Selain itu juga Divisi Pengembangan Komunitas juga menjalakan program Pengurangan Resiko Bencana dengan perencanaan program Mengembangkan Budaya
Keselamatan dan Ketangguhan masyarakat. Untuk mencapai hal tersebut beberapa langkahpun perlu dilakukan dengan :
1. Melakukan pendidikan tentang kesadaran bencana kepada masyarakat, khususnya
bagi yang tinggal di kawasan rawan bencana. 2.
Membentuk kelompok penanggulangan bencana di masyarakat. 3.
Mendampingi dan menguatkan posisi dan eksistensi Kelompok Tanggap Bencana Masyarakat KPBM.
4. Menyebarkan informasi dan regulasi tentang kebencanaan.
5. Melakukan kegiatan Advokasi dan mendorong pemerintah dan lembaga-lembaga lain-
bagi lahirnya akuntabilitas publik dalam meresponsi dan menanggulangi bencana. 6.
Menjalin kerjasama dan membangun partisipasi dengan lembaga lokal, nasional dan international dalam urusan kebencanaan.
7. Melakukan kajian dan pengembangan pola-pola penanganan bencana.
8. Menghimpun dan mendistribusikan dukungan dan bantuan bagi korban bencana.
9. Melakukan kajian dan analisis risiko bencana masyarakat, terkait dengan bencana
alam dan non-alam.
4.5.3 Divisi Kewirausahaan Sosial
Komunitas atau kelompok masyarakat bawah selama ini masih tergolong dalam kelas marginal. Pemerintah tidak menjadi pengayom bagi keberlangsungan hidup komunitas dalam
bentuk regulasi dan kebijakan. Lembaga Swadaya Masyarakat LSM dan gerakan sosial lainnya juga bergerak terbatas dan tidak kongkrit. Mereka bergerak hanya sampai pada level
advokasi isu strategis. Namun, untuk keberlanjutan dan aksi kemandirian ekonomi, LSM
Universitas Sumatera Utara
sebagai institusi pun tidak mampu survive terhadap dirinya sendiri, apalagi untuk mendampingi kemandirian ekonomi komunitas. Mereka berkembang menjadi lembaga yang
bergantung pada lembaga donor atau dana internasional. Para pengusaha kolektif dan individual pada tingkat lokal, nasional maupun lintas
Negara, tidak menyematkan semangat dan motivasi kepada komunitas untuk memanfaatkan peluang-peluang usahanya. Mereka justru bersikap eksploitatif dan semakin memperjelas
perbedaan antara kelas bawah dan kelas atas. Mestinya, dunia bisnis tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan tertentu untuk kesejahteraan lingkungan dan komunitas marjinal
tersebut. Maka dalam rangka kemandirian ekonomi, komunitas mestinya mulai bangkit, melihat
sendiri peluang usahanya, dan mengelola bersama dengan baik. Pengelolaan ini tentu terkait pada hal peluang usaha, struktur organisasi, aturan main, jaringan pasar, system dan
mekanisme pembagian hasil, dan saving kepada keberlanjutan organisasi. Menjadi catatan penting perjalanan panjang 12 tahun Yayasan Pusaka Indonesia
dengan kerja-kerja advokasi yang dilakukan, telah berhasil mengurangi kegelisahan masyarakat atas lemahnya perlindungan hukum terhadap hak anak dan perempuan. Tetapi
Yayasan Pusaka Indonesia sepakat, belum banyak melakukan kerja pemberdayaan bagi kelompok dampingan khususnya dalam peningkatan ekonomi yang sering menjadi sumber
dari persoalan yang ada. Keberadaan Divisi Social Enterpreneur akan menjadikan “kita” atau semua pihak
dalam elemen Yayasan Pusaka Indonesia, mulai berpikir dan bekerja untuk satu perubahan sosial yang berkelanjutan serta pengembangan kelembagaan yang mandiri dengan
pengelolaan bidang usaha. Dengan menghimpun kekuatan, potensi dan semangat serta memahami nilai-nilai yang dikembangkan, maka wirausaha sosial yang swadaya atau
Universitas Sumatera Utara
mandiri, peduli, anti eksploitasi, kemitraan dan bersinergi memiliki ekspektasi satu tahun ke depan, divisi ini akan mengerjakan program kerja yang terukur.
2.5.4 Divisi Informasi dan Dokumentasi