Dari uraian ini dapat diketahui bahwa dualisme dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 yang ingin dihilangkan melalui Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1948, ternyata belum sepenuhnya dapat direalisasikan, karena kepala daerah tidak merupakan suatu organ yang berdiri sendiri terlepas dari DPRD dan DPD.
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 Tentang Pokok Pemerintah Daerah
Dengan berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara UUDS 1950, maka dipandang perlu dibentuk suatu peraturan perundang-undangan yang baru yang mengatur
mengenai pemerintah daerah sebagai bentuk penyesuaian dari Undang-Undang Dasar Sementara 1950, maka pemerintah merasa perlu untuk menetapkan sebuah Undang-
undang baru yang mengatur mengenai pemerintah daerah, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 Tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah, yang terdiri dari 9 Bab dan 76
Pasal, yang termuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1957, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1143 Tahun 1957.
Berbeda dengan Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Dasar Sementara 1950 ini mengandung asas “otonomi yang seluas-luasnya yang
diwujdukan dalam asas otonomi yang nyata”. Undang-undang ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 131 UUDS 1950, yang lengkapnya berbunyi
216
: 1
Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri autonom, dengan bentuk susunan
pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dan dasar perwakilan dalam
sistem pemerintahan negara.
216
Isi lengkap Pasal 131 UUDS 1950 ini dapat dibaca dalam Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah; Pasang Surut Hubungan......, Op.Cit., hlm. 159.
2 Kepala daerah-daerah diberikan otonom seluas-luasnyaun mengurus
rumh tangganya sendiri. 3
Dengan undang-undang dapat diserahkan penyelenggaraan tugas-tugas kepada daerah-daerah yang tidak termasuk dalam urusan rumah
tangganya. Penyelenggaaan pemerintah di daerah menurut undang-undang ini
dilaksanakan oleh Dewan Pemerintahan Daerah DPD dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD. Ketua DPD adalah Kepala Daerah, sehingga kepala daerah
bukan merupakan sebuah organ tersendiri, tetapi merupakan bagian dari DPD. Dari sini diketahui bahwa kepala daerah secara individu tidak mempunyai kewenangan
tersendiri, karena DPD itu harus selalu bertindak kolegial, biarpun dalam praktek sehari-hari masih terlihat kepala daerah dan anggota DPD mengadakan pembidangan
tugas masing-masing yang pada umumnya dilakukan secra individual. Kewenangan secara individual kepada daerah, sebagaimana yang
dimaksudkan di atas dapat dilihat dalam hal
217
: a.
Menjadi ketua merangkap anggota DPD; b.
Mengundangkan peraturan daerah dalam lembaran daerah; c.
Menandatangani keputusan DPD; d.
Menjalankan untuk sementara tugas kewajiban pemerintah daerah apabila DPD lalai mengurus rumah tangganya sampai ditentukan lain.
Pengaturan mengenai kepala daerah dalam undang-undang ini, terdapat suatu
hal yang sangat berbeda dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 sebagaimana yang dapat dijumpai dalam Pasal 23, dimana dikatakan bahwa Kepala
Daerah tidak lagi diangkat oleh pemerintah pusat, melainkan dipilih sesuai dengan ketentuan undang-undang. Dalam penjelasannya, dikatakan bahwa pemilihannya
217
Ibid., hlm. 167.
dilakukan oleh rakyat agar dapat terpilih seorang kepala daerah yang dekat dan dikenal oleh rakyat di daerahnya.
218
Walaupun demikian, dalam Pasal 24 disebutkan bahwa sebelum undang-undang yang mengatur mengenai pemilihan kepala daerah ini
dibentuk, maka pemilihan kepala daerah dilakukan oleh dewan perwakilan rakyat daerah. Hal ini berarti bahwa pemilihan kepala daerah yang dilakukan oleh DPRD
hanya bersifat sementara, sampai dengan ditetapkannya peraturan perundang- undangan yang mengenai pemilihan kepala daerah.
Dalam kedudukan kepala daerah yang dipilih oleh rakyat ini, maka kedudukan kepala daerah sesungguhnya adalah sebagai alat daerah otonom, bukan alat pusat di
daerah. Mengenai kedudukan kepala daerah menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 ini, Mahfud MD lebih lanjut menjelaskan bahwa:
219
Kedudukan kepala daerah sebagai alat daerah otonom semata-mata merupakan perwujudan dari keinginan UU No.1 Tahun 1957 untuk
menghilangkan sifat dualisme sekaligus untuk memberi bobot kehidupan demokrasi. Jika kepala daerah berhalangan atau berhenti maka tugasnya
dilakukan oleh wakil ketua DPD pasal 26 ayat 1 yang menurut pasal 6 ayat 3 wakil tersebut dipilih dari dan oleh anggota DPRD.
4. Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 tentang Pemerintahan Daerah