Identifikasi Masalah Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sebagai perbandingan sekaligus pembeda, pada skripsi ini penulis menyertakan contoh kasus dengan menganalisis putusan sebagai dasar permasalahan yang akan diangkat dengan menguraikan perihal pengaturan pemberesan harta pailit dalam Undang-Undang Kepailitan yang mana pemberesan harta pailit dalam kasus kepailitan ini mengandung multitafsir sehingga tidak adanya kepastian hukum dalam pelunasan harta pailit kepada kreditor konkuren sehingga terdapat perbedaan pembahasan dan masalah yang diangkat penulis dengan penilitian-penelitian yang sudah ada.

F. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Globalisasi telah mempengaruhi perkembangan perekonomian dan perdagangan, modal yang dimiliki oleh para pengusaha pada umumnya sebagian besar merupakan pinjaman yang berasal dari berbagai sumber, baik dari bank, penanaman modal, lembaga-lembaga penyedia kredit, badan hukum lainnya seperti perusahaan, maupun penerbitan obligasi, yang kemudian menimbulkan banyak permasalahan penyelesaian utang piutang dalam masyarakat. Menurut Prof. Chatamarrasjid pusat permasalahan adalah bagaimana mengatasi kredit macet yang dialami oleh dunia keungan Indonesia. 9 Pada dasarnya, kepailitan mencangkup mengenai harta kekayaan dan bukan mengenai perorangan debitor, yang disebut dengan harta pailit adalah harta milik debitor yang dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan. 9 Adil Samadani, Dasar-Dasar Hukum Bisnis, Jakarta: MItra Wacana Media 2013, h.70. Ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Kepailitan secara tegas menyatakan bahwa “Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan”. 10 Lembaga kepailitan merupakan pengaturan lebih lanjut dari apa yang diatur dalam Pasal 1131 jo. 1132 KUHPerdata mengenai prinsip paritas creditorium dan prinsip pari passu pro rata parte, 11 di mana pembagian sisa harta pailit harus dibagi secara adil dan merata. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dalam Pasal 1 mengandung asas-asas sebagai berikut: a. Asas Keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan yang mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditor yang tidak beritikad baik. b. Asas Kelangsungan Usaha, dalam undang-undang ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitor yang prospektif tetap berlangsung. c. Asas Keadilan, bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap debitor, dengan tidak memedulikan kreditor lainnya. d. Asas Integrasi, asas ini mengandung pengertian bahwa sistem hukum formal dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional. 12 Beranjak dari asas keadilan, Plato dan Aristoteles mengungkapkan bahwa keadilan menjadi jiwa dari pemikiran hukum yang baik. Plato percaya 10 Ibid. 11 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan; Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, Jakarta: Kencana 2008, h. 69. 12 Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan; Teori dan Contoh Kasus, Jakarta: Kencana 2011, cet ke-6, h. 132. bahwa menegakkan keadilan harus menjadi tujuan negara. Sedangkan Aristoteles juga menempatkan keadilan sebagai nilai yang paling utama dalam politik. Ia juga menyebutkan bahwa keadilan sebagai nilai yang paling sempurna dan lengkap. Oleh karena itu, hukum dibuat untuk kebahagian manusia demi tercapainya tatanan atau tata tertib yang baik Alasannya, keadilan pada dasarnya terarah baik pada diri sendiri maupun orang lain. Bertindak adil berarti bertindak dengan memperhitungkan orang lain. Karena itu, hukum yang adil bagi Aristoteles berarti hukum harus memihak pada kepentingan semua orang. Hukum harus membela kepentingan atau kebaikan bersama common good. 13 Dari itu timbullah lembaga kepailitan, yang berusaha untuk mengadakan tata cara yang adil mengenai pembayaran utang terhadap semua kreditor dengan cara seperti yang diperintahkan oleh Pasal 1132 KUHPerdata. 14

2. Kerangka Konseptual

Pada 18 Oktober 2004, UU No. 4 Tahun 1998 diganti dengan UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, UU No.37 Tahun 2004 ini mempunyai cakupan yang luas karena adanya perkembangan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat untuk menyelesaikan utang piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif. 15 13 Andre Ata Ujan, Filsafat Hukum; Membangun Hukum, Membela Keadilan, Yogyakarta: Kanisius 2009, h.39-40. 14 Rahayu Hartini, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia; Dualisme Kewenangan Pengadilan Niaga Lembaga Arbitrase ... ... ... ... h. 75. 15 Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, Malang: UMM Press, 2008, h. 9-12.