5. Pihak yayasan pusaka indonesi juga bersikap koperatif terhadap media massa yang
meliput kasus dengan mengigatkan para jurnalis dalam memberitakan kasus-kasus anak baik sebagai pelaku maupun korban untuk tidak memuat identitas anak maupun
gambar diri anak untuk mencegah stigma atau labelisasi dari masyarakat Pasal 17 ayat 2 UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Ritonga, Juniarti, Ikhsan,
Ariffani, Ritonga, Amri, 2005: 81.
2.6 Kesejahteraan Anak 2.6.1 Pengertian Kesejahteraan Anak
Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun
sosial. Hal itu diatur dalam Undang-Undang No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Konsiderans Undang-Undang itu mengacu pada Pasal 34 UUD 1945, yang mengatakan: fakir
miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Dengan demikian apabila ketentuan Pasal 34 UUD 1945 ini dilakukan secara konsekuen, maka kehidupan fakir miskin dan anak
terlantar akan terjamin Prinst, 1997: 79.
2.6.2 Peran Pekerja Sosial terhadap Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Anak
Pekerja sosial adalah profesi kemanusiaan yang lahir cukup lama. Sejak kelahirannya sekitar tahun 1800-an Zastrow, dan Shulman, pekerjaan sosial terus mengalami
perkembangan sejalan dengan tuntutan perubahan dan aspirasi masyarakat. Namun demikian, sepertinya halnya profesi lain misalnya kedokteran, keguruan, fondasi dan prinsip dasar
pekerja sosial tidak mengalami perubahan. Pekerja sosial adalah aktivitas profesional untuk menolong individu, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan atau memperbaiki
Universitas Sumatera Utara
kapasitas mereka agar berfungsi sosial dan menciptakan kondisi-kondisi masyarakat yang kondusip untuk tercapainya tujuan Zastrow Shulman, dalam Suharto, 2005: 24.
Pekerja sosial adalah profesi pertolongan kemanusiaan, yang tujuannya adalah untuk meningkatkan keberfungsian sosial individu, kelompok, keluarga, dan masyarakat. Sementara
itu pengertian pekerja sosial yang diadopsi oleh IFSW International Federation of Social Workers General Meeting, 26 jully 2000, Montreal, Canada adalalah untuk meningkatkan
perubahan sosial, pemecahan masalah dalam hubungan kemanusiaan dan pemberdayaan serta kebebasan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan Huraerah, 2012: 131.
Profesi pekerja sosial, sejak awal keberadaannya sekian abad lalu, telah memasukkan pelayanan perlindungan anak child protective service sebagai salah satu bidang pelayanan,
demikian penjelasan Zastrow dan Huttman. Pekerja sosial adalah profesi yang senantiasa menempatkan sasaran pelayanan klien dalam konteks situasi dan lingkungannya. Oleh
karena itu, model pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak secara umum meliputi tigaras: mikro, messo, dan makro, anak dijadikan sasaran utamam pelayanan.
Tabel 1 Model Pelayanan Kesejahteraan Sosial bagi Anak
Aras Fokus Utama
StrategiProgram Model A : Mikro
Anak Intervensi krisi, konseling,
perawatan medis, pemisahan sementara atau permanen,
dukungan sosial. Model B : Messo
Keluarga orangtua, siblings, kelompok kelompok bermain,
peer group, signifikasi other. Konseling keluarga dan
perkawinan, terapi kelompok, bantuan ekonomis produk.
Model C : Makro Komunitas lokal, pemerintah
Pemberdayaan masyarakat,
Universitas Sumatera Utara
daerah, negara terapi sosial, kampanye, aksi
sosial, advokasi kebijakan Sumber: Suharto, dalam Huraerah, 2012: 133.
Sistem pelayanan yang diberikan, baik pada model A,B, maupun C, dapat bebentuk pelayanan kelembagaan dimana anak mengalami masalah ditempatkan dalam lembaga
panti. Pelayanan konseling, pendidikan atau rehabilitasi sosial diberikan secara menetap dalam kurun waktu tertentu. Jika pelayanan bersifat non-kelembagaan, maka beragam jenis
pelayanan diberikan di keluarga atau komunitas dimana anak meneta Suharto, dalam Huraerah, 2012: 134.
Pelaksanaan model pertolongan terhadap kasus kekerasan seksual terhadap anak dapat dilakukan melalui prosedur atau proses sebagai berikut:
1. Identifikasi. Penelaahan awal terhadap masalah mengenai adanya tindakan
kekerasan seksual terhadap anak. Laporan dari masyarakat atau dari profesi lain, seperti polisi, dokter, ahli hukum dapat dijadikan masukan pada tahap ini.
2. Investigasi. Penyelidikan terhadap kasus yang dilaporkan. Pekerja sosial dapat
melakukan kunjungan kerumah, wawancara dengan anak atau orang yang diduga sebagai pelaku mengenai tuduhan yang dilaporkan, pengamatan terhadap perilaku
anak dan orang yang diduga sebagai pelaku, penelaah terhadap kehidupan keluarga.
3. Intervensi. Pemberian pertolongan terhadap anak atau keluarga yang dapat berupa
bantuan kongkret uang, barang, perumahan, bantuan penunjang penitipan anak, pelatihan manajemen stres, perawatan medis atau penyembuhan konseling,
terapi kelompok, rehabilitasi sosial. 4.
Terminasi. Pengakhiran atau penutupan kasus yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor: keluarga membaik, anak tidak lagi dalam bahaya, keluarga
Universitas Sumatera Utara
memburuk sehingga anak harus dilepaskan dari keluarganya sendiri foster care, tidak ada kemajuan dalam penganan kasus, lembaga kehabisan dana, keluarga
menolak kerja sama, tidak ada pihak yang membawa kasus ini ke pengadilan Soetarso, Suharto, dalam Huraerah, 2012: 135.
2.7 Kerangka Pemikiran