36 d. berilmu sebagai bentuk nilai kecerdasan substantif;
e. cakap sebagai bentuk nilai kecerdasan operasional; f.
kreatif sebagai bentuk nilai kecerdasan inovatif; g. mandiri sebagai bentuk nilai personal-sosial; dan
h. menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab sebagai nilai personal sosial-politik.
Model operasional pembelajaran pendidikan kewarganegaraan PKn untuk mengembangkan karakter yang perlu dikuasai oleh guru
adalah yang terkait pada central values yang terkandung dalam atau menopang konsep nilai yang menjadi elemen dari tujuan pendidikan
nasional tersebut.
E. ProsedurMetode Pelaksanaan
1. Model Dasar Sebagai Sumber Adaptasi Model yang dapat dijadikan sumber adaptasi adalah Program
“We the People … Project Citizen”. Program ini dirancang untuk mengembangkan minat dan kemampuan mahasiswa untuk berpartisipasi
secara nalar dan penuh tanggung jawab dalam pemerintahan lokal dan nasional. Dampak dan efektivitas program ini, telah dikemukakan dari hasil
“assessment” tim di bawah pimpinan Kenneth W. Tolo 1998. Menurut Tolo dkk 1998: xv, assesment “Project Citizen” di sekolah menengah Middle
School tersebut didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut. a. Dalam bentuknya yang paling ideal, “Civic Education” berupaya untuk
melibatkan para peserta didik dalam kegiatan masyarakatnya dengan cara mengajarkan keterampilan yang diperlukan guna berpartisipasi
secara effektif.
b. Dalam sistem demokrasi konstitusional, partisipasi warga negara ini sangatlah penting. Oleh karena itu, warga negara yang baik terbentuk
dari suatu karakter c. Pendidikan kewargnegaraan yang efektif mendidik dan mengajar
warganegara bagaimana berpartisipasi dan memberikan kontribusi terhadap perubahan dalam masyarakat sangatlah kritis bagi
kelangsungan komitmen partisipasi warganegara lebih lanjut.
37 d. Usia siswa sekolah menengah merupakan saat yang krusial dalam
pengembangan peran dan tanggungjawab warga negara. Pada usia inilah peserta didik menemukan identitas dirinya dan perannya dalam
masyarakat sekitarnya dan masyarakat dalam arti keseluruhan.
e. Dalam kenyataannya, sedikit sekali upaya yang dilakukan untuk mengembangkan kewarganegaraan pada usia ini.
Pengembangkan Program “We the People … Project Citizen”
dimulai tahun 1995-1996 yang melibatkan 460 guru di 45 negara bagian di Amerika Serikat yang mencakup 1.000 kelas dengan 28.000 peserta didik.
Paket pembelajaran ini dikembangkan atas dasar pendekatan “Reflective Inquiry” yang secara generik memiliki langkah-langkah belajar sebagai
berikut. 1 Identifikasi masalah kebijakan publik yang ada dalam masyarakat;
2 Pemilihan masalah sebagai fokus kajian kelas; 3 Pengumpulan informasi terkait masalah yang menjadi fokus kajian
kelas; 4 Pengembangkan sebuah portfolio kelas; dan
5 Kajian reflektif atas pengalaman belajar yang dilakukan CCE: 1998a. Titik berat dari paket pembelajaran ini adalah perlibatan peserta
didik dalam keseluruhan proses, dan dengan proses itu peserta didik difasilitasi untuk mendapatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan”
CCE, 1998. Dalam pelaksanaannya paket pembelajaran “We the People…Project Citizen” ini dikemas dalam suatu skenario atau prosedur
dan rambu-rambu pembelajaran yang mecakup 6 enam langkah CCE, 1998b sebagai berikut.
1 Mengidentifikasi masalah kebijakan publik yang ada dalam masyarakat.
Pada langkah ini kelas difasilitasi untuk dapat mengidentifikasi berbagai masalah yang ada di lingkungan masyarakat dengan melalui
pengamatan, interviuw atau wawancara, dan studi dokumentasi yang dilakukan secara kelompok.
2 Memilih masalah sebagai fokus kajian kelas. Pada langkah ini, kelas difasilitasi untuk mengkaji berbagai masalah itu dan kemudian memilih
satu masalah yang paling layak untuk dipecahkan.
38 3 Mengumpulkan informasi terkait masalah yang menjadi fokus kajian
kelas. Pada langkah ini kelas difasilitasi untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan dalam rangka pemecahan masalah tersebut
dari berbagai sumber informasi yang relevan dan tersedia, seperti perpustakaan, meda massa, kalangan profesional dan ahli, pejabat
pemerintah, organisasi nonpemerintah, dan tokoh serta anggota masyarakat.
4 Mengembangkan suatu portfolio kelas. Pada langkah ini, kelas mengembangkan portofolio berupa himpunan hasil kerja kelompok
dalam rangka pemecahan masalah tersebut dan menyajikannya secara keseluruhan dalam bentuk panel pameran yang dapat dilihat
bersama, yang melukiskan saling keterkaitan masalah, alternatif kebijakan, dukungan atas alternatif kebijakan, dan rencana tindakan
untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
5 Menyajikan portfolio kelas dalam suatu simulasi dengar pendapat. Pada langkah ini, keseluruhan portofolio yang telah dikembangkan
kemudian disajikan dan dipamerkan kepada civitas akademika dan masyarakat.
6 Malakukan kajian reflektif atas pengalaman belajar yang dilakukan. Pada langkah terakhir, kembali ke kelas untuk melakukan refleksi atau
pengendapan dan perenungan mengenai hasil belajar yang dicapai melalui seluruh kegiatan tersebut.
Sebagai rambu-rambu dalam kegiatan refleksi tersebut diajukan berbagai pertanyaan reflektif sebagai berikut.
a. “What did I personally learn about public policy from working with my classmates?
b. What did we learn as a class about public policy by developing our portfolio? c. What skills did I learn or improve upon in this project?
d. What skills did we learn or improve upon in this project? e. What are the advantages of working as a team?
f.
What are the disadvantages of working as a team? g. What did I do well?
h. What did we do well?
39 i.
How can I improve my problem-solving skills? j.
How can we improve our problem-solving skills? k. What would we want to do differently, if we were to
develop another portfolio on another public policy issue?” CCE,1998b
Paket pembelajaran ini, karena memang sifatnya yang generik dan universal, telah diadopsi diberbagai negara di luar Amerika Serikat seperti
Bosnia dan Herzegovina, Brazil, Kroasia, Czech Republic, Dominican Republic, Hungary, Israel, Kazakstan, Latvia, Lithuania, Mexico, Northern
Ireland and the Republic of Ireland, Poland, Romania, Russia, Slovakia. Di masing-masing negara yang mengadopsi paket pembelajaran ini,
paket belajar yang dikembangkan oleh Center for Civic Education CCE diterjemanhkan ke dalam bahasa nasionalnya masing-masing dengan
adaptasi sebagian dari isinya sesuai dengan konteks masing-masing negara tersebut. Seperti dilaporkan oleh masing-masing anggota delegasi
negara tersebut dalam “Summer International Seminar On Civic Education Program di Palermo, Italia, June 17-22, 1999”, paket tersebut ternyata bisa
diterapkan dan mendapat sambutan yang luas baik dari dunia persekolahan maupun pemerintah masing-masing negara, dan pada masing-masing
negara tersebut kini siap memasuki tahap diseminasi yang lebih luas lagi. Fenomena tersebut dapat dipahami karena memang sifat generik dari paket
“We the People… Project Citizen” yang pada dasarnya dikembangkan dari model pendekatan berfikir kritis atau reflektif sebagaimana dirintis oleh
John Dewey 1900 dengan paradigma “How We Think”-nya atau model “Reflective Inquiry”-nya Barr, et.al.1978.
Dampak pembelajaran ternyata bukan saja peserta didik menjadi lebih peka dan tanggap terhadap masalah kebijakan publik tetapi lebih
jauh temuan proyek belajar peserta didik itu benar-benar diadopsi oleh pemerintah setempat sebagai bagian dari kebijakan publik di daerahnya.
Hal ini terjadi di banyak negara seperti di beberapa negara bagian di USA, beberapa kota di Italia, Bosnia, Rusia, Nigeria, Mongolia, Croatia,
Polandia, Ceko, Ukraina, Macedonia, Mesir, Turki, Irlandia, Canada, Slovenia, Rumania, Jerman, Philippina, Kazakhtan, dan beberapa negara
40 “emerging democracies” lainnya CIVITAS: 2000. Dengan demikian, para
guru dan peserta didik dapat melakukan refleksi atas manfaat nilai dan prinsip demokrasi dalam kehidupan di sekolah yang diintegrasikan dengan
kehidupan di dalam masyarakatnya. Di situlah kelas pendidikan demokrasi benar-benar dikembangkan sebagai laboratorium demokrasi yang tidak
dibatasi oleh empat dinding ruangan kelas.
Untuk Indonesia, model tersebut telah diadaptasi yang diujicobakan oleh Center for Indonesian Civic Education CICED bekerjasama dengan
Kanwil Depdiknas Jawa Barat dan Pusbangkurrandik. Uji coba dilakukan di enam SLTP Negeri di sekitar Bandung, Jawa Barat dan berlangsung selama
satu caturwulan mulai bulan Agustus sd Nopember 2000. Kemudian secara nasional dirintis penerapannya oleh Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah melalui Proyek Pendidikan Kewarganegaraan dan Budi Pekerti di 70 SMP dan 30 SMA yang tersebar di 15 propinsi tahun
2001-2002, dan melalui program kerjasama Depdiknas dengan Center for Civic Education Indonesia CCEI diujicobakan pada 250 SMP yang
tersebar di 12 propinsi pada tahun 2002. Dalam kurun waktu 4 empat tahun berikutnya, 2003-2006 kegiatan rintisan menjangkau 64 kabupaten
kota dengan cakupan 512 SD, 512 SMP, dan 512 SMA. Dengan demikian, dalam kurun waktu 6 enam tahun, 2001-2006 rintisan telah menjangkau
1.786 sekolah SD, SMP, dan SMA.
Sementara itu, pada jenjang perguruan tinggi model ini mulai diujicobakan tahun 2010 pada perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan
di Universitas Pendidikan Indonesia dan pada sejumlah mata kuliah pada Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan Fakultas Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial sejak lima tahun yang lalu. Pada saat bersamaan, di lingkungan masyarakat sekolah dan masyarakat yang lebih luas
seyogyanya, juga dikondisikan untuk menjadi “spiral global classroom” CICED, 1999a. Dengan demikian, kesenjangan yang melahirkan
kontroversi atau paradoksal antara yang dipelajari di sekolah dengan yang sungguh-sungguh terjadi dalam kehidupan masyarakat secara sistematis
dapat diminimumkan. Hal inilah yang ingin dijembatani oleh model Project Citizen.
41
2. Profil Dasar Model Pembelajaran