Simpulan Peran Media Massa—Bali Post—terhadap Tumbuh Kembang Sastra

15 klasik, seperti sastra tradisional Bali atau Jawa Kuna. Jarang sekali orang mengenal bahwa Bali juga ladang luas tempat tumbuh suburnya sastra Indonesia modern sejak dulu sampai sekarang. Koran Bali Post memuat cerpen dengan keterbatasan tempat sehingga kualitas cerita kadang masih menimbulkan sebuah tanya. Namun, paling tidak media seperti Bali Post memberi peluang budaya pop dan sastra koran masih menunjukkan eksistensi. Bahkan, tidak perlu dipertanyakan lagi kehadiran Bali Post dalam mengangkat cerpen yang di dalam ceritanya memberikan gambaran kebudayaan yang multikultural dan plural.

5. Simpulan

Representasi cerpen dan puisi Bali Post November 2009—Desember 2010 merupakan bentuk perwujudan memahami media populer sebagai budaya pop. Sebagai kajian lintas disiplin dan bertolak dari perspektif ideologis, kajian budaya dan media massa cultural studies and media secara kritis akan mengkaji proses-proses budaya alternatif pada media dalam menghadapi arus budaya. Secara lebih spesifik adalah untuk memahami apa yang menyebabkan budaya alternatif itu tumbuh atau atas ketidakberdayaan dalam menerima arus budaya globalisasi dari kemajuan teknologi informasi. Masalah yang mencolok pada cerpen dan puisi Bali Post, umumnya sangat prinsip, paling tidak merupakan akumulasi kesadaran dan hasil konstruksi kebudayaan masyarakat Bali. Relasi budaya massa dan media massa dengan kekuasaan dan politik, lebih banyak merepresentasikan kondisi kelompok-kelompok sosial masyarakat yang terpinggirkan, terutama kelompok kelas, gender, dan ras pada kultur tertentu. Pada konstelasi ini pengetahuan tidak pernah dipandang sebagai sebuah fenomena yang bersifat netral atau objektif. Ciri budaya massa dan media yang di anggap menonjol, di antaranya persoalan diskursif yang selalu mengedepankan di lingkungan masyarakat kontemporer yang dilihat dari sudut pandang perspektif budaya popular. Budaya tersebut berkaitan dengan makna-makna sosial, yaitu beragam cara yang lazim digunakan untuk memahami kehidupan dengan tanda dan bahasa melalui karya sastra pada media komunikasi budaya dan media massa Bali Post. Daftar Pustaka Bandel, Katrin. 2009. “Sastra Koran di Indonesia”. Dalam Sastra, Perempuan, Seks. Yogyakarta: Jalasutra. Barker, Chris. 2000. Cultural Studies: Theory and Practice. London: Sage. Bonvillain, Nancy. 2003. Languge, Culture, and Communication: The Meaning of Message. 4 th Edition. New Jersey: Prentice Hall. 16 Hunter, Thomas M. 2011. “Sastra, Media, dan Refleksi Sosial Budaya”. Resensi buku A LiteraryMirror: Balinese Reflection on Modernity and Identity in the Twentieth Century, penulis I Nyoman Darma Putra. Kompas, 2011. Ibrahim, Idi Subandy. 2011. Budaya Populer sebagai Komunikasi: Dinamika Popscape dan Mediascape di Indonesia Kontemporer . Yogyakarta: Jalasutra. Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia. Kumara, D.G. 2010. “Leluhur Gentuh”. Cerpen terbitan Bali Post, halaman “Apresiasi”, halaman 16, Minggu, 17 Januari. Mahayana, Maman S. 2005. Sembilan Jawaban Sastra Indonesia: Sebuah Oreintasi Kritik. Jakarta: Bening Publising. Nimmo, Dan. 1989. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna. Yogyakarta: Jalasutra. Pradopo, Rahmat Djoko. 2005. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Putra, I Nyoman Darma. 2007. Wanita Bali Tempo Doeloe: Perspektif Masa Kini. Denpasar: Pustaka Larasan. _____________________. 2010. Tonggak Baru Sastra Bali Modern. Denpasar: Pustaka Larasan. ____________________. 2011. A LiteraryMirror: Balinese Reflection on Modernity and Identity in the Twentieth Century. Leiden: KITLV. Putra, I Ketut Mandala, dkk. 2008. Ensiklopedia Sastra di Bali. Denpasar: Balai Bahasa Denpasar. Putra, Komang Widiana. 2009. “Permainan Sunyi 1”. Cerpen terbitan Bali Post, halaman “Apresiasi”, halaman 16, Minggu, 22 November. Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rini, Alit S. 2009. “Dermaga Terpilih”. Puisi terbitan Bali Post, halaman “Apresiasi”, halaman 16, Minggu, 22 November. Setyawan, Budhi. 2010. ”Sebuah Prasasti yang Kusimpan”. Puisi terbitan Bali Post, halaman “Apresiasi”, halaman 16, Minggu, 6 Juni. ______________. 2010. “Wisanggeni”. Puisi terbitan Bali Post, halaman “Apresiasi”, halaman 16, Minggu, 6 Juni. Siregar, Ashadi. 2000. “Budaya Massa: Sebuah Catatan Konseptual tentang Produk Budaya dan Hiburan Massa” dalam Interkulturalisme dalam Teater. Yogyakarta: Yayasan untuk Indonesia. Soemandoyo, Priyo. 1999. Wacana Gender dan Layar Televisi. LP3Y dan Ford Foundation. Strinati, Dominic. 2009. Popular Culture: Pengantar Menuju Teori Budaya Populer. Terjemahan Abdul Muchid. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Storey, Jhon. 2010. Culture Studies dan Kajian Budaya Pop: Pengantar Komprehensif Teori dan Metode. Terjemahan Layli Rahmawati.Yogyakarta: Jalasutra. Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta; Gramedia. Y., Dewi Ketut. 2010. ”Gek”. Cerpen terbitan Bali Post, halaman “Apresiasi”, halaman 16, Minggu, 6 Juni. Yuliati, Made Ari. 2009. ”Calon Guru”. Cerpen terbitan Bali Post, halaman “Apresiasi”, halaman 16, Minggu, 1 November. Meningkatkan Kesadaran Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar dengan Media Sosial Wieke Gur Kongres Bahasa Indonesia X 28 ‐31 Oktober 2013, Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Wieke Gur ʹ Pengantar Makalah ini disusun sebagai salah satu bahan dan topik diskusi pada Kongres Bahasa Indonesia X, 2013 yang diselenggarakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada hari Senin‐ Kamis, 28‐31 Oktober 2013, di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam meningkatkan kesadaran berbahasa Indonesia yang baik dan benar di kalanagan masyarakat. Makalah ini, yang saya tulis berdasarkan pengalaman saya sebagai penggagas, pendiri dan pengelola Bahasakita tentunya masih jauh dari sempurna. Kritik dan masukan ‐masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini sangat saya harapkan. Wieke Gur. www.bahasakita.com Wieke Gur ͵ Penulis Wieke Gur adalah seorang konsultan bisnis di bidang pemasaran dan strategi lintas budaya khusus untuk hubungan antara Australia dan Indonesia. Wieke banyak membantu perusahaan‐perusahaan Australia yang yang berbisnis di dan dengan Indonesia serta sebaliknya. Wieke juga banyak bicara di forum‐ forum bisnis tentang pentingnya pe‐ngenalan budaya dan bahasa Indonesia sebagai salah satu unsur yang menentukan keberhasilan usaha di Indonesia. Untuk meningkatkan kesadaran berbahasa Indonesia yang baik dan benar di kalangan masyarakat Indonesia, lulusan FEUI ini percaya bahwa bahasa Indonesia harus diperlakukan seperti sebuah produk. Informasi tentang bahasa Indonesia harus dipasarkan seperti layaknya sebuah produk. Dikemas dengan menarik dan dikomunikasikan melalui media sosial, saluran komunikasi yang sangat dominan di kalangan generasi milenial dewasa ini. Pendiri dan pengelola situs bahasakita.com ini juga duduk sebagai anggota komite AIBC Australia Indonesia Business Council di Australia Barat. Wieke Gur Ͷ

Bagian 1 Kesadaran Berbahasa

Kesadaran berbahasa adalah sikap positif seseorang baik secara sendiri‐sendiri maupun secara bersama‐sama bertanggung jawab sehingga menimbulkan rasa memiliki suatu bahasa dan berkemauan untuk ikut membina dan mengembangkan bahasa itu. Kesadaran Kesadaran berasal dari kata “sadar” yang menurut kamus besar bahasa Indonesia KBBI, berarti insaf, merasa, tahu dan mengerti. Sedangkan “kesadaran” diartikan sebagai keinsyafan atau keadaan mengerti dan merupakan hal yang dirasakan atau dialami seseorang. Secara umum kesadaran merupakan suatu keinsyafan dalam diri manusia dan menjadi dasar untuk merefleksikan sesuatu. Berbahasa Berbahasa bukan sekedar menyusun kata‐kata. Berbahasa adalah proses penyampaian informasi dalam berkomunikasi. Penuturnya harus memiliki sikap bahasa yang positif. Garvin dan Mathiot 1968 merumuskan tiga ciri sikap bahasa yaitu: 1. Kesetiaan Bahasa Language Loyalty yang mendorong masyarakat suatu bahasa mempertahankan bahasanya dan apabila perlu mencegah adanya pengaruh bahasa lain. 2. Kebanggaan Bahasa Language Pride yang mendorong orang mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang identitas dan kesatuan masyarakat. 3. Kesadaran adanya norma atau kaidah bahasa Awareness Of The Norm yang mendorong orang menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan yaitu kegiatan menggunakan bahasa language use. Kesetiaan dan kebanggaan kita pada bahasa Indonesia sa‐ngat tergantung pada kesadaran adanya norma bahasa yang pada gilirannya menentukan kemampuan kita untuk mewujudkan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Apa dan bagaimana wujud bahasa Indonesia yang baik dan benar itu? Pertanyaan itu kerap muncul ketika kita berbicara bahasa Indonesia di masyarakat. Bahasa yang Baik