Kegiatan pembelajaran muatan lokal batik

91 sekolah dan guru secara bersama-sama menyusun Rencana Kerja Anggaran Sekolah RKAS. Rencana Kerja Anggaran Sekolah RKAS disusun untuk pendanaan kegiatan di sekolah termasuk juga pendanaan kegiatan belajar muatan lokal batik. Pendanaan muatan lokal batik di sekolah sendiri digunakan untuk pengadaan buku pendidikan batik, pengadaan alat batik, selain itu juga untuk kegiatan belajar muatan lokal batik seperti digunakan untuk kegiatan praktek batik.

b. Kegiatan pembelajaran muatan lokal batik

Kurikulum muatan lokal batik dalam pelaksanaan di sekolah menjadi sebuah mata pelajaran, sehingga dalam pelaksanaannya diberikan alokasi tersendiri. Kegiatan belajar muatan lokal batik dilakukan 2 jam perminggu baik kelas rendah maupun kelas tinggi. Nana Sudjana 1989: 177-178 menyatakan strategi pelaksanaan kurikulum muatan lokal dapat dilakukan dengan berbgaai cara yaitu: pendekatan monolitik artinya pendekatan kurikulum muatan lokal diberikan kepada peserta didik secara tersendiri, dalam arti ada alokasiwaktu khusus dalam kurikulum. Pendekatan ini dapat dilaksanakan dalam bidang studimata pelajaran yang memang sebagian besar adalah mata muatan lokal, seperti bahasa daerah, keseniaan, olah raga, dan lain-lain. Pelaksanaan kurikulum muatan lokal batik di SD Negeri Sendangsari menggunakan pendekatan monolitik yaitu muatan lokal menjadi mata pelajaran tersendiri. Kegiatan pembelajaran batik sendiri 92 dilaksanakan 2 jam perminggu baik itu kelas rendah maupun kelas tinggi. Dalam kegiatan pembelajaran muatan lokal batik sampai saat ini sudah berjalan sesuai dengan guru kelas masing-masing dengan berpedoman pada kurikulum dan silabus yang ada. Kegiatan pembelajaran muatan lokal batik pada kelas rendah sendiri dalam pelaksanaannya baru sekedar pengenalan awal tentang batik seperti motif-motif dasar batik, alat-alat batik. Selain adanya teoribatik praktek pada kelas rendah baru menggambar motif batik dan mewarnai motif batik. Berdasarkan hasil observasi dalam kegiatan belajar muatan lokal batik pada kelas rendah sendiri adanya praktek sederhana seperti membuat motif batik dengan menggunakan media seperti pelepah pisang, daun tanaman lokal seperti daun bili, ketela. Selain menggunakan sumber belajar tanaman pengenalan batik juga dengan mengajak peserta didik membawa kain batik yang ada dirumah masing-masing. Kegiatan pembelajaran pada kelas tinggi sendiri hampir sama dengan kelas rendah seperti adanya teori tentang batik seperti pewarnaan batik, macam-macam batik seperti batik jumputan, colet lebih khusus sudah melakukan praktek seperti praktek batik jumputan, membuat pewarna batik alami, sedangkan untuk praktek membatik pada kain dengan media lilin jarang dilakukan, karena terkendala waktu dan kemampuan guru dalam membatik. Selain itu pada kelas 93 tinggi guru yang mengadakan kegiatan belajar di luar sekolah dengan melakukan kunjungan ke sentra batik terdekat. Berdasarkan wawancara dan observasi pada kelas tinggi dalam pelaksanaannya masih ada guru yang mengajarkan batik hanya sekedar menggambar motif batik tanpa ada praktek. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan guru tentang batik dan kurangnya komitmen guru dalam melaksanakan pembelajaran batik. Sedangkan untuk guru yang mempunyai pengetahuan lebih tentang batik dan mempunyai komitmen yang tinggi dalam pengembangannya sudah sesuai dengan aturan yanga ada. Dakir 2010:119-123 mengatakan dalam pengembangan kurikulum muatan lokal harus menyeleksi bahan-bahan muatan lokal dengan kriteria: a Sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik, b Tidak bertentangan dengan Pancasila dan berbagai peraturan adat yang berlaku, c Letaknya terjangkau dari sekolah, d Ada narasumber baik di dalam maupun di luar sekolah, e Bahankegiatan tersebut merupakn ciri khas di daerah itu. Berdasarkan langkah-langkah dalam melakukan pengembangan muatan lokal batik di SD Negeri sedangsari sebagian guru telah menggunakan langkah tersebut. Hal tersebut dapat dilihat pada kelas rendah dalam praktek batik disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik seperti dengan menggunakan daun dan pelepah pisang sebagai sarana praktek, selain itu juga dipilihnya daun lokal yang berada disekitar sekolah sehingga dapat dijangkau dengan 94 mudah oleh peserta didik. Sedangkan pada kelas tinggi dalam pegembangannya juga sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik seperti adanya praktek membuat pewarna batik alami dengan bahan yang mudah didapat, selain itu juga dengan adanya praktek batik jumputan yang mudah untuk dipraktekkan sesuai dengan perkembangan peserta didik. Dengan adanya kegiatan kunjungan ke sentra batik hal ini guru juga melihat ada narasumber yang baik di luar sekolah sehingga perlu mengajak peserta didik melakukan kunjungan. Namun masih ada sebagian guru yang tidak memperhatikan hal tersebut seperti dalam kegiatan pembelajaran batik pada kelas tinggi kegiatan hanya menggambar motif batik, sehingga dalam hal ini tidak disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik.

c. Sarana prasarana