Kebijakan Undang-Undang Upaya Polri Mengatasi Hambatan dalam Penanggulangan Tindak Pidana

Upaya penanggulangan dan pencegahan kejahatan perjudian ini menurut Barda Nawawi Arief 392 memerlukan pendekatan integral melalui kebijakan undang- undang, peningkatan kerjasama aparat penegak hukum, dan pengembangan budaya hukum.

1. Kebijakan Undang-Undang

Penggunaan hukum pidana dalam penanggulangan kejahatan hanya bersifat Kurieren am Symptom dan bukan sebagai faktor yang menghilangkan sebab-sebab terjadinya kejahatan. Adanya sanksi pidana hanyalah berusaha mengatasi gejala atau akibat dari penyakit dan bukan sebagai obat remidium untuk mengatasi sebab-sebab terjadinya penyakit. Hukum pidana memiliki kemampuan yang terbatas dalam upaya penanggulangan kejahatan yang begitu beragam dan kompleks. 393 Berkaitan dengan kelemahan penggunaan hukum pidana, Roeslan Saleh menyatakan bahwa keragu- raguan masyarakat terhadap hukum pidana semakin besar sehubungan dengan praktek penyelenggaraan hukum pidana yang terlalu normatif-sistematis. 394 Adapun batas-batas kemampuan hukum pidana sebagai sarana kebijakan kriminal dalam penanggulangan kejahatan adalah pertama, sebab-sebab kejahatan yang demikian kompleks berada di luar jangkauan hukum pidana; kedua, hukum pidana hanya merupakan bagian kecil sub-sistem dari sarana kontrol sosial yang tidak mungkin mengatasi masalah kejahatan sebagai masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sangat kompleks sebagai masalah sosio-psikologis, sosio- 392 Barda Nawawi Arief, Op.Cit, hal. 187. 393 Ibid, hal. 157. 394 Roeslan Saleh, Op.Cit, hal. 165. Universitas Sumatera Utara politik, sosio-ekonomi, sosio-kultural, dan sebagainya; tiga, penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan hanya merupakan “kurieren am symptom”, oleh karena itu hukum pidana hanya merupakan “pengobatan simptomatik” dan bukan pengobatan kausatif”; empat, sanksi hukum pidana merupakan “remedium” yang mengandung sifat kontradiktifparadoksal dan mengandung unsur-unsur serta efek sampingan yang negatif; lima, sistem pemidanaan bersifat fragmentair dan individualpersonal, tidak bersifat strukturalfungsional; enam, keterbatasan jenis sanksi pidana dan sistem perumusan sanksi pidana yang bersifat kaku dan imperatif; dan tujuh, bekerjanyaberfungsinya hukum pidana memerlukan sarana pendukung yang lebih bervariasi dan lebih menuntut biaya tinggi. 395 Pendekatan dengan sarana non penal mencakup area pencegahan kejahatan crime prevention yang sangat luas. Pencegahan kejahatan pada dasarnya merupakan tujuan utama dari kebijakan kriminal. Pernyataan yang sering diungkapkan dalam kongres-kongres PBB mengenai “the prevention of crime and the treatment of offenders”, yaitu : pertama, pencegahan kejahatan dan peradilan pidana janganlah diperlakukandilihat sebagai problem yang terisolir dan ditangani dengan metode yang simplistik dan fragmentair, tetapi seyogyanya dilihat sebagai masalah yang lebih kompleks dan ditangani dengan kebijakantindakan yang luas dan menyeluruh; kedua, pencegahan kejahatan harus didasarkan pada penghapusan sebab-sebab dan kondisi-kondisi yang menyebabkan timbulnya kejahatan. upaya penghapusan sebab- sebab dan kondisi-kondisi yang demikian harus merupakan “strategi pokokmendasar 395 Muladi, Op.Cit, hal. 214. Universitas Sumatera Utara dalam upaya pencegahan kejahatan” the basic crime prevention strategy; tiga, penyebab utama dari kejahatan di banyak negara ialah ketimpangan sosial, diskriminasi rasial dan diskriminasi nasional, standar hidup yang rendah, pengangguran dan kebutahurufan kebodohan di antara golongan besar penduduk; dan empat, pencegahan kejahatan dan peradilan pidana seyogyanya dipertimbangkan dalam hubungannya dengan pembangunan ekonomi, sistem politik, nilai-nilai sosio kultural dan perubahan masyarakat, juga dalam hubungannya dengan tata ekonomi duniainternasional baru. Berdasarkan pernyataan dalam kongres PBB di atas, terlihat bahwa kebijakan penanggulangan kejahatan tidak hanya akan menyembuhkan atau membina para terpidana penjahat saja, tetapi penanggulangan kejahatan dilakukan juga dengan upaya penyembuhan masyarakat, yaitu dengan menghapuskan sebab- sebab maupun kondisi-kondisi yang menyebabkan terjadinya kejahatan. 396 Tindak pidana perjudian adalah termasuk dalam kelompok delik kesusilaan. Pengelompokan ini terdapat dalam KUHP Bab XIV Buku II yang termasuk jenis kejahatan kesusilaan dan Bab VI Buku III yang termasuk jenis pelanggaran kesusilaan. Dengan demikian secara juridis, delik kesusilaan menurut KUHP yang berlaku saat ini terdiri dari 2 dua kelompok tindak pidana, yaitu “kejahatan kesusilaan diatur dalam Bab XIV Buku II dan “pelanggaran kesusilaan” diatur dalam Bab VI Buku III. Pengelompokan perjudian sebagai salah satu bentuk delik kesusilaan masih diteruskan dan dipertahankan oleh konseptor KUHP baru. Pengaturan mengenai 396 Barda Nanawi Arief, hal. 221. Universitas Sumatera Utara Tindak Pidana Kesusilaan dalam Konsep KUHP Tahun 20042005 tersebut ada dalam Bab XVI. Adapun rumusan tindak pidana perjudian sebagai mana diatur dalam Pasal 522 sampai dengan Pasal 523 dalam Konsep KUHP. Adapun Pasal-Pasal yang mengatur masalah perjudian tersebut adalah: Pasal 522 Ayat 1 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 sembilan tahun, setiap orang yang: a. Menawarkan atau memberi kesempatan untuk main judi dan menjadikannya sebagai mata pencahariannya atau turut serta dalam perusahaan perjudian; b. Menawarkan atau memberi kesempatan kepada umum untuk main judi atau turut serta dalam perusahaan perjudian, terlepas dari tidak adanya suatu syarat atau tata cara yang harus dipenuhi untuk menggunakan kesempatan tersebut; atau c. Menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai mata pencaharian. Pasal 522 Ayat 2 Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 melakukan perbuatan tersebut dalam menjalankan profesinya, maka dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk menjalankan profesi tersebut. Pasal 523 Setiap orang yang menggunakan kesempatan main judi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 empat tahun atau denda paling banyak Kategori IV. Salah satu kemajuan hukum pidana di masa mendatang rancangan KUHP baru adalah dituangkannya konsep tindak pidana berdasarkan pengertian materiil, melengkapi konsep tindak pidana berdasarkan pengertian formal dalam KUHP yang berlaku sekarang ini. Dengan konsep tindak pidana berdasarkan pengertian materiil berarti bahwa pernyataan sebagai suatu tindak pidana tidak semata-mata berdasarkan Universitas Sumatera Utara pada apa yang dinyatakan dalam undang-undang, tetapi harus juga berdasarkan pada nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Dengan berpedoman pada nilai-nilai Pancasila danatau prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh masyarakat bangsa- bangsa. 397 Mengingat kejahatan perjudian senantiasa berkembang lebih cepat, sehingga menurut Sugeng Tiyarto 398 konsep legalitas yang berdasarkan pengertian formal dan materiel seperti tersebut dalam Pasal 1 ayat 3 rancangan KUHP, dapat menampung atau menjaring perkembangan kejahatan perjudian yang bersaranakan teknologi canggih atau internet. Karena memang seringkali kejahatan khususnya perjudian sudah mulai menggunakan sarana teknologi canggih untuk melancarkan aksinya. Dengan dianutnya legalitas materiil, perkembangan bentuk-bentuk kejahatan khususnya kejahatan perjudian dapat diantisipasi dengan menggunakan hukum pidana sebagai salah satu sarana. Sebagaimana diketahui bahwa untuk mencapai tujuan hukum pidana yang sudah direncanakan, selain kebenaran dalam menetapkan merumuskan perbuatan dan sanksi pidana dalam undang-undang, harus pula didukung dengan kebijakan mengaplikasikan atau mengoperasionalisasikan hukum pidana itu. Tahap kebijakan itu merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. 397 Sugeng Tiyarto, Op.Cit, hal. 156. 398 Ibid, hal. 157. Universitas Sumatera Utara

2. Peningkatan Kerjasama Aparat Penegak Hukum