1. Fakta adanya dua atau lebih kreditor; dan
2. Fakta adanya utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar.
Jika kedua fakta ini terbukti di pengadilan, maka sesuai Pasal 8 ayat 4, permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan
6
Dengan demikian jelas bahwa dari Bukti P-6 s.d. Bukti P-11 dan adanya jatuh tempo menunjukkan
bahwa kedua fakta tersebut di atas telah terbukti. Kemudian dalam hal pembagian harta pailit kepada kreditor konkuren, Pasal 1131 dan Pasal 1132
KUHPerdata sudah jelas dalam penjelasannya bahwa pemohon tidak kehilangan haknya dalam mendapatkan sisa harta pailit dari termohon, dan
pembagiannya disesuaikan dengan besar piutangnya, dimana pembagiannya sesuai dengan prinsip pari passu pro rata parte.
6
Eddy Leks,
“Mengapa Telkomsel
Bisa Pailit?”
... ...
... ...
http:eddyleks.blog.kontan.co.id20120927mengapa-telkomsel-bisa-pailitmore-69
47
BAB IV
KEPASTIAN HUKUM BAGI KREDITOR KONKUREN PADA BABBINGTON DEVELOPMENTS LIMITED
TERHADAP PT. POLYSINDO EKA PERKASA TBK BERDASARKAN PRINSIP PARI PASSU PRO RATA
PARTE Putusan MA No. 118 KPdt.Sus2007
Dalam bab ini, akan dibahas mengenai penerapan prinsip pari passu pro rata parte dan analisis putusan Mahkamah Agung mengenai perkara
perdata kepailitan antara pemohon kasasi yakni Babbington Developments Limited dengan termohon PT. Polysindo Eka Perkasa Tbk, di mana dalam
putusan kasasi ini, hakim menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi karena pemohon kasasi dianggap tidak berdasar hukum untuk mendapatkan
bagian dari sisa harta pailit. Dengan ini penulis ingin menganalisis kasus ini dengan mengaitkan
kepada Undang-Undang Hukum Perdata dan asas-asas yang terkandung dalam Undang-Undang Kepailitan. Dalam putusan ini, banyak sekali
keberatan-keberatan yang diajukan oleh pihak pemohon yakni oleh Babbington Developments Limited terhadap PT. Polysindo Eka Perkasa Tbk
yang kemudian menghasilkan berbagai pertimbangan hakim atas keberatan- keberatan tersebut. Sehingga sesuai judul penelitian, peneliti hanya
memfokuskan untuk menganalisis putusan mengenai prinsip pari passu pro rata parte dalam kepailitan.
A. Penerapan Prinsip Pari Passu Pro Rata Parte Terhadap Putusan MA No.
118 KPdt.Sus2007
Dalam Putusan MA No. 118 KPdt.Sus2007 di mana pemohon mengajukan keberatan-keberatan, terdapat keberatan kelima di mana kuasa
hukum pemohon menilai bahwa Judex Facti tidak memahami prinsip pari passu pro rata parte, Judex Facti menyatakan bahwa tidak berdasar hukum
bila pemohon tidak mendapat bagian kemudian menyatakan termohon wanprestasi, kemudian Judex Facti juga menyatakan bahwa tujuan dibuat
perjanjian perdamaian untuk menjamin kepastian hukum bagi para kreditor. Jika setiap kreditor yang tidak mendaftarkan tagihannya dalam proses
kepailitan tiba-tiba menuntut bayaran, maka permbayaran tersebut akan mengurangi porsi para kreditor lain yang tercantum dalam perjanjian
perdamaian tersebut, sehingga akan menimbulkan kekacauan hukum jika permohonan pemohon dikabulkan.
Dalam keberatan-keberatan yang diajukan oleh pihak pemohon, terfokus kepada penerapan prinsip pari passu pro rata parte yakni pada
keberatan kelima disebutkan sebagai berikut: “Sehingga dalam pertimbangan Judex Facti di sini, Judex Facti
membeda-bedakan antara kreditor yang mendaftar dalam kepailitan dan yang tidak. Dan dalam perkara a quo, pemohon kasasi tidak menuntut pembayaran
penuh, tetapi sebatas apa yang diterima oleh kreditor lainnya. Pemohon kasasi dalam ini hanya menuntut sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 162 UU No.
372004,
yaitu sesuai
dengan perjanjian
pedamaian yang
telah dihomologasi.
”
1
1
Mahkamah Agung Republik Indonesia. Putusan Nomor: 118 KPdt.Sus2007. Tanggal: 2 Januari 2008. h. 23.
B. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Memberikan Putusan MA No. 118
KPdt.Sus2007
Pertimbangan hakim dalam putusannya adalah berdasarkan pada pembuktian yaitu berdasarkan keterangan-keterangan dari saksi dan bukti
surat, sehingga hakim yakin dalam memberikan pertimbangannya. Putusan hakim yang berdasarkan pada gugatan yang berdasarkan hukum, dengan
pembuktian surat-surat yang dimiliki kreditor dalam hal ini kepailitan apakah sudah sesuai dengan Undang-Undang Kepailitan maupun prinsip-prinsip
yang ada dalam KUHPerdata? Selain itu, hal yang perlu diterapkan dalam memberikan putusan, hakim juga harus menghindari conflict of interest, yaitu
untuk bersikap netral dan tidak berat sebelah, hakim harus bisa menghindari faktor-faktor eksternal yang membuat hakim memutuskan berdasarkan
pengaruh dari pihak lain. Menurut hakim dalam memberikan putusan MA No. 118 KPdt.Sus2007 bahwa, alasan-alasan pemohon benar atau tidak
harus dibuktikan dengan surat bukti, sedangkan dalam pembuktian yang dilakukan oleh pihak pemohon untuk membatalkan perjanjian perdamain
untuk membuka kembali kepailitan perusahaan pihak termohon adalah pembuktian yang tidak dapat dilakukan secara sumir, bahwa dalam
pembuktiannya pihak termohon dinilai merupakan pihak yang tidak berdasar hukum untuk mengajukan pembatalan perjanjian perdamaian karena nama
perusahaan pihak pemohon tidak terdaftar dalam rapat verifikasi, sehingga permohononan permohon untuk membatalkan perjanjian perdamaian ditolak
sepenuhnya oleh hakim.
Bahwa setelah Pengadilan Niaga memutuskan untuk menolak permohonan pemohon seluruhnya putusan Nomor: 01Pembatalan
Perdamaian2007PN.Niaga Jkt.Pst. jo. No. 01 KN2005. jo No. 43PAILIT2004PN.NIAGA.Jkt.Pst. tanggal 17 September 2007 yang
kemudian, pemohon mengajukan permohonan kasasi secara lisan pada tanggal 24 September 2007 disertai memori kasasi dari pemohon yang
kemudian diterima di kepaniteraan Pengadilan NegeriNiaga Jakarta Pusat pada tanggal 2 Oktober 2007. Dengan segala keberatan-keberatan disertai
bukti-bukti yang sah yang telah dikeluarkan oleh pihak pemohon di pengadilan, namun sesuai kewenangannya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
tetap tidak mengabulkan permohonan pemohon dan permohonan pemohon ditolak, hal ini karena pengadilan tidak dapat membenarkan oleh karena
Judex Facti salah menerapkan hukum, dan bahwa Pasal 162 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa perdamaian yang disahkan berlaku
bagi semua kreditor konkuren baik yang telah mengajukan diri dalam kepailitan maupun tidak.
C. Analisis Penulis
Setelah mengikuti duduk perkara kasus kepailitan dalam putusan Mahkamah Agung No. No. 118 KPdt.Sus2007, ada beberapa hal yang
menjadi perhatian Penulis untuk dianalisis. Di bawah ini Penulis akan memaparkan hasil pandangan Penulis terhadap kasus tersebut.
Pertama, kasus dalam putusan MA No. 118 KPdt.Sus2007 yang mana pemohon adalah kreditor konkuren yang sah dari termohon yang memiliki
bukti-bukti surat atas piutangnya. Kedua, berdasarkan Pasal 162 UUK, pemohon demi hukum adalah juga
pihak dalam perjanjian perdamaian sebagaimana yang telah dihomologasi berdasarkan putusan No. 43PAILIT2004PN.NIAGA.JKT.PST. Jo. No. 01
KN2005 tanggal 27 Oktober 2005, maka pemohon berhak mendapatkan pembagian secara seimbangproporsional seperti kreditor konkuren lainnya
dari termohon Pasal 1132 KUHPerdata di mana Judex Facti menyatakan bahwa
“pemohon tidak berdasar hukum atas tagihan yang diajukannya, sehingga permohonan pemohon untuk membatalkan perdamaian ditolak oleh
pengadilan ” menurut Penulis tidak berdasar kepada prinsip yang sudah
dinyatakan sebelumnya oleh Judex Facti, karena dalam alinea keempat halaman 35 putusannya, Judex Facti menyatakan Menimbang, bahwa demi
kepentingan semua pihak yang merasa mempunyai kaitan dalam perkara ini, Pengadilan berpendapat, bahwa setelah perdamaian disahkan dan mempunyai
kekuatan hukum tetap serta diumumkan sesuai ketentuan yang berlaku, maka kepailitan berakhir yang berarti termohon kembali ke keadaan semula dan
tidak lagi dalam keadaan pailit, selanjutnya apabila masih ada pihak-pihak termasuk pemohon yang masih merasa mempunyai tagihan atau piutang yang
ada pada termohon, mereka dapat mengajukan gugatan biasa melalui Pengadilan Negeri yang berwenang, atau mengajukan permohonan pailit baru
ke Pengadilan Niaga yang berwenang.