Wanita Pekerja Seksual WPS Kerangka Teori

diikuti oleh sekumpulan lepuhan kecil yang terasa nyeri. Lepuhan ini pecah dan bergabung membentuk luka yang melingkar. Luka yang terbentuk biasanya menimbulkan nyeri dan membentuk koreng. 5. HIVAIDS HIV Human Immunodeficiency Virus adalah suatu infeksi virus yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih dan menyebabkan AIDS Acquired Immunodeficiency Syndrome. AIDS adalah suatu keadaan dimana penurunan sistem kekebalan tubuh yang didapat menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh terhadap penyakit sehingga terjadi infeksi, beberapa jenis kanker dan kemunduran sistem saraf.

2.3 Wanita Pekerja Seksual WPS

Menurut KPAN 2010 wanita pekerja seksual ada dua macam, yaitu Wanita Pekerja Seks Langsung WPSTL dan tidak langsung WPSTL. WPSL adalah wanita yang menjual seks sebagai pekerjaan atau sumber pengahasilan utama mereka, baik yang berbasis di rumah atau lokalisasi atau bekerja di jalanan. Sedangkan Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung WPSTL adalah wanita yang bekerja di bisnis-bisnis hiburan seperti bar, karaoke, salon, atau panti pijat, yang menambah pengahsilan mereka dengan menjual seks. Namun tidak semua mereka yang bekerja di tempat-tempat tersebut terindikasi menjual seks.

2.4 Lokalisasi

2.4.1 Definisi

Lokalisasi atau prostitusi adalah gejala yang ada di dalam suatu masyarakat dimana wanita menjual diri dengan melakukan perbuatan- perbuatan seksual sebagai mata pencaharian. Prostitusi merupakan penyerahan diri dari wanita kepada banyak laki-laki dengan pembayaran. Sedangkan Wanita Tuna Susila diartikan sebagai wanita yang mempunyai hubungan kelamin diluar perkawinan, baik dengan imbalan jasa maupun tidak. Tempat-tempat seks komersial meliputi prostitusi jalanan, prostitusi Resosialisasi, panti pijat, pelayanan escort, pelayanan panggilan, strip club, telepon seks, pornografi anak dan dewasa, pornografi internet dan video, dan prostitusi dalam turisme pelancongan Hutapea, 2011:73.

2.4.2 Jenis Lokalisasi atau Prostitusi

Jenis prostitusi dapat dibagi menurut aktivitasnya yaitu terdaftar dan terorganisir, serta yang tidak terdaftar. a. Prostitusi yang terdaftar dan terorganisir. Pelakunya diawasi oleh bagian vice control dari kepolisian, yang dibantu dan bekerjasama dengan Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan. Pada umumnya diResosialisasi dalam satu daerah tertentu. Penghuninya secara periodik harus memeriksakan diri pada dokter atau petugas kesehatan dan mendapatkan suntikan dan pengobatan sebagai tindakan kesehatan dan keamanan umum. b. Prostitusi yang tidak terdaftar. Termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang melakukan prostitusi secara gelap dan liar, baik secara perorangan maupun kelompok. Perbuatannya tidak terorganisir, tempatnya tidak tentu, bisa disembarang tempat, baik mencari klien sendiri, maupun melalui calo-calo dan panggilan. Mereka tidak mencatatkan diri kepada yang berwajib, sehingga kesehatannya sangat diragukan, karena belum tentu mereka itu mau memeriksakan kesehatannya kepada dokter.

2.5 Faktor yang Berhubungan dengan Praktik Vaginal Douching yang

Berisiko Menularkan IMS 2.5.1 Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan kesehatan mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan. Pengetahuan tentang cara-cara memelihara kesehatan ini meliputi pengetahuan tentang penyakit jenis penyakit, tanda-tanda, gejala, cara penularan, cara pencegahan dan cara mengatasi penyakit, pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan, pengetahuan untuk menghindari kecelakaan Notoatmodjo, 2010:56. Pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek. Kurangnya pengetahuan tentang risiko kesehatan yang berhubungan dengan vaginal douching dapat meningkatkan kemungkinan seseorang untuk melakukan douching Ekpenyong dkk, 2014.

2.5.2 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari- hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku Efendi, 2009: 103. Sikap terhadap kesehatan merupakan pendapat atau penilaian orang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan Notoatmodjo, 2010:57. Sebagaimana pendapat maupun penilaian WPS pada vaginal douching akan mempengaruhi untuk melakukan vaginal douching.

2.5.3 Dukungan Teman Sesama WPS

Teman memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku seseorang. Teman sebaya merupakan sumber penting dalam dukungan sosial yang berpengaruh terhadap rasa percaya diri seseorang. Dukungan teman sesama WPS akan memberikan pengaruh dan motivasi tersendiri bagi WPS satu sama lain, karena pada dasarnya dukungan teman tehadap pengambilan suatu keputusan sedikit ataupun banyak dapat mempengaruhi kesediaan seseorang melakukan sesuatu. Sesuai dengan Mckee 2009 menyatakan bahwa teman sebaya akan mempengaruhi seseorang terhadap perilaku vaginal douching.

2.5.4 Dukungan Mucikari

Pendampingan terhadap WPS oleh mucikari diresosialisasi akan dapat membangkitkan kesadaran dan semangat untuk merubah perilaku mereka dalam meningkatkan derajat kesehatan di lingkungan mereka WPS dan pelanggannya. Selain itu, dengan pengetahuan yang dimiliki, germo mucikari dapat memberikan pengertian dan pengetahuan kepada anak asuhnya mengenai kesehatan reproduksi Budiono, 2011.

2.5.5 Ketersediaan Layanan Kesehatan

Ketersediaan layanan kesehatan merupakan pendukung dimana seseorang dapat menjangkau layanan kesehatan, karena apabila keberadaan kesehatan tidak bisa dijangkau maka seseorang tidak dapat mengakses layanan kesehatan tersebut. Sehingga akan berpengaruh pada status kesehatan seseorang. Begitu pula pada status kesehatan WPS, dimana WPS merupakan kelompok beresiko yang rentan terhadap berbagai penyakit serta berbagai keluhan dalam melayani pelanggannya. Maka ketersediaan layanan kesehatan disekitar Resosialisasi akan sangat berpengaruh terhadap status kesehatan WPS.

2.5.6 Aksesibilitas

Aksesibilitas adalah derajat kemudahan dicapai oleh orang, terhadap suatu objek, pelayanan ataupun lingkungan. Kemudahan akses tersebut dapat diimplementasikan baik dari segi jarak, biaya, ketersediaan sarana transportasi, dan keberadaan peraturan-peraturan dan komitmen masyarakat dalam menunjang perilaku Burhan, 2013. Setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan kemudahan mengenai apa yang dibutuhkan. Kemudahan dan kesulitan WPS dalam memperoleh sesuatu yang berkaitan dalam praktik vaginal douching akan berpengaruh pada apakah WPS mau atau tidak untuk melakukan praktik vaginal douching.

2.5.7 Persepsi Kerentanan

Risiko pribadi atau kerentanan adalah salah satu persepsi yang lebih kuat dalam mendorong orang untuk mengadopsi perilaku sehat. Semakin besar risiko yang dirasakan, semakin besar kemungkinan terlibat dalam perilaku untuk mengurangi risiko Priyoto, 2014:136. WPS merupakan kelompok berisiko yang rentan terhadap infeksi menular seksual karena perilakunya yang sering berganti pasangan, selain itu kehamilan juga merupakan hal yang sering dihindari oleh WPS. Melihat hal tersebut maka WPS memiliki persepsi untuk segera mengurangi risiko tersebut dengan berbagai cara yang mereka anggap tepat, salah satunya yakni melalui praktik vaginal douching.

2.5.8 Persepsi Keparahan

Perceived Seriousness severity berkaitan dengan keyakinan kepercayaan individu tentang keseriusan atau keparahan penyakit. Persepsi keseriusan sering didasarkan pada informasi medis atau pengetahuan, juga dapat berasal dari keyakinan seseorang bahwa ia akan mendapat kesulitan akibat penyakit dan akan membuat atau berefek pada hidupnya secara umum. Tindakan WPS untuk mencari pengobatan dan pencegahan mengenai risiko penyakit menular seksual akan didorong pula oleh persepsi keseriusan penyakit tersebut. WPS akan memprediksikan tingkat keparahan apabila menderita penyakit tersebut.

2.5.9 Persepsi Manfaat Melakukan Vaginal Douching

Individu akan mempertimbangkan apakah alternatif tersebut pengobatan memang bermanfaat, yaitu dapat mengurangi ancaman penyakit. Persepsi ini dipengaruhi oleh norma dan tekanan dari kelompoknya Priyoto, 2014:137. Begitu pula pada WPS yang akan mempertimbangkan keuntungan dan manfaat yang didapatkannya jika melakukan vaginal douching.

2.5.10 Persepsi Hambatan Melakukan Vaginal Douching

Persepsi hambatan merupakan persepsi terhadap aspek negatif yang menghalangi individu untuk melakukan tindakan kesehatan, misalnya biaya mahal, bahaya, pengalaman tidak menyenangkan, rasa sakit Priyoto, 2014:137. WPS dalam melakukan personal hygiene memiliki cara dan metode yang berbeda- beda, seberapa biaya yang dikeluarkan ataupun hal lain seperti pengalaman rasa sakit lainnya akan mempengaruhi WPS melakukan praktik vaginal douching. 2.5.11 Isyarat untuk Bertindak Melakukan Vaginal Douching Isyarat untuk bertindak adalah peristiwa-peristiwa, orang, atau hal-hal yang menggerakkan orang untuk mengubah perilaku mereka Priyoto, 2014:138. Orang yang teringat atau waspada terhadap masalah kesehatan yang potensial, akan lebih melakukan tindakan preventif. Isyarat untuk bertindak itu berupa informasi dari luar Rustiana, 2005:112. Isyarat untuk bertindak dapat berasal dari informasi dari media masa, nasihat dari orang-orang sekitar, pengalaman pribadi atau keluarga, artikel dan lain sebagainya Priyoto, 2014:138.

2.5.12 Variabel Demografi

Empat konstruksi utama dari persepsi dapat dimodifikasi oleh variabel lain seperti; umur, pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi dll Priyoto, 2014: 137. Variabel tersebut adalah karekteristik individu yang mempengaruhi persepsi pribadi, yaitu :

2.5.12.1 Umur

Semakin tua umur seseorang, maka pengalaman akan bertambah sehingga akan meningkatkan pengetahuannya akan suatu objek tertentu. Priyoto, 2014: 81. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari seseorang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini merupakan sebagian dari pengalaman dan kematangan jiwa Wawan, 2011: 17.

2.5.12.2 Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok yang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan Priyoto, 2014: 80. Tingkat pendidikan yang tinggi dapat meningkatkan rasa percaya diri, wawasan dan kemauan untuk mengambil keputusan yang baik bagi dirinya Marmi, 2014:88.

2.5.12.3 Pekerjaan

Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah, dan pencaharian. Pada umumnya alasan bekerja yang banyak dijumpai adalah karena kebutuhan keuangan untuk memperkaya pengalaman dan pengetahuan pribadi, serta hasrat berprestasi Priyoto, 2014:82.

2.5.12.4 Sosial Ekonomi

Keadaan sosial ekonomi mempengaruhi faktor fisik, kesehatan, dan pendidikan. Apabila faktor-faktor tersebut cukup baik, akan mengurangi beban fisiologis dan psikologis Priyoto, 2014:83.

2.6 Praktik

2.6.1 Konsep Praktik

Seseorang yang telah mengetahui stimulusobjek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakanmempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya di nilai baik. Inilah yang disebut praktik practice kesehatan atau dapat dikatakan praktik kesehatan overt behavior. Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik practice, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut overt behavior, tindakan nyatapraktik practice Notoatmodjo, 2010

2.6.2 Perubahan Adopsi Perilaku

Rogers 1974 dalam Fitriani, 2011 mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru maka didalam orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yang diawali dengan kesadaran awareness, ketertarikan interest, evaluasi evaluation, percobaan trial dan adopsi adoption. Praktik adalah tindakan atau pelaksanaan secara nyata. Secara teori perubahan perilaku atau seseorang menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui 3 tahap, yakni: 1. Pengetahuan Sebelum seseorang mengadopsi perilaku berperilaku baru, ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya. Indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu: a pengetahuan tentang sakit dan penyakit, b pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat, c pengetahuan tentang kesehatan lingkungan. 2. Sikap Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Indikator untuk sikap kesehatan sejalan dengan pengetahuan kesehatan yaitu: a sikap terhadap sakit dan penyakit, b sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat, c sikap terhadap kesehatan lingkungan. 3. Praktik atau tindakan Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan dapat melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya dinilai baik. Indikator praktik kesehatan meliputi hal-hal sebagai berikut yaitu: a tindakan praktik sehubungan dengan penyakit, b tindakan praktik pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, c tindakan praktik kesehatan lingkungan.

2.7 Teori Perilaku

2.7.1 Teori Lawrence Green

Teori Lawrence Green merupakan salah satu teori modifikasi perubahan perilaku yang dapat digunakan dalam mendiagnosis masalah kesehatan ataupun sebagai alat untuk merencanakan suatu kegiatan perencanaan kesehatan atau mengembangkan suatu model pendekatan yang dapat digunakan untuk membut perencanaan kesehatan yang dikenal dengan kerangka kerja Preced dan Proceed Priyoto, 2012:6. Menurut L. Green 1980 dalam Priyoto 2014 faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku dibedakan dalam tiga jenis, yaitu faktor penentu predisposing, faktor penguat reinforcing, dan faktor pemungkin enabling. Masing-masing faktor mempunyai pengaruh yang berbeda atas perilaku.

2.7.1.1 Faktor Penentu Predisposing Factors

Faktor – faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, misalnya pengetahuan masyarakat pedesaan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan masih tergolong kurang. Masyarakat desa masih ada yang mengalami persalinan dengan bantuan non medis atau dukun beranak. Hal ini bukan hanya karena kurangnya tenaga kesehatan tetapi karena kurangnya wawasan dan pengetahuan ibu tentang metode persalinan yang sehat dan aman. Hal ini didukung dengan penelitian yang menemukan bahwa tingginya angka kematian bayi di daerah pedesaan salah satunya disebabkan oleh rendahnya pengetahuan ibu akan diare Priyoto, 2014:4.

2.7.1.2 Faktor Penguat Reinforcing Factors

Faktor penguat merupakan faktor penyerta yang datang sesudah perilaku yang memberikan ganjaran, insentif, atau hukuman atas perilaku dan berperan bagi menetap atau melenyapnya perilaku itu. Yang termasuk ke dalam faktor ini adalah manfaat sosial dan jasmani dan ganjaran nyata ataupun tidak nyata yang pernah diterima dari pihak lain Priyoto, 2014. Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat seperti tokoh agama, tokoh masyarakat dan lain-lain. Priyoto, 2014. Teman memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku seseorang, teman sebaya merupakan sumber penting dalam dukungan sosial yang berpengaruh terhadap rasa percaya diri seseorang.

2.7.1.3 Faktor Pendukung Enabling Factors

Faktor pendukung adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk didalamnya ketrampilan dan sumber daya pribadi disamping sumber daya komuniti. Faktor pendukung mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya perilaku pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil yang mau periksa kehamilan tidak hanya karena .tahu dan sadar manfaat periksa kehamilan saja melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau tempat periksa kehamilan. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung atau pemungkin Priyoto, 2014:4. Berikut bagan dari Teori Lawrence Green 1980 dalam Priyoto 2014:6 sebagai berikut. Adapun Kerangka untuk Teori Lawrence W Green adalah sebagai berikut : Gambar : 2.1 PRECEDE-PROCEED Models Sumber : Priyoto 2014.

2.7.2 Health Belief Model

Health Belief Model merupakan model perilaku kesehatan yang paling tua. Prinsip dasar dari model ini adalah bahwa cara individu meresepsi akan memberikan motivasi pada perilakunya Emilia, 2008:36. Menurut teori ini perilaku individu dipengaruhi oleh persepsi dan kepercayaan individu itu sendiri tanpa memandang apakah persepsi dan kepercayaannya tersebut sesuai atau tidak sesuai dengan realitas. Dalam hal ini penting sekali untuk bisa membedakan penilaian kesehatan secara objektif dan subjektif. Penilaian secara objektif artinya kesehatan dinilai dari sudut pandang tenaga kesehatan, sedangkan penilaian subjektif kesehatan dinilai dari sudut pandang individu berdasarkan keyakinan dan kepercayaannya. Teori Health Belief Model didasarkan atas 3 faktor esensial yaitu kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu penyakit atau memperkecil resiko kesehatan, adanya dorongan dalam lingkungan Predisposing Factor Reinforcing Factor Enabling Factor Behavior and lifestyle Lingkungan Health individu yang membuatnya merubah perilaku, serta perilaku itu sendiri Priyoto, 2014:136. Health Belief Model merupakan model kognitif yang mempunyai arti proses kognitif dapat dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan termasuk hitungan. Menurut Health Belief Model, perilaku dapat ditentukan oleh Fitriani, 2011:142- 143 : 1. Percaya bahwa mereka rentan terhadap masalah kesehatan tertentu 2. Tingkat keseriusan masalah 3. Meyakini keefektivitas tujuan pengobatan dan pencegahan 4. Tidak mahal 5. Menerima anjuran untuk mengambil tindakan kesehatan. Dalam melakukan tindakan upaya pencegahan tergantung pada hasil dari 2 keyakinan atau penilaian kesehatan yaitu: a. Ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka Hal ini didasarkan pada sejauh mana orang berfikir tentang penyakit atau kesakitan betul-betul ancaman pada dirinya. Bila ancaman dirasakan semakin meningkat maka perilaku pencegahan pun akan meningkat. b. Pertimbangan untung rugi. Konsep ini bertujuan untuk memprediksi isyarat tindakan cues to action yang akan merangsang perilaku yang sebenarnya. Berikut bagan dari konsep Health Belief Model Becker, 1974, 1988; Janz dan Becker, 1984 dalam Priyoto 2014:139: Individual Perception Modifying Factors Likehood of Action Gambar : 2.2 The Health Belief Model Sumber : Priyoto 2014. Teori ini dituangkan dalam lima segi pemikiran dalam diri individu, yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam diri individu untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya Priyoto, 2014:136, yaitu:

2.7.2.1 Perceived Susceptibility Kerentanan yang dirasakan

Risiko pribadi atau kerentanan adalah salah satu persepsi yang lebih kuat dalam mendorong orang untuk mengadopsi perilaku sehat. Semakin besar risiko yang dirasakan, semakin besar kemungkinan terlibat dalam perilaku untuk mengurangi risiko. Perceived susceptibility Perceived Seriousness severity cues to action: - Mass Media Campaigns - Advice from other - Reminder Postcard from physician Perceived benefits of preventive action Minus Perceived barriers to preventive action Likehood of Taking Recommended Preventive Health Demographic variables age, sex, race, ethnicity, etc Sosiopsycological variables Perceived threat

2.7.2.2 Perceived Seriousnessseverity Bahayakesakitan yang dirasakan

Perceived Seriousness severity berkaitan dengan keyakinan kepercayaan individu tentang keseriusan atau keparahan penyakit. Persepsi keseriusan sering didasarkan pada informasi medis atau pengetahuan, juga dapat berasal dari keyakinan seseorang bahwa ia akan mendapat kesulitan akibat penyakit dan akan membuat atau berefek pada hidupnya secara umum.

2.7.2.3 Perceived Benefit Manfaat yang dirasakan

Individu akan mempertimbangkan apakah alternatif tersebut pengobatan memang bermanfaat, yaitu dapat mengurangi ancaman penyakit. Persepsi ini dipengaruhi oleh norma dan tekanan dari kelompoknya.

2.7.2.4 Perceived Barrier Persepsi Hambatan yang dirasakan

Merupakan persepsi terhadap aspek negatif yang menghalangi individu untuk melakukan tindakan kesehatan, misalnya biaya mahal, bahaya, pengalaman tidak menyenangkan, rasa sakit.

2.7.2.5 Modifying Variable Variabel Modifikasi

Empat kontruksi utama dari persepsi dapat dimodifikasi oleh variabel lain, seperti budaya, tingkat pendidikan, pengalaman masa lalu, ketrampilan, tingkat sosial ekonomi, norma, dan motivasi. Variabel tersebut adalah karakteristik individu yang mempengaruhi persepsi pribadi.

2.7.2.6 Cues to Action Isyarat untuk Bertindak

Selain empat keyakinan atau persepsi dan variabel memodifikasi, Health Belief Model menunjukkan perilaku yang juga dipengaruhi oleh isyarat untuk bertindak. Isyarat untuk bertindak adalah peristiwa-peristiwa, orang, atau hal-hal yang menggerakkan orang untuk mengubah perilaku mereka. Isyarat untuk bertindak ini dapat berasal dari informasi dari media masa, nasihat dari orang- orang sekitar, pengalaman pribadi atau keluarga, artikel dan lain sebagainya.

2.8 Kerangka Teori

Gambar 2.3. Kerangka Teori Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Praktik Vaginal Douching yang Berisiko Menularkan IMS pada WPS di Resosialisasi Argorejo Semarang. Sumber: Teori HBM Becker, 1974, 1988; Janz dan Becker, 1984 dalam Priyoto 2014:139 dan Lawrence Green 1980 dalam Priyoto 2014: 6. Faktor pemungkin enabling factor : - Ketersediaan Layanan Kesehatan disekitar Resosialisasi - Aksesibilitas Faktor penguat reinforcing factor: - Dukungan teman sesama WPS - Dukungan Mucikari Praktik Vaginal Douching yang Berisiko Menularkan IMS Persepsi Manfaat dan Persepsi Hambatan Variabel Demografi: 1. Umur 2. Tingkat Pendidikan 3. Pekerjaan 4. Sosial Ekonomi Persepsi Kerentanan dan Persepsi Keparahan Isyarat untuk Bertindak : - Media Informasi - Pengalaman pribadi - Nasihat orang sekitar Faktor pendorong Predisposing factor: - Pengetahuan - Sikap 40 Variabel Perancu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel terikat Gambar 3.1 Kerangka Konsep a. Pengetahuan WPS mengenai vaginal douching b. Sikap WPS mengenai vaginal douching c. Dukungan teman sesama WPS d. Dukungan Mucikari e. Ketersediaan layanan Kesehatan disekitar Resosialisasi f. Persepsi Kerentanan terhadap IMS g. Persepsi Keparahan terhadap IMS h. Persepsi manfaat dalam melakukan vaginal douching i. Persepsi hambatan dalam melakukan vaginal douching j. Isyarat untuk Bertindak dalam melakukan vaginal douching Praktik Vaginal Douching yang Berisiko Menularkan IMS Tingkat Pendidikan