Latar Belakang Masalah Ibu Dra. Tuti Atika, M.S.P, selaku Dosen Pembimbing yang

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan aset masa depan yang sangat berharga, dapat dikatakan bahwa baik buruknya masa yang akan datang pada suatu bangsa ditentukan oleh generasi-generasi penerusnya, dalam hal ini maka ditangan anaklah tergenggam masa depan bangsa tersebut. Tidak terkecuali pada Anak jalanan, mereka juga merupakan salah satu aset yang sangat berharga untuk menjadi penerus bangsa. Selain itu Anak juga mempunyai posisi penting sebagai penerus keturunan keluarga. Agar mampu memikul tanggung jawab tersebut, anak perlu mendapat perhatian khusus dan kesempatan yang seluas-luasnya untuk terpenuhi kebutuhannya. Orang tua dalam hal ini sebagai pemimpin, pelindung dan pendidik untuk anak-anaknya didalam keluarga harusnya menyadari akan masalah ini dan menyiapkan strategi yang sebaik mungkin untuk mendidik anak-anaknya. Tidak hanya itu proses tumbuh kembang anak harus sangat diberi perhatian khusus dalam rangka membimbing dan mengarahkan mereka menuju tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu maka perhatian terhadap hak-hak anak menjadi suatu keharusan untuk mewujudkan cita-cita ini yaitu menciptakan generasi-generasi masa depan yang berkualitas untuk mengemban dan melanjutkan masa depan keluarga serta bangsanya. Kenyataannya apa yang terjadi pada saat ini, banyak anak yang seharusnya mendapat perlindungan serta kasih sayang dari orang tuanya telah melangkah Universitas Sumatera Utara 2 menjadi anak jalanan yang melakukan berbagai aktifitas di jalanan yang tidak seharusnya mereka lakukan pada usia mereka yang masih belia. Hidup menjadi anak jalanan bukanlah merupakan harapan dan cita-cita seorang anak, tidak ada seorang anakpun yang dilahirkan bercita-cita menjadi anak jalanan. Anak merupakan bagian dari komunitas seluruh manusia di muka bumi tidak terkecuali anak jalanan. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari berbagai faktor-faktor yang menyebabkan mereka harus turun kejalanan menjadi anak jalanan. Anak jalanan umumnya sering ditemui oleh masyarakat didaerah perkotaan. Penanganan anak jalanan dan pemenuhan hak-hak anak oleh pemerintah belum melekat dalam diri anak jalanan. Sementara razia-razia yang dilakukan oleh petugas cenderung bersifat refresif yang secara nyata melanggar hak anak untuk mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan. Kebijakan yang ada untuk menangani anak jalanan terjadi diskriminasi dan marginalisasi anak jalanan yang semakin menjauhkan mereka dari hak-hak yang semestinya mereka peroleh. UU No. 23 Tahun 2002 Pasal 4 Tentang Perlindungan Anak menegaskan setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Fenomena anak jalanan sebenarnya sudah menjadi perhatian tersendiri, namun saat ini semakin menjadi perhatian dunia seiring dengan terus meningkatnya jumlah anak jalanan diberbagai kota besar dunia. Menurut Rajani dan Kudrati dalam Nurhadjadmo, 1999:1, di Dakka terdapat 45 ribu anak jalanan, sementara di Metro Manila jumlahnya mencapai 50 hingga 60 ribu anak jalanan, dilaporkan juga berdasarkan data YKAI tahun 1990 bahwa di negara Universitas Sumatera Utara 3 sedang berkembang di kawasan Asia, Afrika, maupun Amerika Latin jumlah anak jalanan semakin meningkat. Di Asia tercatat sedikitnya 25 hingga 30 juta anak jalan. Angka ini diperkirakan akan meningkat dua kali lipat dalam 30 tahun mendatang. Begitu juga di Indonesia keberadaan anak jalanan semakin meningkat, menurut Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial, pada tahun 2004 jumlah anak jalanan mencapai 98.113 anak. Pada tahun 2006, jumlah ini meningkat mencapai 144.889 anak yang tersebar di 33 provinsi Indonesia Suhartini Panjaitan, 2009:216. Pada tahun 2007 diperkirakan terdapat 104.497 anak, bahkan mungkin lebih, yang menghabiskan waktu produktifnya di jalanan. Berdasarkan data Kementrian Sosial, pada tahun 2011 terdapat 230.000 anak jalanan di Indonesia. Dapat dilihat bahwa pertambahan jumlah anak jalan di Indonesia semakin meningkat dalam hal kuantitas. Trend peningkatan jumlah ini tentu saja akan memberikan dampak dan masalah baik kepada lingkungan sosial maupun kepada anak jalanan itu sendiri. http:m.tribunnews.comnasional20110825jumlah-anak-jalanan-230-ribu-di- Indonesia. Diakses pada 22:00 WIB. Selasa 3 Maret 2015. Tingginya jumlah anak jalanan tersebut kontradiktif dengan Undang- Undang tentang Kesejahteraan Anak UU No. 4 tahun 1979 yang ditetapkan jauh sebelum konvensi hak-hak anak diratifikasi. Dalam UU tersebut dirumuskan perihal hak-hak anak yang perlu dikedepankan, yang menegaskan bahwa anak berhak atas kesejahteraan perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang dalam keluarga maupun dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembangnya secara wajar. Anak juga berhak atas pelayanan untuk Universitas Sumatera Utara 4 mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa untuk menjadi warga negara yang berguna. Selanjutnya anak juga berhak mendapatkan perlindungan terhadap lingkungan yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar. Siregar dalam Siregar dkk, 2006:23. Jumlah anak jalanan di Sumatera Utara, tercatat sebanyak 2.867 anak jalanan yang tersebar di 5 kota, yakni Medan 663 anak, Dairi 530 anak, Tapanuli Tengah 225 anak, Nias Selatan 224 anak, dan Tanah Karo 157 anak. Sisanya tersebar di 25 KabupatenKota lainnya. Sebagian besar keberadaan anak jalanan tersebut tersebar di tempat-tempat seperti persimpangan- persimpangan jalan utama kota lampu merah, pasar tradisional, terminal- terminal bus dan pusat-pusat keramaian lainnya PKPA, 2011:2. Jumlah anak jalanan terus meningkat dari tahun ketahun, hal ini merupakan sebuah masalah yang sangat mengkhawatirkan, mengingat betapa pentingnya posisi anak tersebut sebagai generasi pemuda penerus bangsa. Banyak hal yang menjadi faktor pendorong seorang anak menjadi anak jalanan, salah satunya adalah masalah kemiskinan yang tentu saja bukanlah hal baru di Indonesia. Menurut data dari Badan Pusat Statistik BPS Sumut tahun 2007 menyebutkan, bahwa jumlah penduduk miskin perkotaan hingga bulan Juni 2007 tercatat 47,11 persen dari 1,768 juta jiwa. Walaupun pada dasarnya bukan hanya masalah ekonomi dan kemiskinan saja yang menyebabkan seorang anak menjadi anak jalanan, akan tetapi banyak faktor - faktor lainnya yang meyebabkan anak turun kejalanan untuk menjadi anak jalanan. http:yayasan-kksp. Universitas Sumatera Utara 5 blogspot.com200708anak-jalanan-harus-diberi-pendidikan.html. Diakses pada 21.00 WIB. Rabu 4 Maret 2015. Terdapat berbagai faktor resiko menyebabkan anak turun ke jalanan, seperti tekanan kemiskinan yang mengharuskan anak-anak mereka turun kejalan, anak menyadari kondisi keluarga dalam keadaan miskin, mendapatkan kekerasan dari orang tua, maupun faktor lingkungan sosial si anak, seperti ajakan atau mengikuti teman sebayanya. Kondisi tersebut mendorong munculnya fenomena anak jalanan dilingkungan perkotaan YPLS Humana, 2006: 14. Sebagian besar dari anak jalanan beranggapan bahwa mereka lebih baik bekerja dan mencari uang daripada pergi ke sekolah, karena malas berfikir. Apalagi mereka bisa mendapatkan uang dari kegiatan yang mereka lakukan dijalan. Akibatnya dapat ditebak anak-anak jalanan menjadi malas diajak kehabitat “normal” seperti pada umumnya anak seusia mereka, misalnya untuk bersekolah, mereka lebih menikmati bermain dan mencari uang di jalan. Walau demikian jalanan tetap bukanlah tempat yang baik bagi anak-anak. Karena dengan mereka menjalankan sebagian besar waktunya dijalanan hal itu akan memberi dampak yang kurang baik bagi perkembangan diri mereka. Banyak hal-hal negative yang ada dijalanan seperti tindak-tindak kriminalitas serta kekerasan yang dapat merasuk kedalam perilaku anak-anak jalanan tersebut, mengingat pada usia anak-anak dan remajalah karakter seorang anak akan terbentuk yang akan mempengaruhi bagaimana perilakunya dimasa depan ketika mereka dewasa. Kota Binjai dahulunya sangat jarang dijumpai anak jalanan akan tetapi sejak Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah anak Universitas Sumatera Utara 6 jalanan. Anak jalanan sekarang semakin menjamur dan mudah ditemui di Kota Binjai yang sebagian besar terbagi ditiga titik daerah yaitu di Lampu Merah Tanah Lapang Merdeka Binjai, Pasar Kaget Binjai dan sebagian lainnya dipelataran- pelataran toko di Jalan Jendral Sudirman. Kegiatan mereka pun beragam mulai dari meminta-minta, mengamen serta berdagang asongan. Kegiatan tersebut dimulai dari sekitar pukul 12.30 WIB. Bahkan, aktivitas anak jalanan itu berlanjut hingga malam serta pagi dinihari. Namun Keberadaan mereka terkesan luput dari pantauan Pemko Binjai, dalam hal ini Dinas Sosial Kota Binjai. http:sumutpos.co20130225370anak-jalanan-semakin-menjamur-di-kota- binjai. Diakses pada 11.00 WIB. Rabu 4 Maret 2015. Menurut data yang diperoleh dari Dinas Sosial Kota Binjai, di Kota binjai pada tahun 2014 tercatat ada 69 anak jalanan. Dimana anak jalanan tersebut sebagian besar beraktivitas sebagai peminta-minta, mengamen serta berdagang asongan. Mereka tersebar melakukan aktivitas-aktivitasnya dipusat kota dan di tempat keramaian yang ada di Kota Binjai Dinas Sosial Kota Binjai, 2014. Secara statistik, memang sulit untuk memastikan jumlah yang akurat mengenai populasi anak jalanan PKPA, 2011:2. Hal ini belum lagi termasuk anak yang rentan menjadi anak jalanan. Ini mengindikasikan bahwa jumlah anak jalanan sebenarnya membentuk fenomena gunung es, dimana jumlah anak jalanan yang ditemukan di jalan, sebenarnya lebih sedikit daripada yang tidak diketahui. Fenomena ini terjadi hampir di setiap kota-kota termasuk kota Binjai. Pentingnya posisi anak sebagai penerus bangsa sudah seharusnya diperhatikan betul hak – haknya agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Adanya undang – undang yang mengatur tentang perlindungan anak Universitas Sumatera Utara 7 seharusnya dapat membantu menjamin memberikan perlindungan kepada anak tersebut agar mereka dapat hidup dengan layak, namun pada kenyataannya, masih banyak anak yang hidup dalam kondisi yang tidak dapat terpenuhi kebutuhannya, terutama mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu, sehingga terpaksa bekerja demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Pemenuhan kebutuhan ekonomi, sering kali dijadikan alasan utama dari keberadaan anak jalanan. Dengan menggunakan sebagian besar waktunya untuk beraktivitas dijalan, anak sering kali dihadapkan pada situasi yang tidak menguntungkan dan sangat rentan terhadap berbagai persoalan sosial yang dapat mempengaruhi kualitas perkembangan fisik dan psikis mereka Sanie, 2006:1. Penelitian ini penting dilakukan dalam rangka untuk mengetahui masalah apa saja yang sebenarnya menjadi faktor anak menjadi anak jalanan di Kota Binjai, sehingga diharapkan dapat menemukan berbagai pendekatan dan solusi yang tepat dalam menangani permasalahan anak menjadi anak jalanan sesuai yang berkenaan dengan faktor-faktor yang ada tersebut. Berdasarkan pemaparan-pemaparan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti merasa tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai masalah apa yang menjadi faktor dominan penyebab anak menjadi anak jalanan di Kota Binjai dalam bentuk skripsi dengan judul “Faktor Dominan Penyebab Anak Menjadi Anak jalanan di Kota Binjai”.

1.2. Perumusan Masalah