Pencerahan Estetik Sastra Internet

10 semaksimal mungkin. Inilah yang dimanfaatkan oleh Yayasan Lontar, yayasan yang aktif menerjemahkan berbagai karya sastra Indonesia ke dalam bahasa Inggris. Beberapa sastrawan ternama Indonesia sudah sering karyanya muncul di internet, seperti karya Sapardi Djoko Damono, Goenawan Mohammad, Eka Budianta, Sutardji Calzoum Bachri, Rendra, Emha Ainun Nadjib, Dorothea Rosa Herliani, D. Zawawi Imron, Agus R. Sarjono, dan Jamal D. Rahman. Karya mereka tidak hanya dimuat oleh situs lembaga kesenian semacam yang dimiliki Yayasan Lontar yang beralamat di http:www. lontar. org , tetapi juga oleh individu yang membuat situs pribadi. Pembuatan situs individu ini banyak berkembang di tengah kemudahan yang ditawarkan oleh para industrialis internet, antara lain dengan memberikan penyimpanan gratis muatan situs tersebut. Tidak mengherankan jika di geocities. com, tripod. com, angelfire. com, theglobe. com serta banyak lagi, dapat kita temui situs pribadi. Individu ini, selain memuatkan segala hal tentang dirinya pada situs yang dibuatnya, juga berisi puisi buatannya sendiri, serta tidak lupa memamerkan puisi dari sastrawan ternama yang disukainya. Puisi telah menjadi menu yang banyak disuguhkan pada situs pribadi. Selain individu tersebut, beberapa lembaga yang bergerak di bidang kesenian juga telah memiliki situs, antara lain Yayasan Lontar, Yayasan Taraju, KSI, Akubaca, Aksara, dan Aikon. Dapat juga disebut di sini kehadiran situs khusus para sastrawan Indonesia seperti milik Taufiq Ismail yang berlamat di http:www. taufiq. ismail. com agaknya situs ini tidak berfungsi lagi, Sobron Aidit di http:lallement. com, Afrizal Malna, Hamid Jabbar, Sitor Situmorang di http:www. geocities. com, dan Pramoedya Ananta Toer. Munculnya nama sastrawan Indonesia, sebagian besar penyair, pemilik situs khusus untuk karyanya, mengindikasi bahwa bagi pelaku sastra Indonesia, dunia siber atau internet telah menjadi alternatif media pemublikasian karyanya. Mereka go international dengan karya sastra berbahasa Indonesia. Karya Ahmadun Yosie Herfanda dan Medy Loekito di Search Engine http:www. poetry. com juga ada yang ditulis di dalam bahasa Inggris dan karya Sutardji Calzoum Bachri dalam bahasa Spanyol di sebuah situs Festival Puisi Internasional.

7. Pencerahan Estetik Sastra Internet

Dengan menoleh sejenak ke belakang, Nur St. Iskandar pernah menyebutkan bahwa pendirian Balai Pustaka atau Volkslektuur 1908 yang membidani kelahiran majalah Pujangga Baru, melalui rubrik sastranya telah muncul tradisi sastra modern di tanah air. Pada masa itu sastra Indonesia menawarkan estetika yang sama sekali berbeda dengan sebelumnya. Fenomena itu terlihat dalam salah satu tulisan Armin Pane yang berjudul “Kesusastraan Baru” 1933. Pada saat ini koran telah mencipta tradisi sastra, baik pada pada prosa, puisi, maupun drama. Batasan sastra dalam koran mampu atau dapat memberi identitas terhadap sastra secara umum. Pada internet, dalam hal ini, situs sastra siber, sastrawan dapat menjajakan teks apa saja, kapan saja, tentang apa saja, latar apa saja, dan tawaran estetik apa saja. Menurut Nanang Suryadi, penyair yang karyanya tergolong kurang bagus pun, puluhan puisinya ditampilkan di internet. Artinya, para peminat sastra yang baru belajar menulis karya sastra boleh dan bebas berpartisipasi dan bereksperimen dalam sastra siber. Di dalam media internet sastrawan dapat memperkenalkan diri dan memaknai arti kata kebebasan. Hanya saja, seperti bentuk kebebasan yang lain, internet tidak terlepas 11 dari keramahan, kegamangan, dan risiko omong kosong. Koran terbit setiap hari, sama dengan internet, juga berakses tiap hari, bahkan ruang bagi tulisan sastra hadir setiap saat. Akan tetapi, apakah kondisi kesusastraan internet terkini sebagus kapasitas tawaran mediasinya? Banyak kondisi yang masih patut disayangkan dalam sastra internet. Permasalahan yang timbul dalam media intern internet bahwa sastrawan, kritikus sastra, dan publik sastra belum menemukan format yang tepat. Di internet ketiadaan kurator atau redaktur penyeleksi kualitas karya sangat berpengaruh terhadap bermutu tidaknya karya sastra yang disuguhkannya. Kondisi semacam itu tidak terjadi dalam pengelolaan sastra koran atau lembaga penerbitan. Jadi, tidak mengherankan apabila para sastrawan internet, termasuk penulis pemula, akan menimbang ulang untuk mengirimkan karyanya ke koran atau pe-nerbit jika dianggapnya masih kurang bagus, yang tentu akan tersaring dalam proses selesksi. Karya sastra di internet terlihat tidak mengikuti kriteria standar penciptaan karya sastra. Bahwa kegiatan “menolak” berbeda dengan “mengabaikan” perang-kat dan standar estetik. Setiap tradisi sastra memang ditandai dengan penolakan tradisi sastra sebelumnya. Pertanyaan yang patut disodorkan kepada para sastrawan internet apakah menolak atau mengabaikan tradisi sastra? Berbagai karya yang dimuat di internet mengindikasi pengarangnya meng-abaikan-- atau pura-pura tidak tahu--terhadap aliran sastra. Kenyataan membuk-tikan bahwa sastra Indonesia telah mencatatkan pencapaian artistik, yang tercipta melalui kriteria tertentu. Kondisi sastra internet terkesan kurang dilirik oleh para sastrawan berbobot. Oleh karena itu, alangkah eloknya jika internet menjadi ruang temu antara gagasan sastrawan andal dan para sastrawan pemula. Kehadiran karya sastra dalam media internet akan sia-sia tanpa hasil estetika sastra. Karya sastra yang bercirikan karakter media internet memang belum terealisasi hingga sekarang, tetapi hal itu bukanlah kemustahilan. Untuk itu, ada beberapa peluang yang dapat dipertimbangkan dalam upaya penciptaan estetika karya sastra internet. Pertama, karya estetik internet mengandaikan kebebasan berpikir dan berbahasa. Internet merupakan ruang bebas yang melampaui kebebasan demokrasi. Segala informasi bersilangan dan saling berebut ingin dimiliki. Hanya dengan durasi beberapa menit, seseorang sudah dapat mengakses buku-buku di perpustakaan kampus negara maju. Aplikasinya dalam sastra, karya mampu merepresentasikan adanya kebebasan dari batasan aliran sastra. Sastrawan dapat mengombinsikan aliran sastra dan menepis batasan genre, misalnya pencam-puran genre puisi, prosa, dan drama. Karya yang tidak dapat secara mutlak mewakili puisi atau drama dapat diciptakan, atau berupa percampuran sastra dengan musik atau dunia seni rupa. Konvergensi sastra tersebut dimungkinkan sebab media internet secara serentak menampilkan kata, gambar, dan suara. Kedua, karya estetik internet mengandaikan adanya peleburan bahasa, geografi, nasionalitas, dan ras. Internet memungkinkan adanya penghilangan batas-batas keruangan atau jarak semakin kurang berarti dalam dunia digital. Sebagai contoh, penerimaan dan pengiriman e-mail dari jarak dekat dan jauh sampainya ke tujuan sama saja. Pendirian komunitas yang dipicu dari batas keruangan—nasionalisme, demografi, dan ras—menjadi tidak bermakna dalam internet. Kondisi peleburan internet tersebut bila diadopsi dalam karya sastra akan menghasilkan sebuah estetika tanpa identitas. Ketiga, karya estetik internet mengandaikan perubahan persepsi terhadap kemanusiaan. Kedirian dalam internet merupakan suatu hal yang misteri. Dengan e-mail, 12 misalnya, manusia sudah menjadi pribadi digital. Manusia lebih banyak berpijak pada waktu daripada ruang. E-mail memberikan mobilitas yang luar biasa tanpa seorang pun harus tahu tempat berada. 8. Simpulan Media massa mempunyai peranan penting sebagai kontributor dalam mendukung kehidupan dan pengembangan karya sastra Indonesia . Melalui media massa karya sastra Indonesia dapat dinikmati, diapresiasi, danatau dikritik oleh khalayak pembaca, yang sekaligus mampu menciptakan kondisi dinamis dalam arena diskusi karya sastra. Sastrawan seharusnya memanfaaatkan kemajuan teknologi masa kini untuk menduniakan sastra dan bahasa Indonesia. Dalam kaitan itu, kehadiran sastra siber membawa suatu inovasi baru dalam menduniakan sastra. Dengan memanfaatkan teknologi informasi canggih dewasa ini, alih wahana yang dilakukan dalam kesusaastraan Indonesia dari buku atau bentuk fisik ke dunia virtual atau maya merupakan transformasi sastra. Pada dasarnya karya sastra, apa pun medianya perlu mendapat perlakuan yang sama dari para pemerhati sastra. Polemik atau perbalahan terhadap kehadiran sastra internet hendaknya dipandang sebagai fenomena dan dinamika kehidupan kesastraan, yang sekaligus diperlukan format estetika yang menguntungkan per-kembangan sastra di Indonesia. Tindakan yang perlu kita lakukan pada saat ini adalah memperlakukan jenis karya sastra apa pun secara adil. Kehadiran sastra koran, sastra buku, atau sastra elektronik seharusnya diperlakukan sebagai kekayaan sastra dalam perjalanan sejarah sastra di Indonesia. Melalui teknologi informasi yang semakin merebak di bebagai belahan dunia, sastra siber hendaknya diberdayakan sedemikian rupa sehingga karya sastra dan bahasa Indonesia dapat dibumikan ke dalam peradaban global. DAFTAR PUSTAKA Lembaga Kantor Berita Nasional Antara. 1976. Almanak Antara.. Jakarta Asmadi, T.D. 2008. “Merintis Bahasa Jurnalistik Baku untuk Mencerdaskan Bangsa”. Makalah dalam Kongres IX Bahasa Indonesia. 28 Oktober –1 November 2008. Jakarta: Pusat Bahasa, Depdiknas. Efendi Ed. . 2001. Bahasa dan Sastra dalam Berbagai Perspektif. Yogyakarta: Tiara Wacana. Enraswara, Suwardi. 2006. Metodologi Penelitian Sastra, Epistemologi, Model, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. -------. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Med Press. Fananie, Zainuddin. 2000. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press. http:katarsis2011.wordpress. “Cybersastra Bukan Sastra Era 2010”, diunduh pada 5 Juli 2013. http:sawali. wordpress. Com, diunduh pada 10 Juli 2013. http:www. poetry.com, diunduh pada 14 Juli 2013. http:www. taufiq. ismail.com, diunduh 20 Juli 2013. http:www. lontar. org , diunduh pada 1 Agustus 2013. http:lallement.com, diunduh pada 5 Agustus 2013. http:www. hayamwuruk-online. blogspot.com, diunduh pada 10 Agustus 2013. 13 Pradopo, Rachmat Djoko. 2003. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya . Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rahman, Jamal D., 2002. Sastra, Majalah, Koran, Cyber. Catatan Kebudayaan Majalah Sastra Horison Februari 2002. Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rembulan, Ilenk. cybersastra. org. “Puisi Digital Cyberputika”, diunduh pada 15 Agustus 2013. Sambodja, Asep. 2003. ”Peta Politik Sastra Indonesia 1908-2008”. Makalah dalam Kongres Bahasa Indonesia VIII, Jakarta, 14—17 Oktober 2003. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Situmorang, Saut Ed.. 2004. Cyber Graffiti: Polemik Sastra Cyberpunk. Bandung: Angkasa. 1 SURAT KABAR NASIONAL DAN LOKAL SEBAGAI SUMBER TEKS DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PENGGALIAN TEKS PUISI DI SURAT KABAR KOMPAS DAN SOLOPOS SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH Nuraini Fatimah Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Muhammadiyah Surakarta

1. Pendahuluan