13
BAB II KAJIAN TEORI
A. Karakteristik Perkembangan Siswa Sekolah Dasar
Perkembangan manusia
berlangsung secara
berurutan atau
berkesinambungan melalui periode atau masa. Menurut Santrock Syamsu Yusuf, 2012: 9 perkembangan manusia terdiri atas tiga periode, yaitu anak
childhood, remaja adolescence, dan dewasa adulthood. Lebih lanjut syamsu menyatakan bahwa anak sekolah dasar berada pada periode
pertengahan dan akhir anak Syamsu Yusuf, 2012: 9. Periode ini digolongkan berdasarkan usia dimana usia rata
– rata anak sekolah dasar di Indonesia adalah 6
– 12 tahun Desmita, 2012: 35. Dimana pada masa ini anak sudah matang untuk masuk sekolah Abu Ahmadi,1991:75. Secara
umum perkembangan peserta didik dapat dikelompokkan ke dalam tiga aspek perkembangan, yaitu perkembangan fisik motorik, perkembangan kognitif
intelektual dan psikososial Desmita, 2012: 33. 1.
Perkembangan Fisik Motorik Fase atau usia sekolah dasar 7-12 tahun ditandai dengan gerak
atau aktivitas motorik yang lincah Syamsu Yusuf, 2012: 59. Hal ini disebabkan oleh keterampilan motorik yang mengalami kemajuan
yang jauh lebih halus dan lebih terkoordinasi dengan baik dari masa sebelumnya Conny R. Semiawan, 1999:49.. Rita Eka Izzaty 2008:
105 juga menegaskan bahwa kebutuhan untuk selalu bergerak sangat diperlukan oleh anak karena energi yang tertumpuk pada anak
14 memerlukan penyaluran. Oleh karena itu, anak
– anak usia SD lebih senang melakukan berbagai aktivitas fisik dari pada berdiam diri
Conny R. Semiawan 1999:49. Pertumbuhan fisik anak yang cenderung stabil dan relatif seimbang
juga membuat fase ini sangat ideal untuk melatih berbagai keterampilan motorik anak Syamsu Yusuf, 2012: 59. Lebih rinci,
Santrock Desmita, 2012: 80 mengungkapkan pada usia 10 hingga 12 tahun, anak
– anak mulai memperlihatkan gerakan – gerakan yang kompleks, rumit, dan cepat, yang diperlukan untuk menghasilkan
karya kerajinan yang bermutu bagus atau memainkan instrumen musik tertentu.
2. Perkembangan Kognitif Intelektual
Pada usia sekolah dasar 7-12 tahun, anak berada pada tahap operasional konkret dalam berfikir. Anak mulai menggunakan
operasi mental untuk memecahkan masalah – masalah yang aktual
dan konkret Rita Eka Izzaty, 2008: 106. Menurut Piaget Syamsu Yusuf, 2012: 61 tahap operasional konkret ditandai dengan
kemampuan 1 mengklasifikasikan benda berdasarkan kesamaan cirinya; 2 menyusun, menghubungkan, dan menghitung angka atau
bilangan; 3 memecahkan masalah yang sederhana. Kemampuan berfikir anak berkembang dari tingkat yang sederhana dan konkret
ketingkat yang lebih rumit dan abstrak Rita Eka Izzaty, 2008: 106- 107. Selain itu, anak juga telah dapat mereaksi rangsangan
15 intelektual, atau melaksanakan tugas
– tugas belajar yang menuntut kemampuan kognitifnya seperti membaca, menulis, dan menghitung
Syamsu Yusuf, 2012: 61. Kemampuan intelektual anak pada masa ini sudah cukup untuk
menjadi dasar diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya nalarnya Syamsu Yusuf, 2012:
61. Anak mampu mengklasifikasikan dan mengurutkan suatu benda berdasarkan ciri
– ciri suatu objek. Mereka juga dapat mengerti hubungan perubahan dan proses dari kejadian
– kejadian yang lebih kompleks Rita Eka Izzaty, 2012: 107. Pada usia 7-12 tahun, ingatan
anak mencapai intensitas paling kuat dan besar. Intensitas paling kuat ada pada daya menghafal dan memorisasinya. Sedangkan
kemampuan memuat jumlah materi ingatan di usia ini paling banyak jika dibandingkan dengan kemampuan di usia lainnya Abu Ahmadi,
1991: 81. 3.
Perkembangan Psikososial Menurut teori perkembangan psikososial oleh Erikson Dwi
Utami Faizah, 2008: 61, anak usia sekolah dasar 6-12 tahun berada pada tahap industry vs inferiority letency stage. Erickson Dwi
Utami Faizah, 2008: 61 mengibaratkan perkembangan anak usia SD sebagai “Masa Robinson Crusoe”.
“Mereka tertarik dengan praktik pengembaraan berpikir dan mengaitkannya dengan kehidupan sosial. mereka sangat suka
melakukan berbagai eksperimen untuk memenuhi rasa
16 keingintahuan yang benar, masa industri ini dimiliki oleh
semua anak dengan ciri yang sama yaitu produktif.” Berinteraksi dengan teman sebaya merupakan aktivitas yang
banyak menyita waktu anak pada masa pertengahan dan akhir anak –
anak Desmita, 2012: 224. Anak mulai dapat menyesuaikan diri dengan kelompok teman sebanya maupun lingkngan masyarakat
sekitarnya Syamsu Yusuf, 2012: 66. Ia mulai dapat merubah sikap egosentris kepada sikap kooperaif atau sosiosentris. Pada masa ini,
anak tidak lagi puas bermain sendirian di rumah atau melakukan kegiatan
– kegiatan dengan anggota keluarganya Desmita, 2012: 224. Mereka menyukai permainan yang sifatnya menjelajah
ketempat – tempat yang belum pernah ia kunjungi, dan juga
permainan konstruktif yaitu membangun dan membentuk sesuatu sehingga membantu mengembangkan kreativitas anak Rita Eka
Izzaty, 2008: 114. Anak lebih menekankan pada pentingnya bermain bersama kelompok sebaya karena ia memiliki keinginan yang besar
untuk diterima oleh kelompoknya Desmita, 20012: 224. Perkembanagn sosial anak tentu tidak dapat dipisahkan dengan
perkembangan emosinya Rita Eka Izzaty, 2008: 113. Rita menyatakan ada delapan ciri
– ciri emosi anak , yaitu: 1
Emosi anak berlangsung relatif lebih singkat sebentar hanya beberapa menit dan sifatnya tiba
– tiba.
17 2
Emosi anak kuat atau hebat, mereka akan tampak marah sekali, takut sekali, tertawa terbahak
– bahak meskipun cepat hilang.
3 Emosi anak mudah berubah, sering berganti – ganti emosi
dalam waktu yang singkat. 4
Emosi anak nampak berulang – ulang, hal ini timbul karenaa anak dalam proses perkembangan kearah
kedewasaan. 5
Respon emosi anak berbeda – beda dari waktu ke waktu. 6
Emosi anak dapat diketahui atau dideteksi dari gejala tingkah lakunya.
7 Emosi anak mengalami perubahan dalam kekuatannya.
8 Pengungkapan dalam ungkapan – ungkapan emosional,
mereka selalu memperlihatkan keinginan yang kuat terhadap apa yang mereka inginkan.
Dengan pergaulan yang semakin luas dengan teman sebaya dan teman sekolah anak mulai mengembangkan emosinya Rita Eka
Izzaty, 2008: 111. Anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar dan berlebihan tidaklah diterima, atau tidak
disenangi oleh orang lain. Oleh karena itu, ia mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya Syamsu Yusuf,
2012: 63.
18 Ketiga aspek perkembangan anak tersebut tentu akan memberi pengaruh
terhadap tahapan dan proses belajarnya. Perkembangan aspek intelektual anak pada tahap ini memungkinkan diberikannya berbagai kecakapan yang dapat
mengembangkan pola pikir dan daya nalarnya. Keterampilan berfikirnya sudah mampu digunakan untuk mempelajari hal
– hal yang bersifat abstrak sehingga anak dapat mengaitkan konsep
– konsep dan istilah yang ia ketahui. Rasa ingin tahu dan kreativitas anak yang sangat besar harus dapat difasilitasi
dengan baik agar dapat mendukung keberhasilan belajarnya. Rasa ingin tahu dan daya kreativitas yang bagus itu membuat anak
menyukai kegiatan bermain yang sifatnya menjelajah dan konstruktif yaitu membangun atau membuat sesuatu yang menuntuk daya kreativitasnya.
Kematangan perkembangan motorik anak memungkinkannya untuk menerima pelajaran keterampilan seperti kegiatan olahraga, melukis, menari,
dan lain sebagainya. Dunia persekolahan yang telah menjadi bagian dari kehidupannya saat ini
juga membuat pergulannya semakin luas. Anak mulai berinteraksi dengan teman sekolah, teman bermain, dan masyarakat di sekitarnya yang juga
mempengaruhi perkembangan sosial anak. Hal ini membuat sifat egoisentris anak mulai berkurang sehingga mereka mulai dapat bekerjasama dengan
orang lain, menyukai kehidupan berkelompok, dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Selain itu, anak dapat memilih cara yang baik dalam
mengekspresikan emosi kepada orang lain. Saat ini, keadaan emosi anak masih sangat mempengaruhi keberhasilan belajarnya.
19
B. Tugas