Kebijakan Penanggulangan Penyakit HIVAIDS Kebijaksanaan Depkes Menghadapi Masalah HIVAIDS

Pelayanan medis terhadap penyakit HIVAIDS memang merupakan persoalan yang serius di bidang ekonomi. Di negara-negara Industri, biaya perawatan untuk setiap penderita HIVAIDS diperkirakan berkisar antara US 25.000 sampai US 150.000. pertahun. Di negara berkembang, tambahan beban pada anggaran kesehatan karena obat ARV bagi penderita HIVAIDS sudah sangat terbatas. HIVAIDS juga membawa dampak pada ibu dan anak. Kenaikan angka kematian bayi yang terinfeksi dengan HIV mungkin menyebabkan keseimbangan kemajuan yang telah dicapai dalam upaya kesehatan anak, jadi untuk negara-negara berkembang, HIVAIDS akan mengancam peningkatan derajat kesehatan yang telah direncanakan sebelumnya. Keresahan sosial dan ekonomi karena HIVAIDS menunjukkan bahwa keduanya berarti lebih dari sekedar penyakit saja. Penyakit ini akan mejadi permasalahan politik dan kebudayaan yang besar. Ketakutan akan HIVAIDS mengancam terjadinya pembatasan-pembatasan untuk bepergian dan komunikasi antar negara. Disamping diakui bahwa HIVAIDS adalah problema dunia, masih ada saja kecenderungan untuk mengucilkan kelompok tertentu, suku dan kebangsaan. HIVAIDS mungkin mengancam nilai-nilai dasar dari masyarakat dan setiap usaha yang berhubungan dengan penyakit tersebut merupakan tantangan yang besar saat ini.

2.9 Kebijakan Penanggulangan Penyakit HIVAIDS

Dalam menentukan kebijaksananaan, Departemen Kesehatan menetapkan beberapa pertimbangan antara lain: angka morbiditas dan mortalitas tinggi, kemungkinan menimbulkan wabah, menyerang kelompok anak dan usia produktif, Universitas Sumatera Utara menyerang penduduk pedesaan atau penduduk berpenghasilan rendah di perkotaan, menyerang daerah-daerah pembangunan ekonomi, adanya ikatan internasional dan adanya teknologi yang efektif untuk pemberantasan penyakit. Kebijaksanaan yang di tempuh untuk memberantas penyakit menurut Rencana Pokok Program Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan RP3JPK ialah: meningkatkan peranan dan tanggung jawab masyarakat dalam pengamatan penyakit tertentu dengan mengutamakan aspek pelaporan dini.

2.10 Kebijaksanaan Depkes Menghadapi Masalah HIVAIDS

Karena masalah HIVAIDS telah menjadi masalah internasional, maka World Health Organization WHO mengambil keputusan untuk menghadapi masalah HIVAIDSdengan program khusus secara terpadu yang disebut Global Programme on HIVAIDSGPA yang memberikan bantuan kepada setiap negara anggota untuk mengembangkan program HIVAIDS Nasional dengan memperhatikan strategi global WHO yaitu dengan mengintegrasikannya ke dalam sistem yang ada dan bersifat edukatif dan preventif agar setiap orang dapat melindungi dirinya dari HIVAIDS. Satu-satunya komponen yang terpenting dalam program HIVAIDS Nasional adalah informasi dan edukasi karena penularan HIVAIDS dapat dicegah melalui perilaku yang bertanggung jawab. Didalam menyusun kebijaksanaan menghadapi masalah HIVAIDS perlu dipertimbangkan beberapa hal antara lain adalah : Universitas Sumatera Utara a. Indonesia merupakan negara terbuka sehingga masuknya HIVAIDS ke Indonesia tidak dapat dihindarkan. b. HIVAIDS telah melanda sebagian besar negara di dunia pandemi dan telah menjadikan masalah Internasional. c. Penanggulangan terpadu GPA telah dicanangkan oleh WHO dan di bantu badan-badan Internasional lainnya. d. Infeksi HIV mempunyai konsekwensi penting bagi perorangan, keluarga dan masyarakat dengan tidak memandang tingkat sosial, ekonomi dari suku bangsa. e. Dampak yang merugikan yang disebabkan oleh infeksi HIV tidak saja di bidang kesehatan tetapi juga di bidang lainnya seperti sosiol, ekonomi, politik dan kebudayaan. f. Belum ada obatvaksin yang efektif untuk melawan HIVAIDS. g. Masalah HIVAIDS harus dilihat dalam kaitannya dengan prioritas masalah kesehatan lainnya. Dalam upaya menerapkan kebijaksanaan tersebut di atas maka Departemen Kesehatan telah membentuk suatu panitia untuk menanggulangi HIVAIDS yang diketuai oleh Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Panitia ini merupakan wadah komunikasikoordinasi serta pengolahan informasi dalam rangka meningkatkan kewaspadaan dari kesiap-siapan menghadapi HIVAIDS. Adanya panitia ini tidak mengurangi wewenang dan tugas dari unit – unit struktural di Departemen Kesehatan sesuai dengan bidang masing-masing. Perlu Universitas Sumatera Utara ditegaskan bahwa untuk penanggulangan HIVAIDS tidak akan diadakan struktur khusus dalam sistem pelayanan kesehatan. Penanggulangan HIVAIDS akan dilakukan secara terpadu oleh unit-unit yang bertangung jawab mengenai masalah tersebut. Beberapa kebijaksanaankeputusan telah diambil panitia penanggulangan HIVAIDS Departemen Kesehatan antara lain: a. Untuk penentuan penderita HIVAIDS di Indonesia digunakan definisi WHOCDC yang dikonfirmasikan dengan tes ELISA dan Western Blot. b. Produk darah yang diimpor harus memenuhi persyaratan bebas HIVAIDS. c. Interpretasi hasil tes ELISA yang positif harus dilakukan dengan hati-hati. Kerahasiaan harus dipegang teguh. Counseling hanya dilakukan bila konfirmasi dengan tes Western Blot Positif. d. Mengadakan survey seroepidemiologi infeksi HIV terutama pada kelompok resiko tinggi di daerah-daerah tujuan wisata. e. Mengadakan penelitian faktor-faktor resiko HIVAIDS dan perilaku seksual masyarakat. f. Pendidikan dan pelatihan tenaga-tenaga kesehatan antara lain dengan pengiriman tim ke luar negeri. g. Penyuluhan kesehatan kepada masyarakat, dengan menyebarkan informasi mengenai HIVAIDS. Penangulangan HIVHIVAIDS di Indonesia mempunyai tiga tujuan yaitu : a Pencegahan penularan HIV Universitas Sumatera Utara b Mengurangi sebanyak mungkin penderita perorangan serta dampak sosial dan ekonomis dari HIVAIDS di seluruh Indonesia. c Menghimpun dan menyatukan upaya-upaya nasional untuk penanggulangan HIVAIDS. Program Nasional penanggulangan HIVAIDS pada Pelita VI terdiri dari: a. Komunikasi, Informasi dan Edukasi KIE. b. Tindakan pencegahan, pengujian dari konseling. c. Pengobatan, pelayanan dan perawatan, Obat yang digunakan adalah antiretroviral ARV d. Penelitian dan kajian, monitoring, evaluasi, pendidikan dan latihan e. Kerjasama internasional. f. Pelembagaan program dan peraturan perudang –undangan.

2.11 Landasan Teori