Rancangan Peraturan Daerah Inisiatif Pemerintah Rancangan Peraturan Daerah Inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Pasal 21 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah menyatakan bahwa pembiayaan program penyusunan peraturan dalam Prolegda dilakukan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Anggaran DPRD untuk Prolegda yang disusun di lingkungan DPRD dan anggaran Pemerintah Daerah perencanapemrakarsa program penyusunan Perda untuk Prolegda yang disusun di lingkungan Pemerintah Daerah.

2. Rancangan Peraturan Daerah Inisiatif Pemerintah

Persiapan pembentukan Perda pada bagian ketiga Pasal 26 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan Ranperda dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau Gubernur, atau BupatiWalikota, masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, KabupatenKota. Ranperda menjalani serangkaian tahapan penyusunan sampai akhirnya menjadi suatu produk hukum daerah yaitu Peraturan Daerah. Rangkaian kegiatan penyusunan produk hukum daerah sejak perencanaan sampai dengan penetapan disebut prosedur penyusunan produk hukum daerah. 253 Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri, Prosedur Penyusunan Peraturan Daerah terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut : a. Tahap Perencanaan 253 Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah. b. Tahap Perancangan c. Tahap Pembahasan d. Tahap Pengundangan e. Tahap Sosialisasi

3. Rancangan Peraturan Daerah Inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Amandemen Undang Undang Dasar 1945 menyiratkan kekuasaan pembentukan Undang Undang bergeser ke Dewan Perwakilan Rakyat sesuai dengan Pasal 20 Ayat 1 yang menyatakan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang”. Pada Ayat 2 ditentukan bahwa “Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama”. Pasal 5 Ayat 1 dan Pasal 20 Ayat 1 perubahan pertama UUD 1945, maka mestinya Kepala Daerah tidak lagi memegang kekuasaan membentuk peraturan daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai lembaga legislatif Daerah yang memegang kekuasaan membentuk Peraturan Daerah. 254 Kepala Daerah hanya berhak mengajukan rancangan peraturan daerah dan 254 Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menyatakan: 1 DPRD mempunyai fungsi: a. legislasi; b. anggaran; dan c. pengawasan. 2 Fungsi legislasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diwujudkan dalam membentuk Peraturan Daerah bersama Kepala Daerah serta dalam Pasal 20 huruf a yang menyatakan DPRD mempunyai menetapkannya sebagai peraturan daerah. Paradigma ini telah berubah dengan lahirnya Undang Undang Pemerintahan Daerah yang baru yaitu Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004 dan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004, dimana dalam Pasal 136 ditentukan bahwa “Peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD”. Sejalan dengan konsep hukum di atas, di dalam pedoman pelaksanaan pembentukan Peraturan Daerah yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2005 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 23 Tahun 2003 tentang Prosedur penyusunan Produk Hukum Daerah, menghendaki bahwa dalam penyusunan peraturan daerah hak prakarsainisiatif bisa berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau dari eksekutif Kepala DaerahBupati. Fungsi yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah fungsi DPRD yakni fungsi legislasi, fungsi pengawasan, dan fungsi anggaran yang dijabarkan kedalam tugas dan wewenang DPRD. Menurut Poerwadarminta DPRD adalah: tugas dan wewenang membentuk Peraturan Daerah yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapat persetujuan bersama. 1. Majelis atau badan yang terdiri dari beberapa anggota yang pekerjaannya memberi nasehat, memutuskan sesuatu hal dan sebagainya dengan jalan berunding. 2. Dewan yang anggotanya wakil rakyat, bertujuan untuk memperhatikan pemerintahan daerah. 255 Sedangkan menurut Budiardjo, menyebutkan : “DPRD adalah lembaga yang legislatif atau membuat peraturan, peraturan perundang-undangan yang dibuatnya mencerminkan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu. Dapat dikatakan bahwa ia merupakan badan yang membuat keputusan yang menyangkutkepentingan umum”. 256 Dari beberapa pengertian tersebut jelaslah bahwa DPRD merupakan representasi kepentingan dan kehendak rakyat di daerah yang kedudukannya sebagai badan legislatif daerah sekaligus mitra sejajar pemerintah daerah. Menurut Budiardjo peranan DPR atau DPRD yang paling penting adalah: 1. menentukan Policy kebijaksanaan dan membuat Undang-Undang. Untuk itu DPR atau DPRD diberi hak inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap rancangan Undang-Undang atau rancangan Peraturan Daerah yang disusun oleh dan hak budget; 2. mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga agar semua tindakan eksekutif sesuai dengan kebijakansanaan yang telah ditetapkan. Untuk 255 Poerwadarminta, Kamus Besar bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1997, hal.33. 256 Budiardjo Dasar-Dasar llmu Politik,Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,1989, hal.173. menyelenggarakan tugas ini badan perwakilan rakyat diberi hak-hak kontrol khusus. 257 Kemudian menurut Boboy lembaga perwakilan rakyat atau parlemen mempunyai fungsi yaitu 258 : 1. Fungsi perundang-undangan ialah fungsi membentuk undang-undang 2. Fungsi pengawasan ialah fungsi untuk melakukan pengawasan terhadap eksekutif. Aktualisasi fungsi ini, lembaga perwakilan diberi hak seperti: hak meminta keterangan interpelasi, hak mengadakan penyelidikan angket hak bertanya, hak mengadakan perubahan amandemen, hak mengajukan rancangan Undang-Undang inisiatif dan sebagainya. 3. Sarana pendidikan politik, melalui pembicaraan lembaga perwakilan, maka rakyat di didik untuk mengetahui berbagai persoalan yang menyangkut kepentingan umum dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga negara. Adapun tahap-tahap prosedur penyusunan Peraturan Daerah inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah 259 : 1. Tahap Penyusunan dan Perancangan 2. Tahap Pembahasan dan Pengesahan Rancangan Peraturan Daerah. 257 Budiardjo,Fungsi Lembaga Legislatif di Indonesia, Jakarta:CV. Rajawali, 1985. hal. 151- 152. 258 Max Boboy, DPR RI Dalam Perspektif Sejarah dan tata Negara. Jakarta: Sinar Harapan, 1994 hal.28-29. 259 Flora Nainggolan, Pembentukan Peraturan Daerah Dikaitkan Dengan Peran Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM, Medan: Tesis Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009, hlm. 82.

BAB IV AKIBAT HUKUM DARI HUBUNGAN

ANTARA KEPALA DAERAH DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DPRD DALAM PEMBUATAN PERATURAN DAERAH

B. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD Sebagai Lembaga Perwakilan

Rakyat di Daerah Di daerah propinsi, daerah kabupaten maupun daerah kota dibentuk lembaga perwakilan yang disebut Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Secara umum, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD ini menjalankan kekuasaan legislatif, maka oleh karena itu lembaga ini sering juga diebut sebagai lembaga legislatif di daerah, walaupun disadari bahwa sesungguhnya fungsi legislatif di daerah ini sepenuhnya tidak berada di tangan DPRD, karena pihak eksekutif dalam hal ini gubernur untuk daerah propinsi, bupati untuk daerah kabupaten dan walikota untuk daerah kota lebih sering mengajukan suatu Rancangan Peraturan Daerah untuk dibahas dan kemudian dengan persetujuan bersama DPRD ditetapkan menjadi Peraturan Daerah oleh Kepala Daerah. Dengan demikian, menurut Jimly Asshiddiqie 260 Gubernur dan BupatiWalikota tetap merupakan pemegang kekuasaan eksekutif dan sekaligus legislatif, meskipun pelakanaan fungsi legislatif itu harus dilakukan dengan persetujuan DPRD yang merupakan lembaga pengontrol terhadap kekuasaan pemerintahan daerah. 261 260 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar……., Op.Cit., hlm. 31. 261 Ibid.