Penerapan Prinsip Pari Passu Pro Rata Parte Terhadap Putusan MA No.

Pertama, kasus dalam putusan MA No. 118 KPdt.Sus2007 yang mana pemohon adalah kreditor konkuren yang sah dari termohon yang memiliki bukti-bukti surat atas piutangnya. Kedua, berdasarkan Pasal 162 UUK, pemohon demi hukum adalah juga pihak dalam perjanjian perdamaian sebagaimana yang telah dihomologasi berdasarkan putusan No. 43PAILIT2004PN.NIAGA.JKT.PST. Jo. No. 01 KN2005 tanggal 27 Oktober 2005, maka pemohon berhak mendapatkan pembagian secara seimbangproporsional seperti kreditor konkuren lainnya dari termohon Pasal 1132 KUHPerdata di mana Judex Facti menyatakan bahwa “pemohon tidak berdasar hukum atas tagihan yang diajukannya, sehingga permohonan pemohon untuk membatalkan perdamaian ditolak oleh pengadilan ” menurut Penulis tidak berdasar kepada prinsip yang sudah dinyatakan sebelumnya oleh Judex Facti, karena dalam alinea keempat halaman 35 putusannya, Judex Facti menyatakan Menimbang, bahwa demi kepentingan semua pihak yang merasa mempunyai kaitan dalam perkara ini, Pengadilan berpendapat, bahwa setelah perdamaian disahkan dan mempunyai kekuatan hukum tetap serta diumumkan sesuai ketentuan yang berlaku, maka kepailitan berakhir yang berarti termohon kembali ke keadaan semula dan tidak lagi dalam keadaan pailit, selanjutnya apabila masih ada pihak-pihak termasuk pemohon yang masih merasa mempunyai tagihan atau piutang yang ada pada termohon, mereka dapat mengajukan gugatan biasa melalui Pengadilan Negeri yang berwenang, atau mengajukan permohonan pailit baru ke Pengadilan Niaga yang berwenang. Pasal 1131 KUHPerdata telah mengatur bahwa: Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitor, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan perorang debitor itu. Kemudian cara pembagian sisa harta pailit juga telah diatur dalam Pasal 1132 KUHPerdata, yaitu: Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda- benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Pasal ini merupakan realisasi atas tanggungjawab debitor untuk melunasi utang-utangnya. Kemudian mengenai pertimbangan Judex Facti yang membeda-bedakan antara kreditor yang mendaftar dan yang tidak, ini sudah diatur dalam Undang-Undang Kepailitan maupun KUHPerdata, yaitu yang pembedakan antara kreditor konkuren dengan kreditor separatis dan preferen yang memiliki hak didahulukan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa walaupun pemohon kasasi tidak mendaftarkan diri, hal itu tidak menghilangkan hak pemohon kasasi untuk tetap mendapatkan pembagian dari sisa harta pailit. Tuntutan pemohon kasasi ini juga tidak akan mengurangi porsi kreditor yang telah ada dalam perjanjian perdamaian karena tuntutan pemohon kasasi adalah sesuai dengan haknya, dengan menjalankan prinsip pari passu pro rata parte yang diatur dalam Pasal 1132 KUHPerdata. Penulis juga memandang bahwa sebuah perusahan, entah itu perusahaan kecil maupun besar, harus tersistematik dan terorganisasi dengan