Prinsip Pari Passu Pro Rata Parte

Penjabaran sistem ini akan berkaitan dengan kelembagaan yang terlibat dalam proses kepailitan mulai dari lembaga peradilan yang berwenang, hukum acara yang digunakan, serta terdapatnya hakim komisaris dan kurator dalam pelaksanaan pailit. 17

D. Hak-hak Kreditor Konkuren dalam Kepailitan

Tujuan Undang-Undang Kepailitan adalah melindungi kreditor konkuren untuk memperoleh hak-haknya berkaitan dengan berlakunya asas jaminan. Undang-Undang Kepailitan juga menjamin agar pembagian harta kekayaan debitor di antara para kreditornya. 18 Adapun Pasal 1132 KUHPerdata menentukan bahwa setiap pihak atau kreditor yang berhak atas pemenuhan perikatan, haruslah mendapatkan pemenuhan perikatan dari harta kekayaan pihak yang berkewajiban debitor tersebut secara pari passu dan pro rata. 19 Artinya bahwa kreditor secara bersama-sama memperoleh pelunasan tanpa ada yang didahulukan dan pembayaran atas piutang-piutangnya dihitung berdasarkan besar kecilnya piutang masing-masing. Seorang debitor hanya dapat dikatakan pailit apabila telah diputuskan oleh Pengadilan Niaga. 20 Kreditor dalam hal ini dapat mengajukan pailit terhadap 17 Ibid, h. 42 18 Siti Anisah, Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam Hukum Kepailitan di Indonesia; Studi Putusan-Putusan Pengadilan, Yogyakarta, Total Media, 2008, h. 255. 19 Jono, Hukum Kepailitan, Jakarta: Sinar Grafika, 2013, h. 3. 20 Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis; Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo, 2008, h. 230. debitor dengan mengajukan permohonan kepailitan ke Pengadilan Niaga, di mana telah diatur dalam Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004, tentang pihak-pihak yang dapat mengajukan pailit, yaitu: 21 a. Atas permohonan debitor sendiri. b. Atas permintaan seorang atau lebih kreditor. c. Oleh kejaksaan atas kepentingan umum. d. Bank Indonesia dalam hal debitor merupakan lembaga bank. e. Oleh Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitor merupakan perusahaan efek, dan 22 f. Menteri Keuangan. 23 Undang-Undang Kepailitan dibentuk atas dasar ketentuan yang ada di KUHPerdata, yaitu Pasal 1131 dan 1132. Pasal-Pasal tersebut menyebutkan bahwa dijaminkannya pemenuhan hak para kreditor atas harta-hartanya yang diutangkan, dan debitor dalam hal ini wajib untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam hal pelunasan utangnya. 24 Setiap kreditor konkuren memiliki hak yang sama satu sama lain untuk secara bersama-sama pari passu memperoleh pelunasan piutang-piutangnya dari debitor pailit secara proposional pro rata. Dengan adanya kreditor yang didahulukan, yang artinya kreditor-kreditor ini mendapatkan pelunasan sisa harta pialit lebih dahulu daripada kreditor-kreditor konkuren, yakni yang terdiri dari kreditor yang diistimewakan Pasal 1139 dan 21 Rahayu Hartini, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia; Dualisme Kewenangan Pengadilan Niaga Lembaga Arbitrase, Jakarta: Kencana, 2009, cet. Ke-1, h. 79. 22 Adil Samadani, Dasar-dasar Hukum Bisnis, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013, h. 73. 23 Rahayu Hartini, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia; Dualisme Kewenangan Pengadilan Niaga dan Lembaga Arbitrase … … … … h. 79. 24 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Pedoman Menangani Perkara Kepailitan, Jakarta: PT RajaGrafindo, 2004, h. 103. Pasal 1149 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan kreditor pemegang hak jaminan kebendaan sebagaimana diatur dalam Pasal 1133 dan Pasal 1134 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang No. 4 Tahun 1996, dan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999, di mana jaminan-jaminan tersebut terwujud dalam bentuk hipotik, gadai, hak tanggungan, dan jaminan fidusia. Undang-Undang Kepailitan juga memberikan hak kepada pihak kreditor untuk mengajukan permohonan pembatalan atas perbuatan-perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh debitor pailit, hak tersebut diterapkan dalam asas actio pauliana, yaitu merupakan salah satu upaya hukum yang dapat diajukan oleh kreditor untuk membatalkan transaksi-transaksi yang telah dilakukan oleh debitor, di mana debitor tersebut melakukan perbuatan yang merugikan pihak para kreditornya untuk kepentingan debitor itu sendiri. Yang dimaksud dengan perbuatan-perbuatan debitor yang merugikan tersebut misalnya, menjual barang-barangnya terlebih dahulu yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, sehingga harta peninggalan tersebut tidak dapat disita-jaminkan oleh pihak kreditor. 25 Hal yang terpenting untuk ditekankan di sini adalah bahwa perjanjian atau perbuatan hukum tersebut bersifat dapat dibatalkan dan bukan batal demi hukum. 26 Actio Pauliana ini dapat dikatakan merupakan terobosan terhadap sifat dasar perjanjian yang hanya 25 Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori Praktek Hukum Kepailitan dalam Teori dan Praktek, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2014, h. 85. 26 Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, Jakarta: PT RajaGrafindo, 2004, h. 89. berlaku dan mengikat di antara pihak-pihak yang membuatnya. 27 Ketentuan ini diatur dalam KUHPerdata Pasal 1341 ayat 1 yang menyebutkan bahwa tiap orang yang berpiutang diberikan hak untuk mengajukan pembatalan segala perbuatan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh si berutang yang dinilai merugikan pihak si berpiutang. Kemudian Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan juga mengatur secara lebih komprehensif mengenai actio pauliana ini, mulai dari Pasal 41 sampai dengan Pasal 49, 28 Pasal 41 Undang-Undang Kepailitan tersebut menyebutkan bahwa untuk kepentingan harta pailit, dapat dimintakan pembatalan atas segala perbuatan hukum debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan kreditor, yang dilakukan sebelum pernyataan pailit diucapkan. 29 Namun actio pauliana ini harus dapat dibuktikan bahwa tindakan hukum yang telah dilakukan oleh debitor tersebut telah merugikan pihak kreditor. Hak kreditor dalam hal kepailitan juga diberikan dalam bentuk upaya hukum. Kreditor dapat mengajukan upaya hukum ketika kreditor tersebut tidak puas terhadap putusan hakim. Upaya hukum merupakan usaha yang dilakukan oleh pihak yang tidak puas terhadap putusan hakim, dalam kepailitan pihak yang dimaksud ialah: 27 Ibid, h. 115. 28 Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori Praktek ... ... ... ... h. 85. 29 Ibid.