14
disampaikan kepada siswa mereka. Kebijaksanaan dan kompetensi pembelajar menjadi faktor penting dalam menentukan bahan ajar yang relevan.
8. Penutup
Hasil penggalian teks puisi di surat kabar ini dapat menjadi salah satu teknik alternatif bagi pembelajar dalam memilih bahan ajar bahasa dan sastra.
Tidak semua KD yang berhubungan dengan puisi di sekolah menengah dapat memanfaatkan teks puisi di surat kabar Solopos dan Kompas sebagai bahan ajar
karena tidak tersedia teks puisi pendukung KD yang memerlukan teks puisi lama dan terjemahan. Kesederhanaan tema dan bahasa dalam puisi anak di Solopos dan
Kompas membuatnya tidak lagi sesuai dengan tingkat perkembangan psikologi
siswa sekolah menengah. Akan tetapi isi puisi masih relevan untuk dimanfaatkan sebagai bahan ajar. Teks puisi Sajak Remaja mengetengahkan bahasa yang mudah
dipahami remaja. Puisi-puisi remaja juga relevan dengan tingkat psikologi sekaligus lingkungan yang diakrabi siswa sekolah menengah. Kesesuaian tersebut
menjadi landasan bagi pembelajar agar memprioritaskan puisi remaja dalam memilih bahan ajar. Teks puisi yang ditulis masyarakat umum di surat kabar
Solopos dan Kompas lebih relevan untuk siswa SMA dari pada SMP karena
beberapa puisi umum mengetengahkan bahasa-bahasa yang memungkinkan salah persepsi karena menggunakan bahasa yang menyimpang norma social,
menunjukkan kekerasan, pembunuhan, dan hal- hal yang belum pantas untuk dinikmati remaja awal. Namun, pembelajar harus tetap membekali cara penafsiran
yang mampu menumbuhkan tafsir yang tidak menyimpang, tetap bermuatan positif, dan berguna dalam pendidikan karakter siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Ida Rochani. 2011. Fiksi Populer: Teori dan Metode Kajian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Al-Ma’ruf, Ali Imron. 2011. Pemilihan Bahan Ajar Sastra Untuk SMTA: Perspektif Kurikulum Berbasis Kompetensi
.
15
http:aliimronalmakruf.blogspot.com201104 pemilihan-bahan-ajar- sastra-untuk-smta.html
. diakses 30 Desember 2011 pukul 15: 33. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas. 2008. Panduan
Pengembangan Bahan Ajar . Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional. Endraswara, Suwardi. 2005. Membaca, Menulis, Mengajarkan Sastra, Sastra
Berbasis Kompetensi
. Yogyakarta: Kota Kembang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Kompetensi Dasar Sekolah
Menengah Pertama SMPMadrasah Tsanawiyah Mts
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Atas SMAMadrasah Aliyah MA
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. “Tahapan Perkembangan Anak dan Pemilihan Pemilihan Bacaan Cerita Anak”. Jurnal Cakrawala Pendidikan. Juni
2005, Tahun XXIV No 2 Rahmanto, B. 1992. Metode Pengajaran Sastra: Pegangan Guru Pengajar
Sastra . Yogyakarta: Kanisius
Santrock, John W. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta : Erlangga. Alih bahasa: Adelar, Shinto B dan Sherly Saragih. Tahun terbit asli: 1996
di Dallas: University of Texas. Situmorang,B.P. 1983. Puisi dan Metodologi Pengajarannya.Ende Flores : Nusa
Indah Sudrajat, Ajat. 2008. Pengembangan Bahan Ajar Materi Pembelajaran
Pendidikan Agama
Islam . Yogyakarta: UNY.
Sumardi dan Abdul Rozak Zaidan. 1997. Pedoman Pengajaran Apresiasi Puisi SLTP dan SLTA
. Jakarta : Balai Pustaka. Tarigan, Henry Guntur. 2011. Dasar- dasar Psikosastra. Bandung: Angkasa.
Wellek, Rene dan Austin Werren. 1990. Teori Kesusastraan. Diterjemahkan oleh Melani Budianta. Jakarta: gramedia.
1
Perspekstif Komunikasi Media Budaya: Melihat Sastra dalam Surat Kabar Harian Bali Post
Puji Retno Hardiningtyas, M.Hum. Balai Bahasa Provinsi Bali
ruwetnoyahoo.co.id Abstrak
Secara tradisional media massa jarang dipertimbangkan dalam kaitannya dengan berkembangnya sastra di Indonesia, termasuk juga di Bali. Namun, media massa seperti Bali
Post memberikan peran penting dalam perkembangan sastra Indonesia. Representasi sastra
cerpen dan puisi dalam Bali Post merupakan bentuk perwujudan memahami pers populer sebagai budaya pop. Dalam kaitannya, budaya massa dan sastra koran memiliki hubungan
yang timbal balik, artinya antara media massa, seperti Bali Post dan sastra teks kebudayaan, mempunyai peluang saling mengisi. Kajian terhadap cerpen dan puisi terbitan Bali Post
mewakili outsider kebudayaan masyarakat Bali, khususnya dan umumnya pergaulan kehidupan rakyat kecil yang dilukiskan oleh pengarang sebagai ikon budaya. Bagaimana
simbol masyarakat Bali dan tradisi yang kental membelenggu ruang dan masalah yang berkembang di era sekarang ini? Masalah yang mencolok pada cerpen dan puisi Bali Post,
umumnya sangat prinsip, paling tidak merupakan akumulasi kesadaran dan ketakutan politik, ekonomi, dan akulturasi serta resistansi budaya dalam perubahannya. Barangkali langkah ini
menjawab persoalan dalam memahami fenomena sosial dan budaya di Bali khususnya sehingga representasi identitas, etnisitas, kepentingan politik, budaya, dan ekonomi menjadi
target utama yang perlu dibahas. Setidaknya, Bali Post ini menunjukkan eksistensi sebagai bentuk pengoptimalisasi peran media massa dalam upaya pemanfatan bahasa dan sastra
Indonesia.
Kata kunci: media massa, budaya populer, sastra koran 1.
Pendahuluan 1.1
Latar Belakang
Bagi masyarakat modern, kehadiran media massa seperti tv, radio, majalah, dan koran merupakan kebutuhan utama yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mereka. Media
massa merupakan sarana informasi yang paling efisien dalam masyarakat modern sebab bertindak sebagai jalur sosialisasi, penyebar semangat, dan mampu menempatkan diri sebagai
penyampai sebuah tatanan nilai dan perilaku, sebagaimana diharapkan oleh masyarakat Soemandoyo, 1999: 19.
Media massa—tv, radio, kran, majalah—mode, musik, film, sastra, dan iklan adalah sarana yang paling efektif memasuki ruang selera publik. Di sinilah penjelajahan kebudayaan
massa—lazim disebut kebudayaan populer. Demikian pula, kehadiran dan ruang gerak kebudayaan populer, termasuk cerpen dan puisi justru menjadi sangat signifikan Mahayana,
2005: 319.
2 Sastra cerpen dan puisi juga senantiasa mewarnai wacana budaya dan budaya wacana
Indonesia dari masa ke masa. Hal yang menarik dari pembahasaan penelitian ini ketika hubungan antara budaya yang dihadirkan oleh pengarang dan sastra Indonesia di media,
khususnya Bali Post membuka pandangan bahwa kehadiran sastra populer membawa perhatian, perspektik, dan worldview manusia Indonesia untuk menentukan kebudayaannya
sendiri. Cerpen pop dan puisi yang terbit di koran seperti Bali Post merupakan bagian dari
kebudayaan massa, tentu memiliki hak hidup yang menunjang kebudayaan masyarakat. Namun, perlu diingat bahwa ada perbedaan penting antara pers populer dan pers
“berkualitas”. Menurut Colin dalam Storey, 2010: 94 perbedaan itu terletak pada pengerahan oleh pers populer “yang personal” sebagai kerangka kerja yang bersifat
menjelaskan. Dalam sebuah analisis tentang nilai berita, ditemukan kisah-kisah pers populer dan pers “berkualitas” itu sama, keduanya senantiasa diperlakukan secara berbeda. Pers
“berkualitas” menghadirkan sebuah gambaran dunia yang terfragmentasi membangun keutuhan dan totalitas merupakan tugas pembaca. Sebaliknya, pers populer menanamkan
sebentuk kelangsungan mediasi dan totalitas dalam penangannya atas isu-isu publik. Secara khusus, penjelasan yang bersifat langsung ini dicapai dengan cara menukik pada pengalaman
personal. Gagasan populer tentang sesuatu yang personal menjadi kerangka penjelas yang di dalamnya tatanan sosial dihadirkan secara gamblang.
Tentu pendapat Colin menjadi dasar analisis cerpen dan puisi dalam media Bali Post sehingga terjawab permasalahan mengenai budaya massa sebagai hasil komunikasi budaya,
konstruksi budaya melalui media massa, sastra koran dengan melihat gaya bahasa cerpen dan puisi, dan peran media massa—Bali Post—terhadap perkembangan sastra Indonesia di Bali.
Fenomena tersebut menunjukkan bahwa peran media massa terhadap tumbuh kembang sastra di Bali memiliki kebertahanan yang cukup kuat.
1.2 Rumusan Masalah