32
2.3. Pendekatan Penyelesaian Anak Jalanan
Berbagai upaya yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam usaha mengatasi anak jalanan di perkotaan dilaksanakan dengan melibatkan semua
unsur yang terkait baik instansi pemerintah, International Labour Organization ILO maupun organisasi kemasyarkatan non pemerintah NGO yang fokus
dalam upaya pendampingan dan perlindungan pekerja anak Jauchar, 2008:155. Sementara itu Twikromo 1999 dalam Jauchar, 2008:155, melihat bahwa
setidaknya ada dua pendekatan yang lazim digunakan dalam menanggulangi masalah anak jalanan yaitu: Pertama, Penanggulangan preventif. Biasanya dibawa
kesituasi formal, cara semacam ini cenderung dilaksanakan didalam kelas dengan jumlah peserta yang cukup besar, seperti situasi formal yang mana bimbingan,
latihan dan pendekatan bisa diselenggarakan secara individual di jalan-jalan, dan Kedua, Penanggulangan represif. Dilakukan secara terorganisir dan instansi
pemerintah untuk mengurangi atau mencegah meluasnya pengaruh masalah anak jalanan seperti razia. Upaya penanggulangan secara represif biasanya
dilaksanakan oleh pemerintah kota ketika melihat aktifitas anak jalanan telah menggangu ketertiban umumperkotaan.
Menurut Jauchar 2008: 161-163, guna mengatasi permasalahan anak jalan, terdapat tiga startegi penanggulangan anak jalanan melalui identifikasi dan
pengembangan kelompok sasaran yang diharapkan mampu mengakomodir beebagai segmen usia yang ada dalam anak jalanan. Ketiga strategi itu adalah:
1. Pengembangan pendidikan formalnon formal 2. Pengembangan kemampuan permodalan
3. Pengembangan kelembagaan ekonomi kerakyatan.
Universitas Sumatera Utara
33 Strategi pertama berupa pengembangan pendidikan formalnon formal
lebih diajukan pada anak-anak jalanan usia sekolah 5-9 tahun dan 10-14 tahun yaitu agar mereka tetap dapat melanjutkan sekolahnya dan berada dalam
lingkungan sekolah dan keluarga. Dalam strategi ini instansi terkait tidak hanya bekerja sendiri, akan tetapi juga menjalin kerjasama dengan lembaga swadaya
masyarakat yang fokus dalam bidang pendampingan dan perlindungan anak. Strategi kedua terkait dengan kemampuan permodalan yang ditujukan
pada anak-anak jalanan yang sudah dro out dari sekolah dan usia sudah tidak memungkinkan untuk melanjutkan sekolah. Melalui strategi ini anak -anak jalanan
diberi pelatihan keterampilan dan permodalan baik secara kelompok maupun perorangan. Upaya pengembangan strategi ini dilaksanakan dengan pola
kemitraan dengan lembaga-lembaga terkait yang memilik kompetensi dalam bidang usaha tertentu. Usia anak jalanan yang mendapatkan program ini terutama
bagi mereka yang berusia antara 16-19 tahun. Hal ini dilaksanakan dengan asumsi bahwa mereka akan segera memasuki masa remaja yang berarti pola pikir mereka
diharapkan dapat berkembanga untuk beralih berwirausaha dan tidak lagi berada di jalanan.
Strategi ketiga adalah pengembangan kelembagaan ekonomi kerakyatan. Anak-anak jalanan yang semula berusaha secara individu, didorong agar mau
berusaha secara berkelompok maupun perorangan. Pembentukan kelompok maupun jenis usaha yang akan dilaksanakan hendaknya muncul dari aspirasi
mereka sendiri. Peran institusi pemerintah maupun
lembaga-lembaga pemberdayaan dilaksanakan terbatas pada upaya pendampingan dan monitoring
saja. Hal ini dimaksudkan untuk tidak memberikan penekanan kepada anak
Universitas Sumatera Utara
34 bimbingan sehingga keterlibatan mereka dalam kelompok murni karena kesaan
visi dan sehingga terjalin susana kondusif dalam melaksanakan usaha-usahanya.
2.4.Kerangka Pemikiran
Pemenuhan kebutuhan perlindungan anak, baik itu perlindungan, perawatan, hak asuh, dan kebutuhannya sering terkendala oleh berbagai faktor
yang menyebabkan anak turun ke jalan. Berbagai faktor tersebut dibagi dalam tiga tingkatan, yakni tingkat mikro, tingkat messo, dan tingkat makro.
Tingkat mikro memberikan penjelasan bahwa anak memilih untuk turun ke jalanan lebih dilatar belakangi oleh anak itu sendiri, yaitu seperti lari dari
rumah sebagai contoh anak yang selalu hidup dengan orang tua yang terbiasa dengan menggunakan kekerasan, seperti sering menampar, memukul, menganiaya
karena kesalahan kecil, jika sudah melampaui batas toleransi anak, maka anak cenderung memilih keluar dari rumah dan hidup di jalanan, disuruh bekerja
dengan kondisi masih sekolah atau disuruh putus sekolah, berpetualang, atau bermain-main. Sebab-sebab yang berasal dari keluarga adalah penelantaraan,
ketidakmampuan orang tua menyediakan kebutuhan dasar, salah perawatan dari orang tua sehingga mengalami kekerasan di rumah childabuse, serta kesulitan
berhubungan dengan keluarga karena terpisah dari orang tua. Permasalahan atau sebab-sebab yang timbul baik dari anak maupun keluarga ini saling terkait satu
sama lain. Tingkat messo memberikan penjelasan bahwa anak turun ke jalanan
dilatar belakangi oleh faktor masyarakat lingkungan sosial seperti kebiasaan yang mengajarkan untuk bekerja, sehingga susatu saat menjadi keharusan
Universitas Sumatera Utara
35 kemudian meninggalkan sekolah. Sebab-sebab yang dapat diidentifikasikan ialah
pada komunitas masyarakat miskin, anak-anak adalah aset untuk membantu meningkatknan ekonomi keluarga. Oleh karena itu anak-anak diajarkan untuk
bekerja pada masyarakat lain seperti pergi ke kota untuk bekerja, hal ini sudah menjadi kebiasaan pada masyarakat dewasa dan anak-anak.
Tingkat yang terakhir, yakni tingkat makro memberikan penjelasan seperti peluang pekerjaan pada sektor informal yang tidak terlalu membutuhkan modal
dan keahlian besar, biaya pendidikan yang tinggi dan perilaku guru yang diskriminatif, dan belum adanya kesamaan persepsi instansi pemerintah terhadap
anak jalanan. Oleh karenanya, anak dengan keterbatasan kemampuan yang dimilikinya cenderung memilih untuk turun ke jalanan yang tidak memerlukan
keahlian besar.
Universitas Sumatera Utara
36 Untuk memperjelas alur pemikiran tersebut, Peneliti membuat bagan yang
menggunakan kerangka pemikiran tersebut sebagai berikut:
Bagan Alur Pikir
Anak
Tingkat Mikro: Anak dan Keluarga
Tingkat Meso: Lingkungan Sosial
Tingkat Makro: Peluang pekerjaan,
pendidikan, dan pemerintah
Anak Jalanan Faktor yang mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
37
2.5. Definisi Konsep