencegahan sebelum terjadinya kejahatan perjudian. 295 295 Mahmud Mulyadi, Opcit, hal. 138. Universitas Sumatera Utara Pencegahan terjadinya kejahatan sebagai pola penanggulangan kejahatan kekerasan pada dasarnya adalah upaya untuk memelihara keamanan dan ketertiban umum. Pola pencegahan ini di kepolisian menyangkut dua fungsi utamanya, yaitu fungsi preventif dan fungsi pre-emtif. Fungsi preventif dilakukan dengan upaya polisi untuk mencegah bertemunya unsur niat N dan unsur kesempatan K sebagai rumus terjadinya kejahatan N+K. Dengan melakukan kegiatan-kegiatan berupa mengatur, menjaga, mengawal dan patroli Turjawali serta razia-razia. Usaha preventif ini dilaksanakan oleh fungsi samapta. Fungsi pre-emtif bersifat bimbingan, penyuluhan dan pembinaan yang mengarah pada pembentukan masyarakat yang patuh dan taat hukum, serta mampu menolak setiap bentuk kejahatan khususnya perjudian. Dengan kata lain menciptakan kondisi masyarakat yang mempunyai daya tangkal tinggi terhadap semua jenis kejahatan. Pre-emtif dilaksanakan oleh fungsi bimbingan masyarakat. 296 296 Ibid, hal. 138-139. Universitas Sumatera Utara

BAB III KEBIJAKAN POLRI DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA

PERJUDIAN DI POLRES ASAHAN

A. Kejahatan Perjudian di Wilayah Hukum Polres Asahan

Kabupaten Asahan sebagaimana halnya kabupaten dan kota-kota lainnya di Indonesia menghadapi berbagai macam masalah sosial, salah satunya tindak kejahatan perjudian yang dilakukan oleh sebagian warga masyarakat. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan faktor ekonomi yang mendorong seseorang bertindak tanpa berfikir panjang dan lebih memilih melanggar norma-norma yaitu dengan melakukan perjudian. Penghasilan yang minim dan hampir tidak mencukupi bagi pemenuhan hidup keluarganya yang menyebabkan seseorang cenderung melakukan hal-hal yang sifatnya untung- untungan dan memilih melakukan perjudian sebagai jalan keluarnya. 297 Kepolisian Resor Asahan sebagai badan pemerintah yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat mempunyai peran yang besar dalam pemberantasan kejahatan perjudian ini. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat tersebut, Polres Asahan diperkuat kepolisian sektor selanjutnya disebut Polsek yang terdiri dari 11 Polsek dan 3 Pos polisi. Kesebelas Polsek tersebut yaitu Polsek Air Batu, Polsek Air Joman, Polsek Medang Deras, Polsek BP. Mandoge, Polsek Prapat Janji, Polsek Bandar Pulau, 297 Harian Waspada, Masyarakat Asahan Berjanji Tinggalkan Judi, tanggal 29 Desember 2010. Universitas Sumatera Utara