Umur Jenis Kelamin Status Gizi

2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung DOT = Directly Observed Treatment oleh seorang Pengawas Menelan Obat PMO. 3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

2.2 Pengaruh Karakteristik Individu terhadap Penyakit Tuberkulosis Paru

Beberapa karakteristik individu yang dapat menjadi faktor risiko terhadap kejadian penyakit TB paru adalah umur, jenis kelamin, status gizi, status ekonomi keluarga, pekerjaan, status imunisasi BCG.

2.2.1 Umur

Variabel umur berperan dalam kejadian penyakit TB paru. Dari hasil penelitian yang di laksanakan di New York pada panti penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi TB paru aktif meningkat secara bermakna sesuai umur. Prevalensi TB paru tampaknya meningkat seiring dengan peningkatan usia. Pada wanita prevalensi mencapai maksimum pada usia 40-50 tahun dan kemudian berkurang sedangkan pada pria prevalensi terus meningkat sampai sekurang-kurangnya mencapai usia 60 tahun Crofton, 2002.

2.2.2 Jenis Kelamin

Dari catatan statistik meski tidak selamanya konsisten, mayoritas penderita TB Paru adalah wanita. Diduga jenis kelamin wanita merupakan faktor resiko yang masih memerlukan evidence pada masing-masing wilayah, sebagai dasar pengendalian atau dasar manajemen Achmadi, 2010. Tuberkulosis menyerang perempuan lebih banyak daripada semua kasus kematian ibu akibat kehamilan dan persalinan. Tuberkulosis juga menyerang sekitar Universitas Sumatera Utara satu juta perempuan per tahun lebih banyak daripada penyakit-penyakit infeksi manapun, dan lebih dari seperempat juta di antara mereka masih produktif secara ekonomi Aditama, 2002.

2.2.3 Status Gizi

Status gizi merupakan variabel yang sangat berperan dalam timbulnya kejadian TB Paru. Kuma n TB Paru merupakan kuman yang suka “tidur” hingga bertahun- tahun, apabila memiliki kesempatan untuk “bangun” dan menimbulkan penyakit, maka timbullah kejadian penyakit TB Paru. Oleh sebab itu salah satu kekuatan daya tangkal adalah status gizi yang baik Achmadi, 2010. Terdapat hubungan timbal balik antara kekurangan gizi dan morbiditas penyakit infeksi yaitu kekurangan gizi yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh seperti protein dan zat besi, menyebabkan seseorang rentan terhadap penyakit infeksi Dahlan, 2001. Di Indonesia khususnya, cara pemantauan dan batasan berat badan normal orang dewasa belum jelas mengacu pada patokan tertentu. Sejak tahun 1985 berdasarkan laporan FAOWHOUNU bahwa batasan berat badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Indeks BMI. Di Indonesia istilah Body Mass Indeks diterjemahkan menjadi Indeks Masa Tubuh IMT. IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun, IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan Supariasa, 2002. Universitas Sumatera Utara Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut: Berat badan kg IMT = Tinggi badan m x Tinggi Badan m Tabel 2.1 Kategori Ambang Batas Masa Tubuh IMT untuk Indonesia Kategori Keterangan IMT Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat 17,0 Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 – 18,5 Normal 18,5 – 25,0 Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,0 – 27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat 27,0 Sumber : Depkes RI, 1994 Hasil penelitian Supriyo 2011, tentang pengaruh perilaku dan status gizi terhadap kejadian TB paru di Kota Pekalongan menunjukkan bahwa seseorang dengan status gizi kurang mempunyai risiko meningkatkan kejadian tuberkulosis paru sebanyak 7,583 kali lebih besar dibanding dengan status gizi baik OR = 7,583. Hasil penelitian Rukmini 2010, tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian tb paru dewasa di indonesia bahwa terdapat hubungan kejadian TB paru dengan status gizi p = 0,003, yaitu orang yang gizi kurangburuk mempunyai risiko terkena TB 2,184 kali lebih besar dibandingkan dengan yang gizi baik, bermakna secara statistik 95 CI = 1,315 –3,629. Universitas Sumatera Utara

2.2.4 Status Ekonomi

Dokumen yang terkait

Hubungan Karakteristik Individu, Praktik Higiene, dan Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015

0 6 129

Gambaran Perilaku Keluarga Penderita TB Paru Terhadap Pencegahan TB Paru di Wilayah Puskesmas Padangmatinggi Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

1 1 16

Gambaran Perilaku Keluarga Penderita TB Paru Terhadap Pencegahan TB Paru di Wilayah Puskesmas Padangmatinggi Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

0 0 2

Gambaran Perilaku Keluarga Penderita TB Paru Terhadap Pencegahan TB Paru di Wilayah Puskesmas Padangmatinggi Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

0 0 8

Gambaran Perilaku Keluarga Penderita TB Paru Terhadap Pencegahan TB Paru di Wilayah Puskesmas Padangmatinggi Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

0 1 26

Gambaran Perilaku Keluarga Penderita TB Paru Terhadap Pencegahan TB Paru di Wilayah Puskesmas Padangmatinggi Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

0 1 3

Gambaran Perilaku Keluarga Penderita TB Paru Terhadap Pencegahan TB Paru di Wilayah Puskesmas Padangmatinggi Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

0 0 32

Hubungan Karakteristik Individu, Praktik Higiene, dan Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015

2 3 16

Hubungan Karakteristik Individu, Praktik Higiene, dan Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015

2 4 2

Hubungan Karakteristik Individu, Praktik Higiene, dan Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015

4 7 9