Pengantar Campur Aduk Ragam Bahasa di dalam Judul

1 OPTIMALISASI PERAN MEDIA MASSA DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN SASTRA INDONESIA Fenomena Sastra Siber dalam Menjelajah Sastra Dunia Oleh Ninawati Syahrul nsyahrulymail.com Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ABSTRAK Pers menjadi proses mediasi antara masyarakat dan dunia. Pers diproses oleh jurnalisme agar mempunyai daya persuasi. Jurnalisme memprosesnya melalui tata cara mencari dan menyebarkan informasi dan mengembangkan teknik peliputan dan pendistribusiannya sesuai dengan kultur—termasuk dunia sastra—masyarakat dan semangat zaman. “Teknologi sastra” diilhami oleh kenyataan bahwa kehidupan masyarakat, termasuk sastrawan, menghayati kondisi iptek yang tengah berkembang pesat. Saat ini adalah era sastra jurnalistik dalam arti media massa berperan besar dalam memasyarakatkan sastra. Setakat ini karya sastra juga banyak yang berpenyajian teknologi, sastra siber cybersastra, yang mempermudah interaksi antarpenulis serta antara penulis, penikmat sastra, dan pemerhati sastra. Hal ini berarti bahwa hubungan antarpenggiat sastra siber jauh lebih akrab dan pragmatis sehingga lebih gampang untuk saling bertukar pikiran melalui diskusi online. Hal yang pasti, sastra siber telah membawa sesuatu yang berbeda dalam dunia sastra. Pada era ini dan masa depan agaknya sastra jurnalistik merupakan alternatif pengembangan karya sastra, yang diharapkan berpotensi positif terhadap peningkatan apresiasi masyarakat terhadap sastra Indonesia. Kata kunci: sastra jurnalistik, apresiasi sastra, sastra siber, dan penggiat sastra.

1. Pengantar

Besarnya peranan media massa dalam perkembangan kesusastraan dan pentingnya penelitian terhadap karya sastra di media massa sebetulnya telah dikemukakan oleh H. B. Jassin puluhan tahun yang silam. Dengan berperannya media massa dalam memuat karya sastra, seni, dan budaya, para sastrawan dan budayawan semakin tertantang untuk menyajikan karyanya di dalam media massa. Penikmatan dan penyebaran karya sastra melalui media online dewasa ini merupakan suatu fenomena baru dalam bersastra. Tidak dapat dimungkiri bahwa sastra jurnalistik sudah hadir di hadapan kita dan sudah dijalani dan akan terus dijalani. Masyarakat kita hampir tidak mungkin lagi membaca dan menikmati karya sastra dalam arti yang sesungguhnya saat ini karena kehidupan yang keras dan rumit. Peningkatan karya sastra secara khusus tidak mungkin juga terjadi tanpa suasana kehidupan dan kejiwaan yang mendukung. Oleh karena itu, penyebaran dan penikmatan sastra jumalistik harus diterima sebagai sebuah kenyataan. Kita berharap mutu sastra jurnalistik berdampak positif sehingga dapat meningkatkan apresiasi masyarakat. 2 Perkembangan sastra Indonesia kita ke depan akan menemui kemungkinan baru. Jika selama ini para sastrawan hanya menampilkan karyanya pada buku, majalah, koran, atau yang berwujud kertas, setakat ini kita bisa menemukan karya mereka tersebar di media internet. Hadirnya sastra siber sastra cyber melalui media elektronik hendaknya tidak dipandang sebelah mata. Bagaimanapun juga tidak adil jika semua karya yang ditulis melalui media tersebut diklaim sebagai tulisan yang tidak bermutu. Mestinya sastra siber tetap dapat diterima secara positif karena mau tidak mau, sastra tersebut akan ikut menentukan perkembangan sastra Indonesia. Melalui media elektronik diharapkan paling tidak untuk ke depannya akan memunculkan banyak kemungkinan baru yang dilakukan oleh para penulis. Dikatakan oleh Suryadi dalam Situmorang, 2004:9, jika selama ini para sastrawan hanya menampilkan karyanya pada buku, majalah, koran, saat ini ditemukan karya mereka yang tersebar di media internet. Hadirnya internet sebagai media sastra siber tentu mengundang tanya, akankah eksistensi sastra siber akan diakui dalam sejarah sastra? Akankah sastra siber dicatat sebagai bagian dari sejarah sastra Indonesia? 2. Era Sastra Jurnalistik Sastra jurnalistik adalah sastra yang tersedia di media massa, baik cetak maupun elektronik, yang wujudnya disesuaikan dengan visi dan misi media massa tersebut. Melalui media massa cetak khalayak dapat menikmati cerpen, novel bersambung, puisi, esai, dan kritik seni. Melalui media elektronik khalayak juga dapat menikmati berbagai suguhan sinetron dan film sebagai bagian dari dunia kesusastraan. Sastra jurnalistik dimulai oleh Ernest Miller Hemingway. Di dalam sejarah kesusastraan Amerika, ia tercatat sebagai seorang wartawan kawakan yang kemudian menulis novel dan cerpen, memelopori cara penulisan baru dalam kesusastraan, menerapkan teknik penulisan jurnalistik dalam novel dan cerpen yang ditulisnya. Pengaruh Hemingway meluas ke seluruh dunia tidak terkecuali di Indonesia. Di Indonesia jejaknya diikuti oleh Idrus, Pramoedya Ananta Toer, Mochtar Lubis, dan lain-lain. Sastra jurnalistik itu berbeda dengan jurnalistik atau jurnalisme sastra. Sastra jurnalistik lebih tua usianya daripada jurnalistik atau jumalisme sastra. Jurnalistik sastra adalah gaya penulis berita atau opini yang menggunakan gaya sastra. Dengan kata lain, jurnalistik sastra adalah tulisan jurnalistik yang bernuansa atau berpenyajian kesusastraan. Sastra jurnalistik sebenarnya sama maknanya dengan sastra koran atau surat kabar, sastra majalah, atau sastra media massa. Sastra koran diistilahkan oleh H.B. Jassin, sastra majalah oleh Nugroho Notosusanto, sastra jurnalistik oleh Atar Semi dan Seno Gumira Ajidarma. Istilah sastra jumalistik hanyalah perubahan nama dari sastra koran, sastra majalah, dan sastra media massa. Ciri khas sastra jurnalistik mengacu pada kriteria atau kekhasan jurnalistik. Delapan ciri yang digunakan jurnalis dalam memilih bahan informasi atau berita, 1 mengutamakan hal-hal yang bersifat human interest, 2 sedapat mungkin merupakan fakta, 3 memiliki nilai kebaruan, 4 ganjil atau luar biasa, 5 mengandung konflik skandal atau persengketaan, 6 penting dan ternama, 7 dekat dengan lingkungan kehidupan kontekstual, dan 8 memperhatikan selera dan minat konsumen. Selain mengacu pada kedelapan kriteria itu, sastra jurnalistik juga menampilkan sesuatu yang tidak terungkapkan, melihat fakta dan kenyataan yang terbentang di sekeliling dari segi lain secara kreatif. Sastra jurnalistik, misalnya cerpen, berciri khas singkat dan padat. Jika berbentuk novel, karya sastra itu disajikan secara bersambung. Ciri lainnya, bahasa sastra 3 jurnalistik hidup dan lincah, kalimatnya sederhana, dan menghindari kata-kata bersayap atau hiasan kata. Perlu dipahami juga bahwa sastra jurnalistik, selain memiliki keunggulan, juga ada kelemahnnya. Beberapa keunggulan sastra jurnalistik dapat disebut sebagai berikut. Pertama, dengan adanya sastra jurnalistik apresiasi sastra masyarakat bisa tertampung, khususnya dalam kondisi penerbitan buku sastra yang langka. Kedua, sastra jurnalistik mempersembahkan berbagai jenis sastra untuk memenuhi minat pembaca. Sastra jurnalistik itu menyediakan bacaan mulai dari bacaan komik, cerita anak-anak, cerpen remaja, puisi, novel bersambung, esai dan kritik sastra, serta berita kegiatan sastra. Ketiga, sastra jurnalistik elektronik dalam bentuk sinetron dan film ikut memberikan andil yang besar dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan hiburan. Keempat, sastra jurnalistik dapat digunakan sebagai salah satu bahan pembelajaran yang telah ada di perpustakaan. Kelemahan sastra jurnalistik dapat disebut, antara lain, kurang memiliki peluang bagi sastrawan untuk berkreasi secara penuh oleh ketentuan dan selera para pembaca, khususnya diwakili oleh pengasuh atau redaktur. Kedua, banyak keluhan para penulis pemula karena tidak memperoleh kesempatan memublikasikan karya sastra mereka. Pengasuh dan redaktur sibuk dan tidak memiliki waktu untuk melakukan seleksi tulisan yang akan dimuat dengan teliti. Ketiga, sastra jurnalistik yang berbentuk sinetron dewasa ini berkualitas rendah. Sinetron kita fasih betul berbicara tentang kemewahan, menjual mimpi-mimpi, dan masih cenderung sekadar hiburan. Mengapa harus bersastra jurnalistik? Harus diakui bahwa pada saat ini media massa atau jurnalistik berandil besar dalam memasyarakatkan sastra. Surat kabar dan majalah menyediakan kolom seni, sastra, dan budaya. Penyair, cerpenis, atau novelis kurang didengar jika tidak pernah memuat karyanya atau tanggapannya terhadap kehidupan sastra di dalam surat kabar. Forum diskusi, seminar, lokakarya seni, budaya, sastra tidak bergaung jika tidak dimuat di dalam media massa. Melalui bersastra jurnalistik langkah-langkah ke depan menuju bersastra kualitas dimulai. Untuk itu, kemampuan bersastra perlu dilakukan melalui serangkaian pelatihan, selain penguasaan teori menulis karya sastra. 3. Peranan Teknologi Informasi dalam Perkembangan Sastra Seiring dengan berkembanganya zaman tentu akan diikuti oleh meningkatnya berbagai logika dan pemikiran manusia. Sastra turut pula semakin berkembang, termasuk jumlah peminatnya dari berbagai kalangan. Banyaknya peminat sastra menunjukkan bahwa semakin tingginya kesadaran atas kemampuan menyampaikan berbagai perasaan, pendapat, pola pikir, hingga kemauan yang terus berkembang dalam diri para penggiat sastra. Berbagai jenis sastra yang terus berkembang terkadang menjadi suatu simbol dan pokok penting dalam suatu penyampaian aspirasi, yang dalam hal ini banyak ditemui di Indonesia. Jenis sastra yang paling banyak digunakan di Indonesia ialah syair, puisi, cerita pendek cerpen, dan pantun. Akan tetapi, peminat paling banyak ialah sastra puisi. Melalui puisi, pengarang atau penulis mampu menyampaikan perasaannya melalui tulisan dalam konotasi penggunaan yang berbeda dengan penyampaian biasa penyampaian tanpa perumpamaan bahasa sastra. Perkembangan tersebut terus-menerus memengaruhi berbagai perkembangan dalam berbagai bidang pendidikan, perfilman, hingga aspirasi 4 masyarakat. Namun, kebanyakan saat ini, penggunaan sastra digunakan untuk penyampaian aspirasi dalam suatu kegiatan orasi, sebagai gambaran bahwa tidak hanya menyampaikan orasi yang biasa dalam bentuk puisi syair atau pantun. Salah satu ciri karya sastra yang sangat penting adalah fungsi komunikasi. Memang benar karya sastra dihasilkan melalui imajinasi dan kreativitas sebagai hasil kontemplasi secara individual, tetapi juga ditujukan untuk menyampaikan suatu pesan kepada orang lain sebagai komunikasi. Secara garis besar komunikasi dilakukan melalui interaksi sosial, aktivitas bahasa lisan dan tulisan, dan mekanisme teknologi Ratna, 2007:297-298. Sesuai dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat dewasa ini, sastra pun menjadi bagian dari perkembangan era globalisasi. Sastra itu pada prinsipnya berisi pembelajaran, bahkan pengalaman, yang terus tersampaikan melalui berbagai media informasi, baik media sosial maupun media massa cetak dan elektronik. Kegiatan bersastra ini tidak hanya sebagai pekerjaan, tetapi juga berupa hobi yang dapat terus dikembangkan atas dukungan teknologi informasi atau ICT Information Communication Technology. Peran teknologi informasi, selain membuat sastra menjadi suatu kegemaran atau hobi, juga dapat meningkatkan kreativitas. Kehadiran teknologi informasi itu tentu sangat berpengaruh terhadap perkembangan sastra dan dapat menjadi ajang pertemuan antarsastrawan untuk saling bertukar pikiran dalam menata perkembangan dan pengembangan sastra dari berbagai wilayah di Indonesia.

4. Menyiasati Masalah Publikasi Karya Sastra Melalui Sastra Siber