2.3 Kekerasan Seksual pada Anak 2.3.1 Pengertian Anak
Menurut the Minimum Age Convention nomor 138, pengertian tentang anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun kebawah. Sebaliknya, dalam Convention on tehe Rights of
the Child yeng telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppre nomor 29 tahun1990 disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun kebawah. Sementara itu,
UNICEF mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18 tahun. Undang-undang RI nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak, menyebutkan
bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan Undang-undang Perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun.
Jika dicermati, secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rentang usia anak terletak pada skala 0 sampai dengan 21 tahun penjelasan mengenai batas usia 21 tahun ditetapkan
berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial serta pertimbangan kematangan sosial, kematangan pribadi dan kematangan mental seseorang yang umumnya
dicapai setelah seseorang melampaui usia 21 tahun Huraerah, 2012: 31.
2.3.2 Hak-Hak Anak
Hak anak menurut pasal 2 Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, disebutkan bahwa:
1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih
sayang, baik dalam keluarganya maupun dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembangnya dengan wajar.
2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan ke mampuan dan kehidupan
sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna.
Universitas Sumatera Utara
3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa kandungan maupun
sesudah dilahirkan. 4.
Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar Huraerah, 2012:
33.
2.3.3 Pengertian Kekerasan Seksual
Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu berkaitan dengan alat kelamin atau hal- hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungna intim antara laki-laki dengan
perempuan Dewi, 2012: 59. Wahid dan Irpan memandang bahwa kekerasan seksual merupakan istilah yang
menunjukkan pada perilaku seksual deviatif atau hubungan seksual yang menyimpang, merugikan pihak korban dan merusak kedamaian di tengah masyarakat Huraerah, 2012: 70.
Wignjosoebroto mendefenisikan kekerasan seksual sebagai suatu usaha melampiaskan nafsu seksual oleh seseorang lelaki terhadap seorang korban biasanya perempuan dengan
cara menurut moral atau hukum yang berlaku adalah melanggar Suyanto, 2010: 235. Sedangkan pendapat lain yang dikemukakan oleh Brownmiller tentang kekerasan seksual
adalah pemaksaan terjadinya hubungan seks terhadap perempuan tanpa persetujuan ataupun tanpa kehendak yang disadari oleh perempuan itu tadi Suyanto, 2010: 50.
Fenomena kekerasan seksual dapat dikatakan sebagai fenomena gunung es. Hal ini terjadi disebabkan korbannya sebagian besar adalah para perempuan dan anak-anak mereka.
Sehingga apabila korban melaporkan tindakan kekerasan yang mereka alami, maka akan muncul ketakutan akibat adanya ancaman dari pelaku kekerasan seksual. Sosial ekonomi
merupakan faktor yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi pokok- pokok kehidupan masyarakat. Keadaan ini mempengaruhi pula cara-cara kehidupan
Universitas Sumatera Utara
seseorang. Dalam kondisi pergolakan mudah sekali terjadinya tindak kekerasan seksual karena adanya ketegangan maupun ketidakamanan pada masyarakat, misalnya: penghasilan
sosial yang rendah, keadaan perumahan yang buruk, dan sebagainya. Akibatnya akan kita jumpai peningkatan kriminalitas, salah satunya adalah kekerasan seksual pada anak.
Dilihat dari segi lingkungan sosial, psikologi lingkungan memandang bahwa sebuah lingkungan fisik dalam hal ini tempat tinggal juga memiliki pengaruh besar terhadap
pembentukan karakter seseorang, terutama sekali jika orang tersebut memiliki ikatan emosional yang erat dengan lingkungan fisiknya Halim, 2008: xii. Tempat tinggal dapat
meliputi tata ruang secara fisik yaitu kepadatan, kesesakan, ketersediaan ruang publik, personal space, hingga menyangkut privacy pada setiap orang Sarwono, 1992: 67. Tempat
tinggal yang ideal hendaknya memperhatikan berbagai dimensi kebutuhan masyarakat yang menempatinya. Tempat tinggal yang tepat tentunya akan mendukung kesejahteraan
masyarakat yang tinggal di lingkungan tersebut. Sebaliknya, tempat tinggal yang kurang tepat akan mengurangi kesejahteraan masyarakatnya dan menghambat berbagai proses yang
seharusnya dialami. Sampson, morenoff, dan Erls dalam penelitiannya menyatakan bahwa dalam
lingkungan yang buruk atau kumuh, dapat menghambat pengembangan organisasi sosial lingkungan, di mana ketiadaan organisasi sosial lingkungan ini meningkatkan risiko tindak
kekerasan kepada anak Sampson, morenoff, Erls, dalam Halim, 2008: 199. Sedikit sekali individu yang melakukan tindak kekerasan kepada anak ikut serta dalam suatu organisasi
masyarakat dan kebanyakan mempunyai hubungan yang sedikit dengan teman atau kerabat. Kekurangan keterlibatan sosial ini menghilangkan sistem dukungan dari masyarakat untuk
membatu individu mengatasi stres yang disebabkan oleh kondisi sosial. Lagi pula, kurangnya kontak dengan masyarakat menyebabkan individu sulit untuk mengubah perilakunya sesuai
dengan nilai-nilai dan standar-standar masyarakat Huraerah, 2012: 53.
Universitas Sumatera Utara
Anak-anak merupakan salah satu pihak yang menempati suatu lingkup sosial. Pada usianya, mereka sedang mengalami proses tumbuh kembang yang sangat pesat baik secara
fisik maupun psikologis. Tempat tinggal yang tepat akan sangat mendukung proses tersebut. Sayangnya, saat ini di Indonesia masih begitu banyak dijumpai lingkungan yang tidak
berpihak pada tumbuh kembang anak secara sehat, namun justru menempatkan anak pada kondisi penuh resiko. Situasi semacam itu banyak dijumpai di daerah yang masyarakatnya
berada pada tingkat sosial ekonomi bawah. Rumah ukuran kecil yang dipadati oleh penghuni, tidak adanya pembagian ruang, sehingga satu ruangan digunakan bersama untuk berbagai
aktivitas oleh banyak orang di rumah. Korban kekerasan seksual yang berasal dari keluarga dengan status sosial rendah
biasanya kesulitan untuk mempertahankan privacy. Tempat-tempat yang seharusnya aman dan memfasilitasi tumbuh kembang anak, menjadi area yang mengancam dan
membahayakan. Pada anak-anak dengan status sosial yang rendah, privacy yang diharapkan mungkin akan lebih sulit dicapai karena setiap saat orang lain dapat mengintervensi dirinya
baik secara fisik maupun sosial. Lingkungan yang padat sangat membatasi privacy anak sehingga pertumbuhan emosinya menjadi terhambat. Padahal privacy berfungsi untuk
mengembangkan identitas pribadi, yaitu mengenal diri sendiri dan menilai diri sendiri. Jika privacy ini terganggu, apalagi secara terus-menerus, akan terjadi proses ketelanjangan sosial,
yaitu merasa semua orang tahu tentang rahasia diri sendiri. Selain itu, juga terjadi proses deindividuasi dimana anak merasa bahwa individunya sudah tidak dihargai lagi. Hal tersebut
membuat anak semakin mudah untuk menjadi korban kekerasan seksual oleh orang di sekitasnya Sarwono, 1992: 72.
Paul A. Bell mengemukakan ransangan dari lingkungan individu akan terjadi dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, ransangan itu dipersepsikan berada dalam batas
ambang toleransi individu bersangkutan yang menyebabkan individu berada dalam keadaan
Universitas Sumatera Utara
homeostasis. Kemungkinan kedua, ransangan itu dipersepsiakan di luar toleransi yang menimbulkan stres pada individu Paul A. Bell, dalam Sarwon, 1992: 86. Stres yang
ditimbulkan dari lingkungan individu salah satunya adalah kondisi sosial. Kondisi sosial yang tidak baik akan meningkatkan risiko kekerasan terhadap anak dalam keluarga. Kondisi-
kondisi sosial ini mencakup pengangguran, penyakit, kondisi rumah buruk, ukuran keluarga besar dari rata-rata, kelahiran bayi, orang cacat di rumah, dan kematian seorang anggota
keluarga. Sebagian besar kondisi ini terjadi karena adanya kemiskinan Huraerah, 2012: 52- 54.
Sedangkan dari segi ekonomi, salah satu hal yang berhubungan dengan masalah perekonomian antara lain urbanisasi. Di negara yang sedang berkembang ke arah negara
modern, terjadi perubahan dalam masyarakat. Salah satu perubahan tersebut adalah urbanisasi. Urbanisasi ini dapat menimbulkan hal-hal yang positif dan negatif. Dampak
negatif dari urbanisasi adalah adanya pengangguran. Dapat dipastikan bahwa timbulnya niat jahat akan lebih besar karena menganggur dibandingkan sebaliknya.
Situasi tersebut pada akhirnya juga merembet dalam hal pemenuhan kebutuhan biologisnya. Sebahagian dari mereka yang tidak mampu menyalurkan hasrat seksnya tersebut
pada wanita tuna susila, akan menyalurkan dalam bentuk onani, sedangkan yang lain mencari kesempatan untuk dapat melakukan hubungan seksual secara langsung yaitu dengan jalan
pintas mengintai korban anak pelaku sendiri atau orang-orang terdekat yang ada di sekitar pelaku untuk dijadikan pelampiasan hasrat seksualnya. Pada akhirnya timbullah apa yang
disebut dengan kejahatan seksual dengan berbagai bentuknya, dan salah satu diantaranya adalah pemerkosaan.
Sebaliknya golongan orang berada atau kaya tidak tertutup melakukan kejahatan susila, akibat kekayaannya sendiri. Perkosaan yang terjadi di hotel atau di tempat-tempat penginapan
tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dan di dalam melakukan niatnya tersebut tidak
Universitas Sumatera Utara
jarang si pelaku yang berasal dari golongan berada mempergunakan alat perangsang yang kesemuanya ini diperoleh dengan uang yang tidak sedikit.
2.3.4 Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual