Desentralisasi Pengertian Desentralisasi dan Otonomi Daerah

yang harus ada dari lembaga perwakilan rakyat meliputi fungsi legislatif perundang- undangan dan fungsi pengawasan kontrol. Dalam hubungannya dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, Moh. Mahfud MD dengan mengutip Moh. Yamin, mengatakan bahwa 86 : Susunan tata negara yang demokratis membutuhkan pemecahan kekuasaan pemerintahan pada bagian pusat sendiri dan pula membutuhkan pembagian kekuasaan itu antara pusat dengan daerah. Asas demokrasi dan desentralisasi tenaga pemerintahan ini berlawan dengan asas hendak mengumpulkan segala- galanya pada pusat pemerintahan. Lebih lanjut Moh. Mahfud MD menyimpulkan dari apa yang dikatakan oleh Mohammad Yamin bahwa otonomi daerah dan desentralisasi merupakan bagian dari negara yang menganut paham demokrasi. 87 Otonomi haruslah menjadi salah satu sendi susunan pemerintahan yang demokrasi. Artinya di negara demokrasi dituntut adanya pemerintah daerah yang memperoleh hak otonomi. Adanya pemerintah daerah yang demikian juga menyempurnakan suatu ciri negara demokrasi, yakni kebebasan.

B. Pengertian Desentralisasi dan Otonomi Daerah

1. Desentralisasi

Secara etimologis, istilah desentralisasi berasal dari bahasa Latin de yang berarti pusat. Dari sini, desentralisasi dapat diartikan sebagai melepaskan dari pusat. Sejalan dengan ini, Ryaas Rasyid mengatakan bahwa tujuan utama dari kebijakan 86 Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Penerbit LP3ES, 2001, hlm. 90. 87 Ibid. desentralisasi tahun 1999 itu adalah di satu pihak, membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga ia berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai kecendrungan global dan mengambil manfaat dari padanya. 88 Berangkat dari pengertian secara etimologis ini, selanjutnya dapat dijelaskan mengenai definisi istilah desentralisasi, dimana terdapat berbagai macam pengertian, namun defenisi yang luas diterima adalah definisi yang dikemukakan oleh Dennis A. Rondinelly, John, R. Nellis and G. Shabbir Cheera dalam Desentralization in Countries: A Review of Recent Experience, dimana dikatakan bahwa, 89 desentralisasi yang disimpulkan dari beberapa pendapat seperti Joaniarto, The Liang Gie, Muslimin, Soejito, Surjaningrat, Bryan dan White, Amal dan Nasikum serta Harris, yaitu 90 : a. Pelimpahan wewenang dari pusat kepada satuan-satuan organisasi pemerintah untuk menyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami suatu wilayah; b. Secara administrasi diartikan sebagai pemindahan beberapa kekuasaan administratif departemen pemerintah pusat ke daerah dan dikenal dengan nama dekonsentrasi; c. Secara politik diartikan sebagai pemberian wewenang pembuatan keputusan dan control terhadap sumber-sumber daya kepada pejabat regional dan lokal dikenal dengan nama devolusi; d. Ditinjau dari segi privatisasi diartikan sebagai pemindahan tugas-tugas yang bersifat mencari untuk ataupun tidak kepada organisasi sukarela; 88 Ryaas Rasyid, Otonomi Daerah dan Persatuan Nasional, Jurnal Paskal Edisi I Tahun 2001, hlm. 10. 89 S. Situmorang, Distribusi Kewenangan Pusat dan Daerah, Makalah disampaikan pada Workshop Supervisi dan Evaluasi Pengaturan Kewenangan yang diselenggarakan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri, Jakarta, 23 Oktober 2002, mengutip Dennis A. Rondinelly, John. R. Nellis and G. Shabbir Cheera dalam Decentralization in Countries: A. Review of Recent Experience. 90 Dharma Setyawan Salam, Otonomi Daerah Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan Sumber Daya, Jakarta: Penerbit Djambatan, 2004, hlm. 80-81. e. Dipahami sebagai delegasi diartikan sebagai pemindahan tanggungjawab manajerial untuk tugas-tugas tertentu kepada organisasi-organisasi yang berada di luar struktur pemerintah pusat dan hanya secara tidak langsung dikontrol oleh pemerintah pusat; f. Ditinjau dari jabatan diartikan sebagai pemencaran kekuasaan dari atasan kepada bawahan sehubungan dengan kepegawaian atau jabatan dengan maksud untuk meningkatkan kelancaran kerja dan termasuk dalam dekontsentrasi juga; g. Ditinjau dari kenegaraan diartikan sebagai penyerahan untuk mengatur daerah dalam lingkungannya sebagai usaha untuk mewujudkan asas demokrasi dalam pemerintah Negara. Desentralisasi di sini ada 2 dua macam, yaitu desentralisasi teritotial penyerahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan desentralisasi fungsional penyerahan kekuasaan untuk mengatur fungsi tertentu; h. Penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya. Di samping pembagian kekuasaan yang dikemukakan oleh Montesquie terdapat pembagian kekuasaan atas dasar wilayah. 91 Pembagian kekuasaan atau wewenang atas dasar fungsi tersebut di atas oleh Arthur Maas disebut ”Capital division of powers” untuk mendampingi ”Areal division of powers” yakni pembagian kekuasaan atau wewenang atas dasar wilayah di mana wilayah nasional dibagi ke dalam wilayah-wilayah yang lebih kecil dan dalam wilayah tersebut terdapat derajat otonomi tertentu. Masyarakat yang berada dalam wilayah-wilayah tersebut akanmenjalankan pemerintahan sendiri melalui lembaga politik dan birokrasi daerah yang terbentuk. Penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan pembagian kekuasaan atau wewenang menurut wilayah lazim disebut desentralisasi teritorial atau secara singkat disebut desentralisasi, yang dalam hal ini terkait dengan proses pembentukan 91 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia, 1980, hlm. 151. daerah otonom dan proses penyerahan wewenang tertentu kepada daerah otonom tersebut. 92 Di dalam ketatanegaraan yang dimaksud dengan desentralisasi adalah : pelimpahan kekuasaan pemerintahan dari pusat kepada daerah-daerah, yang mengurus rumah tangganya sendiri daerah-daerah otonomi. Desentralisasi adalah juga cara atau sistem untuk mewujudkan azas demokrasi, yang memberikan kesempatan kepada rakyat untuk ikut serta dalam pemerintahan negara. RDH. Koesoemahatmadja, membagi desentralisasi dalam 2 macam, yaitu 93 : 1. Deconcentratie atau ambtelijke decentralisatie, dan 2. Desentralisasi ketatanegaraandesentralisasi politik Staatkundige decentralisatie. Selanjutnya desentralisasai ketatanegaraan dibagi lagi dalam 2 macam yaitu : a. Desntralisasi Teritorial teritoriale decentralisatie Desentralisasi teritorial mempunyai 2 macam bentuk, yakni : 1 Otonomi autonomie dan 2 Mendebewind atau zelf bestuur b. Desentralisasi Fungsional Functionale decentralisatie Istilah autonomie berasal dari bahasa Yunani autos = sendiri, nomos = Undang-Undang dan berarti “perundingan sendiri” zelfwet geving. Sedangkan istilah zelfbestuur ini adalah terjemahan dari selfgovernment yang di Inggris sendiri diartikan sebagai : segala pemerintahan di tiap bagian dari negeri Inggris yang dilakukan oleh wakil-wakil yang diperintah. Di negeri Belanda, “zelf bestuur” diartikan menjadi pembantu penyelenggaraan kepentingan-kepentingan dari pusat 92 Bhenyamin Hoessein, Berbagai Faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Otonomi Daerah Tingkat II : Suatu Kajian Desentralisasi dan Otonomi Dareah Dari Segi Ilmu Administrasi Negara, Jakarta: Disertasi Doktor Ilmu Administrasi Negara Pada Universitas Indonesia 8 September 1993, hlm. 71. 93 RDH. Koesoemahatmadja : Pengantar Ke Arah Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia Bandung: Binacipta, 1979, hlm 14-15. atau daerah-daerah yang tingkat lebih atas oleh alat-alat perlengkapan dari daerah- daerah yang lebih bawah. 94 RDH. Koesoemahatmadja memberikan pengertian tentang dekonsentrasi adalah :“Pelimpahan kekuasaan dari alat perlengkapan negara tingkatan lebih atas kepada bawahannya guna melancarkan pekerjaan di dalam melaksanakan tugas pemerintahan. Di dalam desentralisasi semacam ini rakyat tidak dibawa-bawa”. Sedangkan desentralisasi adalah : “Desentralisasi ketatanegaraan staatkundge decentralisatie atau disebut juga desentralisasi politik, yaitu : pelimpahan kekuasaan perundangan dan pemerintahan regelende en besturende bevogheid kepada daerah-daerah otonom di lingkungannya. Di dalam desentralisasi politik ini, rakyat dengan mempergunakan saluran-saluran tertentu perwakilan ikut serta di dalam pemerintahan, dengan batas wilayah daerah masing-masing”. 95 C. Bryant seorang pakar yang banyak menulis tentang manajemen pembangunan di negara-negara berkembang dalam buku Managing Development in the Third World yang ditulis bersama Louise G. White yang berpandangan bahwa dalam kenyataannya ada dua bentuk desntralisasi, yaitu yang bersifat administratif dan yang bersifat politik. 96 Konsep ini membedakan adanya empat bentuk desentralisasi, yaitu deconcentration, delegation, devolution to local government dan non government institutions. Konsekwensi dari desentralisasi dalam bentuk devolution devolution to 94 Ibid. 95 Ibid. 96 Bryant, Carolie dan White, Louise G, Manajemen Pembangunan untuk Negara Berkembang, terjemahan dari “Managing Development in the Third World”, Penerjemah : Rusiyanto L. Simatupang, Jakarta : LP3ES, 1989, hlm. 213-214. local government mengakibatkan pemerintah pusat membentuk unit-unit pemerintahan di luar pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu untuk dilaksanakan secara mandiri, dengan ciri-ciri sebagai berikut 97 : Pertama, unit pemerintah setempat bersifat otonom, mandiri independent dan secara tegas terpisah dari tingkat-tingkat pemerintahan, di mana pemerintah pusat sedikit atau sama sekali tidak melakukan pengawasan langsung terhadapnya. Kedua, unit pemerintahan tersebut diakui memepunyai batas-batas wilayah yang jelas dan legal, dalam mana pemerintah setempat mempunyai wewenang untuk melakukan tugas-tugas umum pemerintahan. Ketiga, unit pemerintahan tersebut mempunyai status sebagai badan hukum dan mempunyai kewenangan untuk mengelola sumber-sumber daya guna mendukung pelaksanaan tugasnya; keempat, unit pemerintah daerah tersebut dipakai oleh warganya sebagai suatu lembaga yang akan memberikan pelayanan kepada masyarakat, memenuhi kebutuhan mereka, dan karena itu pemerintah daerah mempunyai pengaruh dan kewibawaan terhadap warganya. Kelima, terdapat hubungan timbal balik, hubungan yang saling menguntungkan dan hubungan kemitraan, melalui koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta unit-unit organisasi lainnya dalam suatu sistem pemerintahan. United Nations UN memberikan pengertian tentang desentralisasi sebagai berikut : “The term decentralization as used here refers to the transfer of authority away from the national capital whether by deconcentration Le delegation to field offices or by devolution to local authorities or there local bodies”. 98 Pengertian yang diberikan United Nations UN ini sejalan dengan yang diberikan oleh Rondinelli, 97 Rondinelli, Dennis A, and Cheema, G. Shabbir, Decentralizatin and Development, Policy Implementation in Developing Countries, California: Sage Publication Inc, 1988, dalam Dr. E. Koswara, “Kebijakan Desentralisasi Dalam Rangka Menunjang Pembangunan Daerah”, dalam Pembangunan Administrasi di Indonesia: Kumpulan KaranganPenyunting Achmad Sjihabuddin dan Arselan Harapan Jakarta: LP3ES, 1998, hlm. 152-153. 98 United Nations, Technical Assistance Programme, Decentralization for National and Local Developmnet, New York : Department of Economic and Social Affairs, Division for Public Administration, 1962, dalam Bhenyamin Hoessein, Berbagai Faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Otonomi Daerah Tingkat II, Suatu Kajian Desentralisasi Dan Otonomi Daerah Dari Segi Ilmu Administrasi Negara, Jakarta: Disertasi Doktor Ilmu Administrasi Negara Pada Universitas Indonesia, 8 September 1993, hlm. 58. yakni pengertian dalam arti yang luas yakni mencakup dekonsentrasi dan desentralisasi yang menggunakan istilah devolusi. Kemudian Bhenyamin Hoessein dalam disertasinya berpendapat bahwa : “Dalam pustaka Indonesia pada umunya terdapat tiga pengertian dari konsep desentralisasi. Pertama, pengertian desentralisasi yang sempit tidak mencakup konsep dekonsentrasi. Kedua, pengertian desentralisasi yang luas mencakup pengertian dekonsentrasi. Ketiga, pengertian yang sangat luas mencakup dekonsentrasi dan konsep lain”. Dalam penelitiannya pakar Ilmu Administrasi Negara tersebut menganut pengertian yang pertama yakni konsep desentralisasi terpisah dan tidak mencakup dekonsentrasi. Di samping itu pakar otonomi daerah tersebut juga membatasi pada desentralisasi yang disebut oleh kalangan pakar sebagai desentralisasi teritorial dengan argumen bahwa dalam proses desentralisasi pemerintahan atau desentralisasi politik atau desentralisasi ketatanegaraan atau yang menurut pustaka Inggris disebut devolusi. Dari uraian tentang konsep desentralisasi tersebut di atas Nampak kaitan yang sangat erat antara desentralisasi dengan Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, oleh karenanya maka konsep otonomi daerah dan daerah otonom menjadi perlu untuk diuraikan dalam penelitian yang akan menyoroti fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap pelaksanaan kebijakan daerah termasuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai perwujudan nyata dari pelaksanaan konsep desentralisasi. Alasan lain yang mendukung antara lain, pendapat Paul S. Maro yakni : perwujudan desentralisasi di tingkat daerah adalah otonomi daerah atau disingkat Otonomi; Bintoro Tjokroamidjoyo yang menegaskan bahwa desentralisasi seringkali disebut pemberian otonomi. Dari semua pengertian desentralisasi di atas, kiranya yang lebih mengarah dengan pokok bahasan ini adalah pengertian desentralisasi ditinjau dari segi kenegaraan. Karena dalam pemahaman penulis tentang desentralisasi itu sendiri sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah adalah penyerahan kekuasaan, baik wewenang, hak, kewajiban dan tanggung jawab sejumlah urusan pemerintah dari pemerintah pusat ke daerah otonom sehingga daerah otonom yang bersangkutan dapat melakukan pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam masalah-masalah pengelolaan pembangunan untuk mendoroing dan meningkatkan kinerja pembangunan di daerahnya dengan partisipas seluruh warga masyarakatnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Marium sebagaimana yang dikutip oleh Yosef Riwu Kaho 99 tentang alasan dianutnya desentralisasi, yaitu : Pertama, demi tercapainya efektivitas pemerintah; dan Kedua, demi terlaksanannya demokrasi didari bawah grassroots democracy. Walaupun demikian, tidak semua tugas-tugas pemerintah dapat diserahkan kepada pemerintah daerah untuk dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa faktor, seperti : 99 Yosef Riwu Kaho, Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia; Identifikasi Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Penyelenggaraannya, Jakarta: Rajawali Press, 1991, hlm. 9. 1. Tugas-tugas pemerintah itu akan lebih efektif dan eifisien apabila diselenggarakan oleh pemerintah pusat; 2. Masyarakat di daerah dan boleh jadi termasuk pemerintah daerahnya dianggap belum cukup mampu untuk mengurus tugas-tugas tersebut.

2. Otonomi Daerah