BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sejak bergulirnya konsep tentang otonomi daerah yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, dan direvisi dengan Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2004, makna dan pemahaman tentang otonomi daerah menjadi semakin berkembang. Konsep tentang otonomi daerah berawal dari konsep
desentralisasi, dan sejak bergulirnya otonomi daerah membawa implikasi kepada perubahan sistem sentralisasi menjadi desentralisasi. Desentralisasi merupakan
sebuah mekanisme penyelenggaraan pemerintah yang menyangkut pola hubungan antara pemerintah nasional dan pemerintah lokal. Mekanisme ini mengatur
tentang bagaimana pemerintah nasional melimpahkan kewenangan kepada pemerintahan dan masyarakat setempat atau lokal untuk diselenggarakan guna
meningkatkan kemaslahatan hidup masyarakat. Bergulirnya otonomi daerah ini memberikan kewenangan dari pemerintah daerah Tingkat II akan semakin luas
dan nyata, karena campur tangan dari pemerintah pusat sudah tidak terlalu dominan, sehingga dapat dipersentasekan menjadi 70 berbanding 30, kewenangan
pemerintah daerah 70 dan kewenangan pemerintah pusat menjadi 30 . Berangkat dari konsep otonomi daerah yang dimulai pada tahun 1999,
maka lahir pula konsep tentang pemekaran daerah. Konsep pemekaran daerah tersebut merupakan implikasi dampak dari sistem sentralistik yang terjadi pada
masa pemerintahan orde baru, dimana pada saat itu daerah-daerah merasakan sangat dirugikan dari sistem sentralistik, karena hasil-hasil pendapatan asli daerah
PAD dari daerah hampir semuanya di bawa kepusat Jakarta. Sementara yang
xiii 1
tertinggal didaerah hanya sekitar 30 , dengan demikian maka proses percepatan pembangunan didaerah akan sulit terlaksana. Saat ini setelah konsep otonomi
daerah diberlakukan, maka daerah-daerah yang merasa pembangunan didaerahnya masih tertinggal, tentunya akan menginginkan pemekaran daerah, baik itu berupa
pemekaran Propinsi, pemekaran KabupatenKota, pemekaran Kecamatan, bahkan sampai pada pemekaran DesaKelurahan. Tentunya dengan pemekaran daerah
tersebut diharapkan agar percepatan pembangunan dalam segala aspek, seperti aspek fisik infrastruktur, aspek ekonomi, aspek sosial dan budaya dan aspek
pelayanan publik dapat menjadi lebih baik dari sebelum terjadinya pemekaran daerah dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat didaerah hasil
pemekaran serta mengurangi tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran. Pemekaran daerah terjadi karena adanya ketimpangan-ketimpangan
pembangunan dan tidak meratanya sektor-sektor pembangunan disemua wilayah, sementara potensi wilayah memungkinkan untuk dikembangkan atau digali
sebagai sumber-sumber penghasilan pembangunan. Pemekaran daerah yang telah terjadi di Indonesia semenjak era reformasi, jumlahnya sudah menunjukkan angka
yang cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat dengan bertambahnya jumlah Propinsi di Indonesia, dan jumlah Propinsi yang ada sekarang sudah berjumlah 33 tiga
puluh tiga Propinsi. Tentunya jumlah KabupatenKota juga telah bertambah dimasing-masing Propinsi. Konsep pemekaran ini berangkat dari undang-undang
Nomor 22 tahun 1999, dan didalam undang-undang ini mengatur tentang adanya otonomi yang luas bagi daerah yaitu dengan jalan penggabungan beberapa daerah
menjadi satu dan pemisahan suatu daerah dari daerah induknya pemekaran wilayah. Menyikapi undang-undang Nomor 22 tahun 1999 ini pemerintah juga
2
mengeluarkan Peraturan Pemerintah PP Nomor 129 tahun 2000 yang mengatur tentang mekanisme penggabungan beberapa daerah menjadi satu dan pemisahan
suatu daerah dari daerah induknya pemekaran wilayah. Melihat realita pemekaran daerah yang telah terjadi di Indonesia, memang
tidak seluruh daerah berhasil dan sukses dalam melaksanakan pemekaran daerah. Masalah-masalah yang muncul antara lain, adanya pertentangan tentang
penetapan calon ibukota KabupatenKota didaerah hasil pemekaran tersebut, sehingga mengakibatkan munculnnya konflik yang bernuansa SARA diantara
masyarakat setempat, seperti yang terjadi di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Masalah lain yang muncul dari hasil pemekaran yaitu belum siapnya daerah hasil
pemekaran melaksanakan percepatan pembangunan seperti yang diharapkan, hal ini disebabkan keterbatasan anggaran yang dimiliki daerah induk dalam
membantu daerah pemekarannya. Disamping itu juga dipengaruhi oleh faktor sumber daya manusia SDM dikalangan para pengambil kebijakan dan
masyarakat didaerah hasil hasil pemekaran. Faktor SDM ini sangat berpengaruh besar dalam melaksanakan percepatan pembangunan yang dicita-citakan sebelum
terjadinya pemekaran daerah didaerah tersebut. Untuk Propinsi Sumatera Utara , pemekaran daerah pertama yang terjadi
setelah reformasi yaitu terbentuknya Kabupaten Mandailing Natal Madina dan Kabupaten Toba Samosir Tobasa. Kabupaten Madina merupakan pemekaran
dari Kabupaten Tapanuli Selatan, sedangkan Kabupaten Tobasa merupakan pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara. Sampai saat ini telah banyak terjadi
proses pemekaran KabupatenKota di Propinsi Sumatera Utara , antara lain : Kabupaten Serdang Bedagai pemekaran dari Kabupaten Deli Serdang,
3
Kabupaten Pak-Pak Bharat pemekaran dari Kabupaten Dairi, Kabupaten Samosir pemekaran dari Kabupaten Tobasa, Kabupaten Humbang Hasundutan
pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Nias Selatan pemekaran dari Kabupaten Nias, dan pemekaran Kabupaten yang terakhir terwujud di
Sumatera Utara yaitu munculnya Kabupaten Batu Bara pemekaran dari Kabupaten Asahan, Kabupaten Padang Lawas dan Kabupaten Padang Lawas
Utara pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Seiring dengan banyaknya bermunculan Kabupaten baru di Sumatera
Utara yang merupakan hasil pemekaran, tentunya Kabupaten lain yang merasa mempunyai potensi juga menginginkan untuk terjadinya pemekaran. Kabupaten
yang sudah menjadi “daftar tunggu” untuk dimekarkan yaitu Kabupaten Labuhanbatu. Adapun Pemekaran yang dimaksud adalah menjadikan
Labuhanbatu menjadi 3 tiga bagian, yaitu Labuhanbatu Utara yang berkedudukan di Membang Muda dengan ibukota Aek Kanopan terdiri dari 8
delapan Kecamatan : Kualuh Hulu, Kualuh Hilir, Kualuh Selatan, Kualuh Leidong, Aek Natas, Na IX-X, dan Merbau; Labuhanbatu Selatan berkedudukan
di Kotapinang dengan Ibukota Kotapinang, terdiri dari 5 lima Kecamatan : Kotapinang, Silangkitang, Torgamba, Sei Kanan, dan Kampung Rakyat.
Labuhanbatu Induk dengan ibukota Rantauprapat terdiri dari 9 sembilan Kecamatan, yaitu : Rantau Utara, Rantau Selatan, Bilah Barat, Bilah Hulu,
Pangkatan, Panai Hulu, Panai Tengah, Bilah Hilir, dan Panai Hilir. Secara teoritis, pemekaran daerah dimulai dari adanya problem isu
ditengah tengah masyarakat. Problem isu ini yaitu masyarakat Labuhanbatu mempunyai anggapan adanya kejenuhan terhadap Pemeritah Daerah dan
4
masyarakat menginginkan adanya suatu perubahan yang dapat menyentuh aspek sosial dan pembangunan didaerah mereka, disamping itu adanya kecemburuan
sosial dari masyarakat Labuhanbatu terhadap daerah daerah yang sudah dimekarkan. Masyarakat Labuhanbatu menilai aspek kewilayahan dan potensi dari
Kabupaten Labuhanbatu sudah sangat layak untuk dimekarkan dibandingkan dengan daerah daerah lain yang luas wilayahnya kecil tapi bisa dimekarkan.
Problem isu inilah yang akhirnya berkembang menjadi isu publik, dan isu publik ini ditandai dengan adanya aspirasi-aspirasi dari masyarakat dan aspirasi ini
diusung oleh kelompok-kelompok kepentingan yang ada di Kabupaten Labuhanbatu maupun kelompok-kelompok kepentingan yang berada diluar
Kabupaten Labuhanbatu perantauan. Kelompok-kelompok kepentingan ini berupa organisasi kemasyarakatan Ormas yang peduli terhadap adanya
pemekaran daerah. Setelah isu publik tersebut diangkat kepermukaan, maka isu pemekaran daerah menjadi isu agenda. Pada tahap isu agenda ini melibatkan
interaksi antara 3 tiga lembaga yaitu kelompok-kelompok kepentingan Ormas, Partai Politik dan Pembuat Kebijakan DPRD dan Pemda. Melalui hasil interaksi
ketiga lembaga tersebut maka secara bertahap dan melalui beberapa proses , maka dikeluarkanlah keputusan politik oleh pembuat kebijakan yang ada di Kabupaten
Labuhanbatu. Keputusan politik ini ditandai dengan adanya surat keputusan dari DPRD Kabupaten Labuhanbatu yang memberikan persetujuan terhadap
pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Utara , Kabupaten Labuhanbatu Selatan, dan Kabupaten Labuhanbatu induk. Sehingga dengan adanya surat keputusan
dari DPRD Kabupaten Labuhanbatu tentang persetujuan pembentukan 3 tiga
5
Kabupaten, tentunya hal ini menandai bahwa isu pemekaran Labuhanbatu sudah menjadi isu agenda.
Secara umum proses munculnya isu pemekaran daerah di Labuhanbatu telah berlangsung cukup lama yaitu sekitar tahun 2003, tetapi wujud nyata dan
realisasinya baru terdengar dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini. Hal ini ditandai dengan keluarnya surat ketua DPRD Kabupaten Labuhanbatu tertanggal
11 maret 2003 tentang pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Keluarnya surat ketua DPRD Kabupaten Labuhanbatu tersebut merupakan tindak lanjut dari adanya
surat dukungan pemekaran dari Forum Komunikasi Partai Politik FKPP Kecamatan Kota Pinang tertanggal 03 februari 2003 tentang pernyataan dukungan
pemekaran Kabupaten Labuhanbatu dan surat dukungan pemekaran Labuhanbatu tertanggal 11 februari 2003 dari masyarakat Kecamatan Kualuh Hulu, Kualuh
Hilir, Kualuh Selatan, Aek Natas, Na IX-X. Berdasarkan dukungan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu yang berasal dari masyarakat Kecamatan Panai Hilir,
maka dikeluarkanlah surat DPRD Kabupaten Labuhanbatu tanggal 24 maret 2003 tentang pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Sehingga pada tanggal 08 mei 2003
dikeluarkanlah surat DPRD Kabupaten Labuhanbatu yang ditujukan kepada Bupati Labuhanbatu agar segera melakukan penelitian awal tentang pemekaran.
Awal munculnya isu pemekaran ini berawal dari aspirasi-aspirasi masyarakat yang ada di Kabupaten Labuhanbatu, khususnya calon daerah yang
akan dimekarkan. Masyarakat didaerah tersebut menilai bahwa pembangunan yang mereka rasakan didaerahnya masih jauh tertinggal dengan daerah lain yang
ada di Sumatera Utara, sehingga isu ini mula-mula merupakan ketidakpuasan terhadap pembangunan dan pemeratan. Tidak heran isu ini menjadi bak bola salju
6
yang kian menggelinding khususnya dalam zona politik lokal pasca pemilihan kepala daerah Pilkada. Aspirasi dari masyarakat tersebut segera diakomodir oleh
kelompok-kelompok kepentingan yang ada di masyarakat. Kelompok-kelompok kepentingan ini berasal dari beberapa elemen masyarakat, antara lain : kalangan
tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh agama yang ada didaerah Labuhanbatu maupun yan berada diluar daerah Labuhanbatu perantauan, kelompok-kelompok
Lembaga Swadaya Masyarakat LSM, partai politik, dan organisasi kemasyarakatan Ormas yang ada di Labuhanbatu, kelompok-kelompok
pengusaha bisnis, dan kelompok mahasiswa yang berasal dari Labuhanbatu, baik yang ada didaerah Labuhanbatu maupun mahasiswa Labuhanbatu yang ada
diperantauan. Disamping itu juga melibatkan kelompok komunitas masyarakat Labuhanbatu yang ada di perantauan, seperti Ikatan Keluarga Labuhanbatu
IKLAB. Tahapan dan langkah pemekaran dimulai dari semangat reformasi yang
menghendaki percepatan pelayanan masyarakat dalam rangka mensejahterakan masyarakat, dan didorong keberhasilan pemekaran sejumlah daerah di seantero
Indonesia, maka pelan tapi pasti segera bermunculan ide-ide pemekaran dari tokoh-tokoh masyarakat Labuhanbatu baik yang ada di daerah-daerah, maupun
yang ada di perantauan. Khusus yang ada di perantauan ide pemekaran ini dipelopori oleh IKLAB Ikatan Keluarga Labuhanbatu Medan dan sekitarnya.
Dari sana dibentuklah Tim Pengkajian Pemekaran Labuhanbatu, gaung ide baik dan cerdas tersebut merebak dan memperoleh antusias yang luar biasa dari
masyarakat. Dari pengkajian serius dan niat baik warga tersebut, meski terkesan lambat tapi secara pasti diperoleh sejumlah titik terang seperti : dibentuknya tim
7
pemekaran oleh sejumlah tokoh masyarakat dari daerah-daerah dan dibentuknya tim pemekaran oleh Pemkab untuk mengakomodir keinginan masyarakat luas.
Dengan dibentuknya tim sosialisasi persyaratan dan kriteria pemekaran Kabupaten Labuhanbatu dengan keputusan Bupati No. 18085Hukum Tanggal 8
Mei 2003. Selanjutnya dibentuk Tim Pengkajian Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu berdasar keputusan Bupati No. 1351174PEM tanggal 9 Desember
2004 dan dirobah berdasar keputusan Bupati No. 1351236PEM tanggal 31 Desember 2004.
Berdasarkan surat-surat dukungan yang berasal dari masyarakat yang menginginkan agar pemekaran daerah dapat segera terlaksana, maka hal ini
menunjukkan bahwa keinginan masyarakat untuk pemekaran Labuhanbatu sudah sangat kuat. Untuk menindaklanjuti surat-surat dukungan yang berasal dari
masyarakat tersebut, maka DPRD Kabupaten Labuhanbatu pada tanggal 31 Oktober 2005 mengadakan rapat paripurna untuk menghasilkan surat keputusan
tentang persetujuan DPRD Kabupaten Labuhanbatu terhadap pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Pada hari itu juga akhirnya DPRD Kabupaten
Labuhanbatu selesai bersidang dan menghasilkan surat keputusan DPRD Kabupaten Labuhanbatu nomor 63 tahun 2005 tentang persetujan DPRD
Kabupaten Labuhanbatu terhadap pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Labuhanbatu induk. Dari surat
keputusan tersebut terdapat dua keputusan, yang pertama keputusan DPRD Kabupaten Labuhanbatu nomor 63 a tahun 2005 tentang penetapan ibukota
Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Kedua, keputusan DPRD Kabupaten Labuhanbatu nomor 63 b tahun 2005 tentang
8
kesanggupan dukungan dana dari Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu induk untuk Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Kabupaten Labuhanbatu
Selatan. Berdasarkan surat keputusan DPRD Kabupaten Labuhanbatu tersebut maka pihak Pemerintah Daerah juga mengeluarkan surat keputusan Bupati
Labuhanbatu tertanggal 01 November 2005 tentang mohon persetujuan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten
Labuhanbatu Selatan, dan surat tersebut di tujukan kepada Gubernur Sumatera Utara dan ketua DPRD Sumatera Utara.
Proses pemekaran Kabupaten Labuhanbatu juga terus berlanjut di tingkat Propinsi, hal ini ditandai dengan dikeluarkannya keputusan DPRD Sumatera
Utara Nomor 1K2006 tertanggal 12 januari 2006 tentang persetujuan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Selanjutnya dikeluarkan juga keputusan Gubernur
Sumatera Utara Nomor 903035.K2006 tertanggal 26 januari 2006 tentang bantuan dalam APBD Propinsi Sumatera Utara bagi calon Kabupaten
Labuhanbatu Utara dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan diwilayah Propinsi Sumatera Utara. Surat Gubernur Sumatera Utara tersebut ditujukan kepada
Menteri Dalam Negeri tertanggal 26 januari 2006 tentang usul pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Usulan pemekaran tersebut hingga saat ini sudah sampai
kepada Menteri Dalam Negeri Mendagri, dan menunggu hasil pembahasan antara Mendagri dan DPR RI dalam memberikan persetujuan untuk terwujudnya
pemekaran Kabupaten Labuhanbatu. Berdasarkan pemaparan singkat diatas, dan untuk mengetahui hal tersebut,
maka penulis mengangkat permasalahan ini sebagai judul penelitian,
“Penyusunan Agenda Isu Pemekaran Daerah Kabupaten Labuhanbatu”.
9
1.2. Perumusan Masalah