Pencahayaan alami rumah responden yang terpilih sebagai sampel menunjukkan bahwa responden pada kelompok kasus sebagian besar memiliki
pencahayaan alami rumah yang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 65,3 sedangkan responden pada kelompok kontrol sebagian besar memiliki pencahayaan
alami rumah yang memenuhi syarat yaitu sebanyak 73,5. Menurut Achmadi 2008, rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu
banyak.
5.2 Hubungan Penghasilan Keluarga dengan Kejadian TB Paru di Wilayah
Kerja Puskesmas Padangmatinggi Kota Padangsidimpuan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghasilan keluarga terhadap kejadian TB paru mempunyai hubungan di Wilayah Kerja Puskesmas Padangmatinggi Kota
Padangsidimpuan. Dari penghasilan tersebut dapat dilihat bahwa pada kelompok kasus sebagian besar berada di bawah UMR Rp.1.585.000,- sebesar 51,0
sedangkan penghasilan keluarga pada kelompok kontrol umumnya berada diatas UMR Rp. 1.585.000,- sebesar 83,7. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada
hubungan antara penghasilan keluarga dengan kejadian TB paru nilai p-value 0,000 0,05 dengan OR sebesar 5,339 artinya responden penderita TB paru berisiko 5,339
kali lebih besar berasal dari keluarga dengan penghasilan dibawah UMR dibandingkan dengan bukan penderita TB paru yang berasal dari keluarga dengan
penghasilan sesuai UMR. Penghasilan keluarga pada kelompok kasus sebagaian besar berada dibawah
UMR sedangkan pada kelompok kontrol umumnya berada diatas UMR. Hal ini menunjukkan penghasilan keluarga pada kelompok kasus tergolong rendah yang
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan status ekonomi juga rendah. Pada kelompok kasus dengan penghasilan yang rendah hanya dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara pas-pasan, selain
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari responden juga tidak memiliki biaya untuk berobat lebih lanjut, kebutuhan gizi untuk tubuh juga berkurang sehingga
mempengaruhi daya tahan tubuh. Berbeda dengan responden pada kelompok kontrol yang umumnya memiliki penghasilan diatas UMR. Hal ini menunjukkan bahwa
kelompok kontrol memiliki penghasilan sesuai dengan UMR dan tidak tergolong status ekonomi rendah. Responden pada kelompok kontrol dengan penghasilan lebih
dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, dapat mencari pengobatan yang lebih selain berobat di puskesmas dan juga memenuhi kebutuhan gizi tubuhnya sehingga
mempunyai daya tahan tubuh yang baik dan terhindar dari penyakit infeksi. Hal ini sesuai dengan pendapat WHO 2003 dalam kutipan Achmadi 2010,
90 penderita TB paru di dunia menyerang kelompok dengan sosial-ekonomi lemah atau miskin. Kondisi sosial-ekonomi tidak hanya berhubungan secara langsung
namun dapat merupakan penyebab tidak langsung seperti adanya kondisi gizi memburuk, serta perumahan yang tidak sehat dan akses terhadap pelayanan
kesehatan juga menurun kemampuannya. Menurut Badan Pusat Statistik 2006, Pendapatan adalah tingkat penghasilan penduduk, semakin tinggi penghasilan
semakin tinggi pula persentase pengeluaran yang dibelanjakan untuk barang, makanan, juga semakin tinggi penghasilan keluarga semakin baik pula status gizi
masyarakat. Hasil penelitian yang sama didapatkan pada penelitian Kurniasari 2011,
tentang faktor resiko kejadian tuberkulosis paru di Kecamatan Baturento Kabupaten
Universitas Sumatera Utara
Wonogiri menunjukkan bahwa status ekonomi yang kurang menyebabkan mereka tidak memiliki kemampuan untuk membuat rumah yang sehat atau memenuhi syarat,
kurangnya pengetahuan untuk mendapatkan informasi kesehatan, kurangnya mendapat jangkauan pelayanan kesehatan dan kurangnya pemenuhan gizi yang
berakibat pada daya tahan tubuh yang rendah sehingga mudah untuk terkena infeksi OR = 74,7.
5.3. Hubungan Status Gizi Responden dengan Kejadian TB Paru di Wilayah