Kesadaran Berbahasa Saat Ini

Wieke Gur ͹ Tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk Tuk tik tak tik tuk tik tak … suara sepatu kuda. Bagi generasi yang lahir di tahun 50‐an hingga 70‐an, lagu ciptaan pak Kasur di atas adalah lagu yang sangat kental dengan masa kanak‐kanak. Hingga kini, dimana sebagian besar sudah memasuki masa pensiun, lagu itu tidak pernah luntur dari ingatan. Perhatikanlah struktur dan tata bahasa serta kosa kata yang digunaan dalam syair lagu tersebut. Tanpa disadari sejak kecil generasi ini sudah diajarkan bagaimana berbahasa Indonesia yang baik dan benar lewat lagu . Di dalam pidato peringatan kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Negara pada tahun 1972 almarhum Presiden Soeharto bahkan dengan tegas menyatakan bahwa pembentukan bahasa Indonesia adalah tanggung jawab nasional karena bahasa yang baik berkaitan erat dengan pembangunan bangsa. Himbauan ini diulang setiap tahun di dalam setiap pidato peringatan kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Negara. Pemerintahan di era Suharto sangat gencar mengampanyekan penggunaan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Media masa seperti televisi, radio, majalah dan koran diwajibkan menjadi acuan masyarakat dalam berbahasa. Gedung ‐ gedung dan perkantoran di Jakarta yang masih memakai nama yang berbau asing mendapat surat edaran keras dari pemerintah DKI Jaya agar segera membuang istilah yang tidak Indonesia itu. Dulu, seminggu sekali ada acara Pembinaan Bahasa Indonesia di televisi. Kita semua menyadari bahwa sebagai simbol jati diri bangsa, bahasa Indonesia harus terus dikembangkan agar tetap dapat memenuhi fungsinya sebagai sarana komunikasi yang mo‐dern dalam berbagai bidang kehidupan.

Bagian 3 Kesadaran Berbahasa Saat Ini

Penggunaan Bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari‐hari kini semakin menurun. Terselipnya kata‐kata bahasa Inggris di dalam percakapan bahasa Indonesia di kalangan anak‐anak kini bisa kita dengar dimana‐mana. Orang tua Wieke Gur ͺ pun kini merasa bangga jika anak‐anak mereka sudah mulai menyelipkan kata‐ kata bahasa Inggris di dalam percakapannya sejak dini. Kalau kita menonton acara wawancara resmi, dialog atau perdebatan politik dan ekonomi di televisi jarang sekali kita temukan satu wawancara atau dialog dimana baik yang melakukan wawancara maupun yang diwawancarai mengguna ‐kan seratus persen bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mereka tampak kewalahan untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia sepenuhnya. Selalu saja ada kata‐kata, istilah‐istilah, dan ungkapan‐ungkapan asing yang diselipkan di sela‐sela bahasa Indonesia. Demikian juga jika kita membaca laporan wawancara di koran atau majalah. Selalu ada kata‐kata yang ditulis miring dalam kutipan wawancara yang menunjukkan bahwa kata yang diucapkan tersebut merupakan ungkapan asing. Banyak pengamat mengatakan kondisi bahasa Indonesia sudah mencapai titik nadir. Kemajuan teknologi kini menyuguhkan kita dengan pilihan sarana komunikasi yang semakin beragam dan semakin canggih seperti internet, facebook, twitter, chatting, email, sms, dan sebagainya. Bahasa yang digunakan pun menjadi sangat beragam dan mengalami kemajuan varian yang sangat pesat bergantung pada penggunanya, kebutuhannya dan tujuannya. Bermunculannya ragam‐ragam bahasa baru, seperti bahasa SMS dan Alay di media elektronik dan jejaring media sosial dianggap sebagai biang kerok yang secara perlahan menghancurkan kaidah bahasa Indonesia. Saat ini sudah semakin sulit ditemukan generasi muda bangsa Indonesia yang bangga dan mencintai bahasa Indonesia yang memiliki kemampuan berbahasa, menulis, dan berbicara dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. Di antara mata pelajaran yang diujikan, nilai hasil Ujian Nasional mata pelajaran Bahasa Indonesia menempati peringkat terendah dibandingkan mata pelajaran lainnya. Berdasar hasil UN tahun 2012 ada 25 siswa jurusan Bahasa yang tidak lulus mata pelajaran Bahasa Indonesia. Pada jurusan IPA ada sekitar 12 dan jurusan IPS ada sekitar 19 yang tidak lulus mata pelajaran Bahasa Indonesia. Republika, 2452013 Apa Yang Terjadi? Apakah ini gejala ketidak perdulian bangsa kita pada bahasa Indonesia? Apakah ini gejala mundurnya sistem pendidikan dan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah‐sekolah? Dunia abad 21 ini sebetulnya hanya menggunakan tiga landasan dalam berkomunikasi: bahasa Inggris, bahasa teknologi komunikasi informasi ICT dan bahasa analisa yang rasional dan sistematis. Wieke Gur ͻ Seperti halnya dengan bahasa‐bahasa lain di dunia, bahasa Indonesia juga sangat gencar didesak oleh bahasa Inggris. Banyak sekali istilah yang belum disamakan atau dipadankan. Kurikulum pendidikan tidak bergerak secepat kemajuan teknologi. Akibatnya, di dalam dunia komunikasi yang serba cepat ini, ketika mereka diharuskan berkomunikasi ‐ baik dalam bentuk lisan maupun tulisan ‐ dalam konteks bahasa Indonesia, mereka sering tidak ada waktu untuk berpikir karena tidak memiliki perbendaharaan bahasa Indonesia yang cukup. Akhirnya keluarlah bahasa yang campur aduk. ICT Information Communication Technology atau Teknologi Komunikasi dan Informasi tidak bisa dipungkiri didominasi oleh apa yang terjadi di negara‐ negara barat terutama di Silicon Valley di Amerika Serikat yang nota bene berbahasa Inggris juga. Mulai dari perangkat keras, perangkat lunak, aplikasi hingga ke sistem. Hampir semua bidang atau disiplin ilmu kini menuntut metode analisa yang rasional, runtut dan sistematis. Cara berpikir analitis juga ikut terpengaruh di mana pengaruh ICT memaksa kita untuk berpikir lebih cepat. Tuntutan berpikir cepat ini bertentangan dengan budaya Indonesia di mana seringkali kita masih diam atau tersenyum sebagai pernyataan sikap kita. Sikap diam dan senyum ini jelas tidak tertangkap oleh ICT Information Communication Technology yang semuanya harus serba eksplisit. Hal‐hal semacam inilah yang membuat Dewan Bahasa di setiap nega‐ra kewalahan. Wilayah Indonesia bagian barat terutama Jakarta adalah wilayah yang paling p;arah terkena dampak dari tiga gelombang pasang di atas. Jika kita bergerak ke arah ke timur, maka bahasa Indonesia penduduk di wilayah Indonesia timur seperti Maluku, Papua justru masih lebih baik dibandingkan dengan penduduk Indonesia yang tinggal di wilayah barat. Bahasa Indonesia mereka secara murni diperoleh dari buku teks dan merupakan bahasa formal yang digunakan sehari‐ hari. Para generasi muda sebaiknya menyadari pentingnya menguasai bahasa Indonesia yang baik dan benar. Apalagi kalau mereka ingin menjadi tokoh‐ tokoh politik. Ketidakmampu‐an mereka berbahasa Indonesia akan menimbulkan kesenjangan mental dan jarak dengan rakyat Indonesia. Karena bahasa Indonesia orang‐orang Jakarta sudah melangkah terlalu jauh. Wieke Gur ͳͲ Bagian 4 Apa yang Harus kita Lakukan?