Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah

17. Kepala Daerah hanya daerah tingkat I menyelesaikan perselisihan antar pemerintah daerah tingkat II yang terletak dalam daerah tingkat I yang sama Pasal 66 Ayat 2; 18. Kepala daerah hanya daerah tingkat I memberikan pengesahan terhadap peraturan daerah dan kepala daerah tingkat II mengenai pokok tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Pasal 69; 19. Kepala Daerah hanya daerah tingkat I melakukan penangguhan atau pembatalan terhadap peraturan daerah dan keputusan kepala daerah tingkat II yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatnya Pasal 70; 20. Kepala Daerah hanya daerah tingkat I melakukan pengawasan umum atas jalannya pemerintah daerah dari daerah tingkat II Pasal 71 Ayat 3. Yang dimaksud dengan pengawasan umum adalah suatu jenis pengawasan yang dilakukan terhadap segala kegiatan pemerintah daerah untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan baik.

7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah

Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 merupakan hasil dari suatu upaya yang berkesinambungan untuk menata suatu sistem pemerintahan daerah di Indonesia yang sebelumnya masih mengalami kekurangan, kelemahan dan menghambat demokrasi di daerah. Oleh karena itu, dalam Undang- undang ini terdapat beberapa perbaikan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagai hasil dari reformasi sistem pemerintahan daerah di Indonesia, yang hasilnya antara lain tentang perubahan yang sangat besar berkaitan dengan keduudkan DPRD dan Kepala Daerah. Apabila dalam masa berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Kepala Daerah dan DPRD merupakan satu kesatuan yang tergabung dalam lembaga pemerintah daerah, maka dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 ini kedudukan Kepala Daerah dipisahkan dengan kedudukan DPRD, di mana Kepala Daerah berkedudukan sebagai badan eksekutif daerah, sedangkan DPRD sebagai badan legislatif daerah. 233 Kedua lembaga ini berkedudukan sejajar dan menjadi mitra satu dengan yang lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16 Ayat 2. Karena menjadi mitra yang sejajar, maka antara kedua lembaga ini sesungguhnya tidak ada satupun yang dapat saling menjatuhkan yang lainnya, namun dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan ternyata kedudukan DPRD lebih kuat dari kedudukan Kepala Daerah. Hal ini terbukti dari adanya upaya menjatuhkan Kepala Daerah dengan menggunakan alasan penolakan laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah. 233 Menurut Bhenyamin Hoessein, penyebutkan Kepala Daerah sebagai Badan eksekutif daerah dan DPRD sebagai badan legislatif daerah sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah mengandung pengaturan yang tidak tepat asas, karena UUD 1945 tidak pernah menyebutkan istilah legislatif dan eksekutif. Apabila DPRD sebagai badan legislatif daerah, maka seyogyanya DPRD lah yang menetapkan peraturan daerah. Namun menurut Pasal 69 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, justru Kepala Daerahlah yang berwenang menentapkan peraturan daerah dengan persetujuan DPRD. Lihat Bhenyamin Hoessein, Berbagai Faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Otonomi, Jakarta: Disertasi Doktor Ilmu Administrasi Negara Pada Universitas Indonesia 8 September 1993, hlm. 71. Perbaikan lain dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 ini adalah mengenai susunan pemerintahan daerah, di mana disebutkan dalam Pasal 1 Huruf b dan Pasal 14 Ayat 2 bahwa pemerintahan daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah. 234 Sedangkan Bagir Manan mengartikan pemerintahan daerah dari Kepala Daerah dan perangkat administrasi negara dalam lingkungan pemerintahan daerah lainnya. 235 Walaupun dapat dikatakan bahwa Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 ini merupakan perbaikan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1974, namun ternyata dalam undang-undang ini tidak ditemukan pengaturan secara tegas mengenai wewenang Kepala Daerah, kecuali kewajiban, tanggungjawab dan larangan bagi seorang Kepala Daerah. Namun, setelah ditelusuri dalam pasal-pasalnya, dapat ditemukan wewenang Kepala Daerah, antara lain: 1. Bersama-sama DPRD membentuk peraturan daerah; 2. Menetapkan peraturan daerah atas persetujuan DPRD; 3. Bersama-sama DPRD menetapkan APBD; 4. Menetapkan keputusan Kepala Daerah untuk melaksanakan Perda; 5. Melakukan kerja sama dengan daerah lain; 6. Melakukan perjanjian dengan negara lain; 234 Mengenai hal ini, Bhenyamin Hoessin berpendapat bahwa ada perasaan yang menggelitik terhadap pengertian pemerintahan daerah yang tertuju juga pada kata-kata perangkat daerah lainnya yang muncul pada Pasal 1 Huruf b dan Pasal 14 Ayat 2. Kata-kata perangkat daerah lainya dapat mengandung interpretasi bahwa KDH juga perangkat daerah, sedangkan DPRD bukan perangkat daerah. Namun menurut Pasal 60 yang tergolong perangkat daerah hanyalah sekretariat daerah, Dinas daerah dan lembaga teknis daerah. 235 Bagir Manan, Menyongsing Fajar Otonomi Daerah...., Op. Cit., hlm. 129. 7. Mengambil kebijakan yang berkaitan dengan wewenang daerah otonomi dan tugas pembantuan; 8. Melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, kesehteraan, hak, dan kewajiban serta kedudukan hukum PNS didaerah dan PNS daerah; 9. Mengangkat pejabat daerah dan perangkat daerah. Dari uraian mengenai kedudukan Kepala Daerah sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah yang pernah berlaku di Indonesia, secara singkat dapat dilihat dalam tabel 1 di bawah ini: Tabel 1 KEDUDUKAN KEPALA DAERAH MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANG YANG MENGATUR MENGENAI PEMERINTAHAN DAERAH No Peraturan Perundang-undangan Pengaturan Mengenai Kedudukan Kepala Daerah 1 UU Nomor 1 Tahun 1945 Sebagai Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah BPRD menggantikan Komite Nasional Indonesia Daerah. 2 UU Nomor 22 Tahun 1948 Sebagai Ketua merangkap Anggota Dewan Pemerintahan Daerah. 3 UU Nomor 6 Tahun 1959 Sebagai Ketua Dewan Pemerintahan Daerah 4 Penpres Nomor 6 Tahun 1959 Kepala Wilayah Administratif Merangkap Kepala Daerah Otonom 5 UU Nomor 18 Tahun 1965 Kepala Wilayah Administratif Merangkap Kepala Daerah Otonom 6 UU Nomor 4 Tahun 1959 Kepala Wilayah Administratif Merangkap Kepala Daerah Otonom 7 UU Nomor 22 Tahun 1999 Kepala Wilayah Administratif Merangkap Kepala Daerah Otonom Sumber: Hasil olahan Penulis dari berbagai sumber Dari tabel tersebut diatas, dapat diketahui kedudukan dan fungsi Kepala Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang pernah berlaku di Indonesia yang mengatur mengenai pemerintahan daerah, sebagai berikut: 1. Kepala Daerah sebagai pimpinan eksekutif dan legislatif Kepala Daerah berkewajiban sebagai eksekutif dan legislatif sekaligus pada awal kemerdekaan, yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948. Lebih dari itu, dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1945 dinyatakan bahwa Kepala Daerah ditempatkan sebagai pemimpin atau ketua lembaga legislatif DPRD dan eksekutif DPD. Kedudukan tersebut dipertahankan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 namun terkait lembaga legislatif, Kepala Daerah bertugas mengawasi pekerjaan DPRD. Konsekuensinya, mekanisme check and balances tidak berjalan baik, dalam arti Kepala Daerah tidak dapat dikontrol oleh lembaga- lembaga di daerah. Kontrol semata-mata dilakukan oleh pusat yang terbatas karena ketentuan perundang-undangan tidak mengatur pemberhentiannya. 2. Kepala Daerah sebagai Pimpinan Eksekutif Format kedudukan Kepala Daerah sebagai pimpinan ekskutif baru terlihat proporsional dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 ini, diatur kedudukan Gubernur dan BupatiWalikota sebagai kepala eksekutif. Bedanya, Gubernur juga menjalankan fungsi sebagai wakil pemerintah pusat Pasal 31 Ayat 1 sedangkan BupatiWalikota menjadi penanngungjawab pelaksanana otonom daerah. Dengan kedudukan seperti itu, pemisahan antara eksekutif dan legislatif terlihat jelas sehingga mekanisme chek and balance bisa berfungsi lebih optimal. Perlu diketahui dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, DPRD bisa memberhentikan kepala daerah apabila pertanggungjawabannya ditolak. 3. Kepala Daerah sebagai Pengawas Eksekutif Kedudukan Kepala Daerah sebagai eksekutif mulai diatur dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1957. Namun demikian dalam Undang-undang itu, Kepala Daerah bukan memimpin pelaksanaan fungsi eksekutif melainkan sebagai pengawas pemerintahan daerah. Dengan kedudukan tersebut, sesungguhnya Kepala Daerah justru menjalankan fungsi legislatif DPRD, yakni fungsi pengawasn control. Mekanisme check and balance tidak dapat bekerja karena terjadi tumpang tindih overlapping fungsi pengawasan antara Kepala Daerah dengan DPRD. 4. Kepala Daerah sebagai Bagian Birokrasi Pemerintahan Daerah Kepala Daerah ditempatkan sebagai bagian birokrasi pemerintahan daerah atau bagian eksekutif berdasarkan penetapan presiden nomor 6 tahun 1959. Dalam penetapkan Presiden ini, Kepala Daerah ditetapkan sebagai pegawai negara. Bedanya, dalam Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 Kepala Daerah masih menjadi ketua dan merangkap anggota Dewan Pemerintah Daerah, sedangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1968 Kepala Daerah menjadi kepala wilayah administratif merangkap Kepala Daerah otonom. Semestinya, dengan kedudukan Kepala Daerah yang demikian mekanisme check and balances berfungsi dengan baik karena Kepala Daerah dikontrol oleh DPRD dan pemerintahan pusat sekaligus. 5. Pejabat Negara dan Penguasa Tunggal Bidang Pemerintahan Kedudukan Kepala Daerah menjadi sangat dominan dan memiliki kekuatan yang sangat besar berdasarkan undang-undang nomor 4 tahun 1975. Kepala Daerah ditetapkan sebagai pejabat negara, penanggungjawab eksekutif, kepala wilayah administratif merangkap Kepala Daerah otonom, dan penguasa tunggal bidang pemerintahan di daerah. Kedudukan ini memungkinkan Kepala Daerah tidak dapat dikontrol oleh legislatif. Praktis mekanisme check and balance tidak bekerja sama sekali, sebaliknya kontrol pusat atas daerah sangat besar. Dari semua uraian mengenai kedudukan Kepala Daerah menurut peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemerintahan daerah yang pernah berlaku di Indonesia, apabila dianalisis secara cermat berdasarkan teori pembagian kekuasaan maka penulis dapat mengatakan bahwa kedudukan kedua lembaga pemerintahan daerah yaitu Kepala Daerah dengan DPRD ternyata belum seimbang, dan tidak jarang ditemukan monopoli kekuasaan yang berlebihan dari pihak Kepala Daerah eksekutif. Menurut Juanda, sangat banyak ketentuan yang memberikan dominasi kewenangan yang berlebihan kepada Kepala Daerah, sehigga bertentangan dengan prinsip yang terkandung di dalam nilai-nilai demokrasi dan teori desentralisasi. 236 Walaupun demikian, hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan otonomi daerah tidak bisa dilepaskan dari peran Kepala Daerah yang terdiridari Gubernur, Bupati, dan Walikota sebagai kepala pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota sebagai penyelenggara lembaga pemerintahan di daerah. 236 Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah; Pasang Surut Hubungan Kewenangan..., Op.Cit., hlm. 196.

8. Kedudukan Kepala Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah