1. Tugas-tugas pemerintah itu akan lebih efektif dan eifisien apabila diselenggarakan
oleh pemerintah pusat; 2.
Masyarakat di daerah dan boleh jadi termasuk pemerintah daerahnya dianggap belum cukup mampu untuk mengurus tugas-tugas tersebut.
2. Otonomi Daerah
Istilah otonomi daerah berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani: outos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti undang-undang. Secara harfiah, otonomi dapat
berarti perundang-undangan sendiri zelfwetgeving. Diberikannya hak perundang- undangan dan pemerintah kepada badan otonomi, seperti kepada propinsi, kabupaten
dan kota mengandung pengertian bahwa badan tersebut dengan inisiatifnya sendiri dapat mengurus rumah tangganya dengan membuat peraturan sendiri.
100
Menurut Padmo Wahjono, otonomi daerah adalah ”hak suatu wilayah untuk mengatur urusannya sendiri sesuai dengan keinginan masyarakat dalam mencapai
kesejahteraan. Menurut pakar ini lagi bahwa pada hakekatnya otonomi sama dengan demokrasi yakni kebebasan sekelompok manusia dalam mencapai kesejahteraan”.
Namun lingkup otonomi lebih sempit daripada demokrasi. Demokrasi menyangkut kehidupan di dalam negara, sedangkan otonomi menyangkut dimensi wilayah suatu
negara.
101
100
Otong Rosadi; Hukum Tata Negara Indonesia; Teori dan Praktek, Naskah Untuk Program Penulisan Buku Teks Perguruan Tinggi, Padang: Fakultas Hukum Universitas Ekasakti, 2004, hlm. 67.
101
Bhenyamin Hoessein, Op.Cit., hal. 80-81.
Menurut Moh. Hatta, otonomi berarti membuat peraturan dan melaksanakannya sendiri. Dalam hal ini daerah otonom memiliki kebebasan untuk
melaksanakan kedua kegiatan tersebut. Pendapat proklamator ini menurut Bhenyamin Hoessein lebih luas dari pendapat pakar Universitas Indonesia Padmo Wahjono.
102
Proklamator Moh. Hatta juga mengaitkan otonomi dengan demokrasi, menurut Hatta, bahwa
103
: ”Memberikan otonomi kepada daerah tidak saja berarti melaksanakan
demokrasi, tetapi juga mendorong berkembangnya auto aktivitet. Auto aktivitet artinya bertindak sendiri, melaksanakan sendiri apa yang dianggap
penting bagi lingkungan sendiri. Dengan berkembangnya auto aktivitet tercapailah apa yang dimaksud dengan demokrasi yaitu pemerintahan yang
dilaksanakan oleh rakyat dan untuk rakyat. Rakyat tidak saja menentukna nasibnya sendiri, melainkan juga terutama memperbaiki nasibnya sendiri.
Berangkat dari pendapat Moh. Hatta dan Amrah Muslimin tersebut di atas, pakar Administrasi Negara Universitas Indonesia, Bhenyamin Hoessein, berpendapat
bahwa yang dimaksud otonomi daerah atau secara singkat otonomi adalah pemerintahan dari, oleh danuntuk rakyat di bagian wilayah Nasional suatu negara
melalui lembaga-lembaga pemerintahan yang secara formal berada di luar Pemerintah Pusat.
104
Kemudian menurut Bhenyamin Hoessein, operasionalisasi pengertian otonomi di atas mencakup dua komponen utama otonomi, yaitu
105
: Pertama, komponen wewenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan
sebagai komponen yang mengacu pada konsep ”pemerintahan” yang terdapat dalam pengertian otonomi.
102
Ibid.
103
Ibid.
104
Ibid.
105
Ibid, hlm. 18-21.
Komponen ini memiliki 7 tujuh ciri sebagai berikut : 1. Terdapatnya wewenang untuk menetapkan danmelaksanakan kebijakan
tertentu yang diperoleh dari Pemerintah Pusat. Sesuai dengan pendapat H.D. Lasswell dan Abraham Kaplan, wewenang adalah kekuasaan formal
formal power;
2. Wilayah dan orang yang menjadi sasaran wewenang domain of power dan bidang-bidang gatra kehidupan yang terliput dalam wewenang
scope of power ditetapkan oleh Pemerintah Pusat melalui peraturan perundang-undangan;
3. Baik domain of power maupun scope of power dapat berubah sehingga berpengaruh terhadap bobot wewenang weight of power. Perubahan
bobot wewenang dimaksud terjadi dalam arti “mengecil” atau dapat pula “membesar”;
4. Sesuai dengan amanat UUD 1945, perubahan bobot wewenang apapun tidak akan menimbulkan “staat” dalam Negara Indonesia. Dengan
demikian wewenang yang diperoleh dari Pemerintah Pusat tidak akan mencakup wewenang untuk menetapkan produk legislatif yang disebut
secara formal dengan “Undang-Undang” dan wewenang yudikatif rechtspraak sepertia dalam Negara Bagian. Di samping itu wewenang
tersebut tidak pula mencakup bidang hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan, moneter dan postel sebagai bidang-bidang kehidupan yang
dipandang mencirikan Negara Kesatuan;
5. Terdapatnya lembaga-lembaga pemerintahan yang secara formal di luar Pemerintah Pusat sebagai pengemban dan pelaksana wewenang penetapan
kebijakan yang terluang dalam Peraturan Daerah; 6. Terdapatnya birokrasi Daerah, beserta birokratnya sebagai peracik dan
pelaksana kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Daerah tersebut; 7. Tersedianya sumber keuangan yang diperlukan bagi kebijakan dan
pelaksanaannya, baik dalam rangka tugas rutin maupun tugas pembangunan.
Kedua, komponen kemandirian sebagai komponen yang mengacu pada kata- kata “dari, oleh, dan untuk rakyat”. Kemandirian mendorong tumbuhnya
aktivitas yang dilukiskan oleh Moh. Hatta sebagai “Prakarsa dan aktivitas sendiri”.
Komponen ini dilihat dari perbandingan antara pendapatan yang diperoleh Daerah sendiri pendapatan asli daerah dan bantuan yang diperoleh dari
pemerintah atasan. Secara asumsi, semakin besar pendapatan asli daerah dibandingkan bantuan yang diperoleh dari pemerintah atasan, semakin besar
kemandirian yang dicapai daerah otonom. Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa salah satu hasil Sidang MPR
Tahun 1998 adalah lahirnya Ketetapan Nomor XVMPR1998 tentang
Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam Pasal 1 TAP MPR tersebut di atas dikemukakan mengenai kebijakan
nasional bahwa
106
: ”Penyelenggara otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab di daerah secara priporsional diwujudkan
dengan penaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah”.
Untuk mewujudkan keinginan politis sebagaimana tertuang dalam TAP MPR di atas, telah lahir Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979, dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintah Daerah inipun telah mengalami pergantian terakhir dengan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Rumusan Otonomi Daerah dapat dijumpai dalam Pasal 1 Angka 5 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang berbunyi ”Otonomi
Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan”, sedangkan desentralisasi sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 Angka 7 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai
penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk
106
Republik Indonesia, Ketatapan MPR-RI Nomor XIMPR1998
mengatur dan mengurus pemerintahan dalam sistem negara kesatuan republik Indonesia.
Dalam praktek penyelenggaraan pemerintah di Indonesia, terdapat perbedaan persepsi tentang otonomi daerah di kalangan cendekiawan dengan pejabat birokrasi.
Ada yang mempresepsikan otonomi daerah sebagai prinsip penghormatan terhadap kehidupan regional sesuai riwayat, adat istiadat dan sifat-sifatnya dalam kadar Negara
kesatuan, sebagaimana yang dimaksudkan oleh Soepomo
107
dan oleh karena itu maka otonomi dianggap sebagai upaya pembangunan berkelanjutan.
108
Ada juga yang mempresepsikan otonomi sebagai suatu upaya yang berpresektif otonomi di bidang ekonomi dan politik di mana daerah diberikan
peluang untuk berdemokrasi dan berprakarsa memenuhi kepentingannya sehingga mereka akan semakin menghargai dan menghormati kebersamaan dan persatuan dan
tidak bakal menuntut pemisahan diri sebagaimana dialami oleh Negara Yugoslavia dan Uni Sovyet.
109
Dan menurut Bagir Manan, otonomi dikatakan sebagai kebebasan dan kemandirian vrijheid dan zelfstandigheid satuan pemerintah lebih rendah untuk
mengatur dan mengurus sebagian urusan pemerintah.
110
Sedangkan mengenai istilah pemerintah, menurut etimologi, kata pemerintah yang diterjemahkan dari kata goverment berasal dari kata berbahasa Yunani kebernan
107
Abdullah, H.R. Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme Sebagai Saatu Alternatif, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, hlm. 11.
108
Suara Pembaruan, Otonomi Daerah: Peluang dan Tantangan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995, hlm. 83.
109
Ibid., hlm. 79
110
Bagir Manan. Hubungan Antar Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994, hlm. 2.
yang berati nakhoda kapal, yang artinya menatap ke depan. Lalu memeriantah berarti melihat ke depan, menentukan berbagai kebijakan yang diselenggarakan untuk
mencapai tujuan masyarakat, negara, memperkirakan arah perkembangan masyarakat pada masa yang akan datang dan mempersiapkan langkah-langkah kebijakan untuk
menyongsong perkembangan masyarakat, serta mengelola dan mengarahkan masyarakat ke tujuan yang ditetapkan.
111
Hal yang samapun dijelaskan oleh Taliziduhu Ndraha dalam kata pengantar atas bukunya Kybernology Ilmu
Pemerintah Baru,
112
di mana disebutkan bahwa konsep government adalah derivate konsep governance, sedangkan governance berasal dari kata Gerik kybern, kybernan
yang artinya pengemudi kapal bersama semua isinya sampai pada tujuan dengan selamat.
Menurut Ramlan Surbakti, istilah pemerintah dan pemerintahan berbeda artinya. Pemerintahan menyangkut tugas dan kewenangan, sedangkan pemerintah
merupakan aparat yang menyelenaggarakan tugas dan kewenangan negara.
113
Kata pemerintahan dapat diartikan secara luas dan sempit. Pemerintahan dalam arti luas, berarti seluruh fungsi negara, seperti legislatif, eksekutif dan
yudikatif. Sedangkan pemerintahan dalam arti sempit meliputi fungsi eksekutif saja.
114
Sedangkan pengertian pemerintah dalam arti luas adalah seluruh aparat yang
111
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1999, hlm. 167-168.
112
Taliziduhu Ndraha, Kybernology Ilmu Pemerintah Baru, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003, hlm. 7.
113
Ramlan Surbakti, Op.Cit., hlm. 168.
114
Ibid., hal. 169
melaksanakan fungsi-fungsi negara, sedangkan pemerintah dalam arti sempit menyangkut aparat eksekutif.
115
Sejalan dengan pendapat di atas, Jimmly Asshiddiqie,
116
mengatakan bahwa: Pemerintah dalam arti luas adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara
dalam menyelenggarakan kesejahteraan, memelihara keamanan dan meningkatkan derajat kehidupan rakyat serta dalam menjamin kepentingan
negara itu sendiri. Dalam konteks fungsi legislatif, eksekutif dan yudikatir, pengertian pemerintahan menyangkut semua fungsi di atas, sedangkan dalam
arti sempit hanya menyangkut fungsi eksekutif saja. Secara normatif, pengertian pemerintahan daerah dapat ditemukan dalam Pasal 1
Angka 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, di mana dikatakan bahwa
117
: Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut aasas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip negara
kesatuan republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
C. Pelaksanaan Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia 1. Pelaksanaan