109 Anak akan lebih tertarik untuk menonton dan mencari tahu hal baru
mengenai program tersebut.
h. Lingkungan Sekolah
Secara keseluruhan, lingkungan sekolah kondisi fisik sudah nyaman digunakan untuk belajar. Tetapi, suasana lingkungan di
sekitar sekolah menimbulkan ketidaknyamanan belajar siswa. Siswa dan guru mengaku merasa terganggu dengan suara bising yang
sering muncul. Pembatas satu kelas dan kelas lain yang berupa rolling door membuat suara siswa dari kelas sebelah masuk ke kelas
V. Suara pesawat, yang terbang rendah terdengar hampir 30 menit sekali dan suara dari peralatan mesin dan kegiatan pembangunan
hotel di belakang sekolah. Kelas V berjumlah 27 siswa, jumlah yang masih sedang dan
kondusif untuk belajar bersama. Tetapi, kondisi kelas saat pembelajaran tidak kondusif. Guru sering tidak dapat mengontrol
siswa dengan baik sehingga kelas sering gaduh. Siswa kurang menunjukkan sikap disiplin baik dalam pelaksanaan KBM, pakaian
seragam, maupun perilaku mereka di luar kelas. Siswa Hg dan Ag sering berpindah tempat duduk saat pelajaran berlangsung. Ag
beberapa kali makan saat jam istirahat sudah selesai, siswa Ag, Ct, juga Hg sering tidak mengumpulkan tugas.
Keadaaan sekolah yang menjadi tempat belajar bagi siswa tentunya dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar. M.
110 Dalyono 2009: 59 menyatakan keberhasilan belajar anak yang
rendah dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti metode mengajar dan kualitas guru, fasilitas sekolah, keadaan ruangan,
jumlah murid dalam satu kelas, pelaksanaan tata tertib sekolah, dan tingkat kedisiplinan. Sekolah yang kurang memperhatikan
kedisiplinan dan tidak menjalankan tata tertib dengan baik dapat menyebabkan siswanya kurang mematuhi perintah guru. Hal ini
akan berakibat mereka tidak mau belajar dengan sungguh – sungguh
di sekolah maupun di rumah. Pernyataan tersebut sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan.
Selain beberapa hal tersebut, peneliti menemukan bahwa nilai KKM yang ada juga membuat siswa mengalami kesulitan belajar.
Nilai KKM yang ditetapkan sekolah adalah 70. Namun, untuk mata pelajaran matematika KKM yang ditetapkan adalah 65. Menururt
wali kels V, angka KKM tersebut sebenarnya masih terlalu tinggi dan belum sesuai dengan kemampuan yang dimiliki siswa. Hal ini
terjadi karena penetapan KKM tersebut dibuat tanpa memperhatikan kemampuan yang dimiliki siswa. Melainkan hanya tuntutan dari
dinas pendidikan setempat. Sebelumnya dinas meminta agar KKM ditetapkan pada nilai 75, tetapi sekolah tidak menyanggupinya dan
menurunkan ke nilai 70. Penetapan KKM sepeti ini tidak sesuai dengan panduan
penyusunan kurikulum
tingkat satuan
pendidikan jenjang
111 pendidikan dasar dan menengah yang diterbitkan badan nasional
standa pendidikan tahun 2009. Dalam panduan tesebut, dijelaskan bahwa satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan
minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik, kompleksitas kompetensi, serta kemampuan sumber
daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Dalam panduan tersebut, memang disebutkan bahwa kriteria ideal
ketuntasan untuk masing – masing indikator adalah 75. Namun,
itu bukanlah sebuah patokan yang harus diterapkan pada semua sekolah dan materi yang diajarkan. Hal yang diharapkan dapat
dilakukan oleh semua satuan pendidikan adalah meningkatkan kriteria ketuntasan belajar tersebut secara terus menerus untuk
mencapai kriteria ketuntasan ideal melalui peningkatan kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran.
M. Dalyono 2007:243 mengatakan apabila guru menuntut standar pembelajaran di atas kemampuan siswa tanpa mengukur rata
- rata kemampuan siswanya, menyebabkan hanya sebagian kecil siswa saja yang dapat berhasil dengan baik. KKM yang terlalu
tinggi, membuat guru harus bekerja ekstra untuk menyesuaikannya. Akibatnya, guru hanya berpusat pada kegiatan pembelajaran untuk
mengejar pencapaian
KKM dan
kurang memperhatikan
kebermaknaan pembelajaran dan kebutuhan siswa. Untuk mengejar pencapaian KKM ini, guru kelas V SD N Sosowijayan selalu
112 melakukan perbaikan pada siswa yang belum mencapai KKM yang
ditentukan. Apabila setelah melakukan perbaikan siswa belum dapat mencapai KKM yang ditentukan, maka guru memberi nilai
tambahan melalui PR atau tugas tambahan. Les tambahan juga diselenggarakan dua kali dalam seminggu pada pelajaran
– pelajaran yang dirasa sulit untuk mencapai target KKM.
Selain penetapan standar pelajaran yang terlalu tinggi, guru juga kurang memiliki kecakapan dalam diagnosis siswa yang
kesulitan belajar. Guru kelas V menyampaikan bahwa selama ini belum memberi perlakuan khusus pada siswa yang mengalami
kesulitan belajar. hal tersebut dikarenakan siswa sering tidak mau dan sulit untuk diberi bimbingan. Sejauh ini guru berusaha
berkomunikasi dengan keluarga siswa agar siswa lebih mendapat perhatian di rumahnya dan guru juga dapat mengetahui perilaku
siswa di rumah. Menurut guru kelas V, hal pertama yang dilakukan saat
menemukan siswa yang mengalami kesulitan belajar adalah mendekati dan menanyakan bagian yang menurut siswa sulit. Lalu
mengulang penjelasan dengan lebih pelan. Tetapi, beliau menuturkan bahwa siswa juga jarang mendengarkan penjelasan
tersebut. Sehingga siswa tidak dapat menyelesaikan tugas dengan baik. Guru juga memberlakukan sanksi pada siswa dalam
mengerjakan tugas. Ada beberapa anak yang sering tidak
113 mengerjakan tugas. Akhirnya guru memaksa apabila tidak
mengerjakan, tidak boleh pulang. Setelah itu, biasanya siswa akan menyelesaikan tugasnya.
Pengaruh sekolah terhadap proses belajar sangat besar karena di sekolah sebagian besar waktu untuk belajar. faktor gedung,
lokasi sekolah, KKM, dan kecakapan guru di kelas ini nampaknya yang menjadi faktor adanya kesulitan belajar dari lingkungan
sekolah. kegiatan belajar di sekolah tidak dapat berjalan dengan baik, maka proses belajar anak tidak akan berjalan dengan
maksimal.
4. Sifat Kesulitan Belajar