20 kekerasan, penolakan, penyiksaan, dan perceraian orang tua. Umumnya
mereka tidak mau kembali ke rumah, kehidupan anak jalanan dan solidaritas sesama temannya telah menjadi ikatan mereka.
2. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya. Mereka adalah anak yang bekerja di jalanan children on the street. Mereka sering
kali di identifikasikan sebagai pekerja migrant kota yang pulang tidak teratur kepada orang tuanya di kampung. Pada umumnya mereka bekerja
dari pagi sampai sore hari seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen, tukang ojek payung, dan kuli panggul. Tempat tinggal mereka
dilingkungan kumuh bersama dengan saudara atau teman-teman senasib. 3. Anak-anak yang berhubungan langsung dengan orang tua. Mereka tinggal
dengan orang tuanya, bebrapa jam di jalanan karena ajakan dari teman, belajar mandiri, membantu orang tua dan disuruh oleh orang tua. Aktivitas
mereka yang paling menyolok adalah berjualan koran. 4. Anak-anak jalanan yang berusia diatas 16 tahun. Mereka berada di jalanan
untuk mencari kerja. Umumnya mereka telah lulus SD bahkan ada yang lulus SLTP. Mereka biasanya kaum urban yang mengikuti orang dewasa
orang tua maupun saudara ke kota. Pekerjaan mereka biasanya mencuci bus, menyemir sepatu, membawa barang belanjaan kuli panggul,
pengasong, pengamen, pengemis, dan pemulung.
2.2.3. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Anak Jalanan
Pada awal kajian tentang anak jalanan, persoalan kemiskinan ekonomi keluarga sering disebut sebagai penyebab utama munculnya anak jalanan.
Universitas Sumatera Utara
21 Belakangan statement ini mulai diperdebatkan, karena tidak semua keluarga
miskin menghasilkan anak jalanan. Kemiskinan kemudian dipandang sebagai salah satu faktor beresiko yang memunculkan anak jalanan tetapi bukan satu -
satunya. Ada variabel lain yang saling merajut, seperti kekerasan dalam rumah tangga, perpecahan dalam keluarga, atau pengaruh lingkungan YLPS HUMANA,
2004:14. Hubungan kemiskinan dengan faktor-faktor lain yang membuat anak-anak
beresiko turun ke jalan dapat dijelaskan sebagai berikut: tekanan ekonomi akibat kemiskinan membuat orang tua mengharuskan anak-anak mereka turut
menanggung beban keluarga. Atau, anak-anak yang menyadari kondisi sosial keluarganya miskin, kemudian ikut membantu memenuhi kebutuhan keluarga
dengan cara bekerja, baik di jalanan atau tempat lainnya. Ada pula anak-anak dari keluarga miskin tersebut yang turun ke jalan setelah mendapat kekerasan dari
orang tua atau karena masalah lain seperti perceraian orang tua. Selain itu, faktor lingkungan sosial seperti diajak teman atau ikut dengan teman menajdi pendorong
munculnya fenomena anak jalanan. Maka dapatlah disimpulkan bahwa faktor- faktor yang membuat anak beresiko menjadi anak jalanan antara lain: Faktor
keluarga dan faktor lingkungan yang dijelaskan sebagai berikut: 1. Faktor keluarga
Keluarga adalah kelompok primer yang paling penting didalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan
wanita, perhubungan dimana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Jadi keluarga dalam bentuk murni merupakan suatu
Universitas Sumatera Utara
22 kesatuan sosial yang terdiri dari suami istri dan anak-anak yang belum dewasa
Hartono dan Azis, 2008:79. Dalam faktor keluarga dibagi menjadi dua, yaitu: a. Persoalan ekonomi keluarga
Kondisi ekonomi keluarga yang miskin seringkali dipahami sebagai faktor utama yang memaksa anak untuk turun ke jalan. Akibat kemiskinanan atau
faktor ekonomi tersebut, anak terpaksa mencari nafkah untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya atau untuk kebutuhan pribadinya,
sehingga banyak anak yang putus sekolah dan turun ke jalan untuk bekerja sebagai pengamen, pengemis, dan lain-lain.
b. Kekerasan dalam keluarga Kekerasan dalam keluarga adalah salah satu faktor yang mendorong anak
lari dari rumah dan pergi ke jalan. Tindak kekerasan yang dilakukan anggota keluarga terhadap anak memang dapat terjadi di semua lapisan sosial
masyarakat. Namun, pada lapisan bawah, kemungkinan terjadinya kekerasan lebih besar dengan tipe yang lebih beragam.
Kekerasan terhadap anak dapat terkait dengan masalah ekonomi. Hali ini bisa terjadi ketika sebuah keluarga mengalami berbagai masalah akibat beban
ekonomi yang tidak tertahankan. Sebagian atau seluruh masalah keluarga itu kemudian terpaksa dibebankan pada anak-anak mereka. Bentuk pelimpahan
beban itu bukan saja memaksa anak bekerja, tetapi bisa juga menjadikan anak sebagai sasaran kekesalan terhadap keadaan. Ketika si anak sudah menjadi
sasaran kekesalan, maka tindak kekerasan sangat mungkin akan dilakukan orang tua terhadap anak-anak mereka.
Universitas Sumatera Utara
23 Menurut Gunarsa dalam Zulfadli, 2004:8, keluarga sebagai landasan bagi
anak yang memberikan macam bentuk dasar: 1. Didalam keluarga yang teratur dengan baik dan sejahtera, seseorang anak
akan memperoleh latihan-latihan dasar dalam mengembangkan sikap sosial yang baik dan kebiasaan berprilaku. Misalnya anak belajar
melakukan tugas-tugas tertentu dan mengikuti tata cara keluarganya, belajar disiplin diri dan disiplin waktu agar kelak kebiasaan disiplin
terbentuk dan memudahkan anak dalam pergaulan dan hubungan sosial dengan temen-teman, serta mendukung kelancaran perkembangan
kongkrit dan prestasi. 2. Didalam keluarga dan hubungan-hubungan antar anggota keluarga
membentuk pola penyesuaian sebagai dasar bagi hubungan sosial dan interaksi yang lebih luas. Anak akan belajar dari latihan-latihan dasar
mengembangkan sikap-sikap sosial yang baik. Kebiasaan-kebiasaan bertingkah laku yang memudahkan terbentuknya perilaku tanpa keragu-
raguan, tanpa pertarungan motif dan konflik yang terlalu lama. 3. Didalam ikatan keluarga yang akrab dan hangat, seorang anak akan
memperoleh pengertian tentang hak, kewajiban, tanggung jawab yang diharapkan. Dalam keluarga anak juga bisa belajar mengenai kewibawaan
dan sikap ototriter dari yang lebih tua, anak belajar mematuhi peraturan tatacara keluarga.
4. Didalam keluarga anak akan mengalami peristiwa yang menyenangkan, menyedihkan, penolakan, belas kasih dan frustasi. Keluarga sangat penting
bagi pembentukan pribadi anak. Suasana keluarga mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
24 perkembangan emosi, respon, kepercayaan anak, remaja, dan orang
dewasa. Menurut BKKBN 2011, terdapat fungsi-fungsi yang seharusnya berjalan
didalam kehidupan keluarga. Fungsi yang dimaksud tersebut dikenal sebagai “Delapan Fungsi Keluarga”, yaitu:
1. Pertama fungsi “Agama”, yang mempunyai makna bahwa keluarga adalah
wahana pembinaan kehidupan ber Agama yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Setiap langkah yang dilakukan oleh setiap
anggota keluarga hendaknya selalu berpijak pada tuntunan agama yang dianutnya. Dalam menerapkan fungsi Agama, yang tidak boleh diabaikan
salah satunya adalah toleransi ber-agama, mengingat bahwa kita hidup dinegara yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan mempunyai
kepercayaan dan agama yang sangat beragam. 2.
Kedua “Fungsi Sosial Budaya” yang mempunyai makna bahwa keluarga adalah menjadi wahana pembinaan dan persemaian nilai-nilai luhur
budaya yang selama ini menjadi panutan dalam tata kehidupan mereka. Sehingga nilai luhur yang selama ini sudah menjadi panutan dalam
kehidupan bangsa tetap dapat dipertahankan dan dipelihara. 3.
Ketiga “Fungsi Cinta Kasih” yang mempunyai makna bahwa keluarga harus menjadi tempat untuk menciptakan suasana cinta dan kasih sayang
dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarkat, berbangsa dan bernegara. Dalam kehidupan keluarga cinta kasih dan kasih saynag antara anggota
keluarga akan dapat menumbuhkan rasa bertanggung jawab yang besar terhadap keharmonisan keluarga tersebut, sehingga setiap anggota
Universitas Sumatera Utara
25 keluarga akan selalu menjaga komitmen yang telah dibuat bersama,
demikian juga dalam kehidupan bermasyarakat, dengan fungsi ini akan menumbuhkan keharmonisan dalam bertetangga dan bermasyarakat.
4. Keempat “Fungsi Perlindungan” yang mempunyai makna bahwa keluarga
itu merupakan wahana terciptnanya suasana aman, nyaman, damai dan adil bagi seluruh anggota keluarganya. Sehingga setiap anggota keluarga
akan selalu merasa bahwa tempat yang paling baik dan pantas adalah didalam lingkungan keluarganya sendiri, dan ini tentu sangat membantu
dalam menghadapi segala tantangan yang muncul dalam kehidupannya. 5.
Kelima “Fungsi Reproduksi” yang mempunyai makna bahwa didalam keluarga tempat diterapkannya cara hidup sehat, khususnya dalam
kehidupan reproduksi. Diharpkan setiap anggota keluarga harus memahami cara hidup sehat dan mengerti tentang kesehatan
reproduksinya. Oleh sebab itu pemahaman dan pengetahuan tentang alat kontrasepsi, alat kontrasepsi rasional, pengetahuan lain tentang penyiapan
kehidupan berkeluarga bagi remaja, tentang ketahanan keluarga melalui bina-bina yang tentu wajib harus dimiliki.
6. Keenam “Fungsi Pendidikan” yang mempunyai makna bahwa keluarga
adalah wahana terbaik dalam proses sosialisasi dan pendidikan bagi anak- anaknya. Pendidikan dalam keluarga ini sebetulnya adalah pendidikan inti
yang menjadi fondasi untuk perkembangan anak. Sedangkan pendidikan yang diperoleh dari sekolah maupun dari lingkungan sebetulnya hanya
merupakan sebagian dari pendidikan yang diperlukan.
Universitas Sumatera Utara
26 7.
Ketujuh “Fungsi Ekonomi” yang mempunyai makna, bahwa keluarga tempat membina kualitas kehidupan ekonomi, dan kesejahteraan keluarga.
Setiap anggota keluarganya punya kewajiban yang sama untuk melakukanan kegiatan yang akan menambah kesejahteraan keluarga. Ini
mempunyai makna bahwa seluaruh anggota keluarga dapat bersikap ekonomis, realistis dan mau berjuang untuk peningkatan kesejahteraan
keluarga. 8.
Kedelapan “Fungsi Lingkungan” yang mempunyai makna, bahwa kelaurga adalah wahana untuk menciptakan warganya yang mampu hidup
harmonis dengan lingkungan masyarakat sektitar dan alam, dalam bentuk keharmonisan antar anggota keluarga, keharmonisan dengan tetangga serta
keharmonisanterhadapalam sekitarnya. http:www.bkkbn.go.idViewArtikel.aspx?ArtikelIID=35. Diakses pada
13:00 WIB. 6 Maret 2015.
2. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor pendorong anak turun ke
jalan. Adakalanya sebelum terpengaruh faktor lingkungan, seorang anak memang berasal dari keluarga kurang mampu, sehingga faktor lingkungan, seperti diajak
teman atau bermasalah disekolah, menjadi penguat alasan untuk turun ke jalanan. Namun demikian, banyak ditemukan kasus anak jalanan yang bukan berasal dari
keluarga miskin dan tidak mengalami kekerasan dalam keluarga, tetapi justu terpengaruh lingkungan sehingga menjadi anak jalanan. Hal yang disebut terakhir
Universitas Sumatera Utara
27 ini umumnya identik dengan soal gaya hidup dan kehendak si anak sendiri untuk
mencari kebebasan YLPS HUMANA, 2004:14. Selanjut menurut Surjana dalam Siregar, dkk., 2006:26 menyebutkan
bahwa faktor yang mendorong anak turun ke jalan terbagi dalam tiga tingkatan, yakni:
1. Tingkat mikro immediate causes, yaitu faktor yang berhubungan dengan anak dan keluarga. Sebab-sebab yang bisa diidentifikasikan dari anak
adalah lari dari rumah sebagai contoh anak yang selalu hidup dengan orang tua yang terbiasa dengan mengunakan kekerasan, seperti sering
menampar, memukul, menganiaya karena kesalahan kecil, jika sudah melampaui batas toleransi anak, maka anak cenderung memilih keluar dari
rumah dan hidup di jalanan, disuruh bekerja dengan kondisi masih sekolah atau disuruh putus sekolah, dalam rangka bertualang, bermain-
main atau diajak teman. Sebab-sebab yang berasal dari keluarga adalah terlantar, ketidakmampuan orang tua menyediakan kebutuhan dasar, salah
perawatan dari orang tua sehingga mengalami kekerasan di rumah childabuse kesulitan berhubungan dengan keluarga karena terpisah dari
orang tua. Permasalahan atau sebab-sebab yang timbul baik dari anak maupun keluarga ini salaing terkait satu sama lain.
2. Tingkat meso underlying cause, yaitu anak turun ke jalanan dilatar belakangi oleh faktor di masyarakat seperti kebiasaan mengajarkan untuk
bekerja sehingga suatu saat menjadi keharusan kemudian meninggalkan sekolah. Sebab-sebab yang dapat diidentifikasikan ialah pada komunitas
Universitas Sumatera Utara
28 masyarakat miskin, anak-anak adalah aset untuk membantu meningkatkan
ekonomi keluarga. Menurut Suparlan, 1993 dalam Pramuchtia, 2008:11, sekali
kebudayaan kemiskinan
tersebut tumbuh,
ia cenderung
melanggengkan dirinya dari generasi ke generasi melalui pengaruhnya terhadap anak-anak. Ketika anak-anak di wilayah slum brumur enam atau
tujuh tahu, mereka biasanya menyerap nilai-nilai dasar dan sikap-sikap dari sub-kebudayaan mereka dan secara kejiwaan tidak sanggup
memanfaatkan kondisi-kondisi perubahan dan memberikan kesempatan- kesempatan yang mungkin terjadi dalam hidup mereka. Hal ini terlihat
dari penelitian Handoyo dkk, 2004 dalam Pramuchtia, 2008:11, bahwa anak jalanan yang turun ke jalan pada usia dini 3 sampai 10 tahun adalah
mereka yang mengikuti aktivitas orang mencari nafkah.
3. Tingkat makro basic cause, memberikan penjelasan seperti peluang pekerjaan pada sektor informal yang tidak terlalu membutuhkan modal
dan keahlian besar, urbanisasi, biaya pendidikan yang tinggi, dan belum adanya kesamaan persepsi instansi pemerintah terhadap anak jalanan. Oleh
karenanya, anak dengan keterbatasan kemampuan yang dimilikinya cenderung memilih untuk turun ke jalanan yang tidak memerlukan
keahlian besar.
Lubis, dkk, 2006, kemudian menjelaskan beberapa faktor berpengaruh terhadap anak turun ke jalanan ialah faktor kemiskinan dan faktor sosial.
1. Faktor Kemiskinan
Universitas Sumatera Utara
29 Kemiskinan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan anak-anak ke
jalanan. Hal tersebut terjadi karena adanya keluarga anak jalanan yang merasa tidak mampu memberikan hak dasar untuk tumbuh kembang anak.
Alasan-alasan tersebut antara lain: a. Jumlah beban anggota keluarga lebih tinggi dibandingkan dengan
pendapatan orang tua. b. Ketidakmampuan keluarga mengelola keuangan untuk melihat
prioritas pengeluaran rumah tangga. c. Urbanisasi, yakni kota yang padat penduduknya dan banyak keluarga
bermasalah, baik masalah ekonomi, sosial dan pendidikan rendah membuat sebagian anak-anak mereka turun ke jalan.
2. Faktor sosial Beberapa faktor sosial yang mempengaruhi anak turun ke jalan antara lain:
a. Adanya pembiaran dari orang tua terhadap anak yang meninggalkan sekolah dan menimati kehidupan jalanan. Orang tua berfikir pragmatis,
ketika anak mampu mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maka hal tersebut dirasa sangat menguntungkan, apalagi
anak bisa memberikan setoran kepada orang tua maka pujianpun akan diberikan.
b. Anak-anak sejak usia dini telah diperkenalkan dengan kehidupan jalanan, kondisi tersebut berpengaruh terhadap perkembangan fisik,
psikologis dan perilaku anak.
Universitas Sumatera Utara
30 c. Anak tidak menemukan tempat yang menyenangkan untuk bermain,
belajar dan berinteraksi sosial dengan teman-temannya. Anak-anak kecewa dengan kehidupan keluarga dan sekolah yang tidak menjawab
kepentingan dan kebutuhan anak. d. Anak-anak tidak mendapat perhatian, kasih sayan dan perlindungan
dari tindakan eksploitasi serta kekerasan di dalam rumah tangga. Kemudian anak memilih jalan pintas lari dari rumah meski tanpa
tempat tujuan yang pasti PKPA, 2011:26.
2.2.4. Resiko Anak Jalanan