Otonomi Daerah Desentralisasi dan Otonomi Daerah

2.1.2. Otonomi Daerah

Penerapan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia adalah melalui pembentukan daerah-daerah otonom. Istilah otonomi sendiri berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu autos sendiri dan nomos peraturan atau ‘undang-undang’. Oleh karena itu, otonomi berarti peraturan sendiri atau undang-undang sendiri, yang selanjutnya berkembang menjadi pemerintahan sendiri. Dalam terminologi ilmu pemerintahan dan hukum administrasi negara, kata otonomi ini sering dihubungkan dengan otonomi daerah dan daerah otonom. Oleh karena itu, akan dibahas pengertian otonomi, otonomi daerah dan daerah otonom. Otonomi daerah diartikan sebagai pemerintahan sendiri Muslimin, 1978:16 dan diartikan sebagai kebebasan atas kemandirian, bukan kemerdekaan Syafrudin, 1985:23, sedangkan otonomi daerah sendiri memiliki beberapa pengertian menurut UU No. 5 tahun 1974, Wayong 1975:74-87, Thoha 1985:27 dan Fernandez 1992:27 yaitu : Dharma, 2004 1. Kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus sedaerah dengan kuangan sendiri, menentukan hukum sendiri, dan pemerintahan sendiri. 2. Pendewasaan politik rakyat lokal dan proses menyejahterakan rakyat. 3. Adanya pemerintahan lebih atas memberikan atau menyerahkan sebagian urusan rumah tangganya kepada pemerintah bawahannya. Sebaliknya pemerintah bawahan yang menerima sebagian urusan tersebut telah mampu melaksanakan urusan tersebut. 20 4. Pemberian hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah memungkinkan daerah tersebut dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dala rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan. Demikian juga daerah otonom memiliki beberapa pengertian, Liang Gie 1968 : 58, Riwu Kaho 1988 : 7, Sujamto 1991 : 88, mendefenisikan daerah otonom sebagai berikut : 1. Daerah yang mempunyai kehidupan sendiri yang tidak bergantung pada satuan organisasi lain. 2. Daerah yang mengemban misi tertentu, yaitu dalam rangka meningkatkan keefektifan dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan didaerah di mana untuk melaksanakan tugas dan kewajiban itu di daerah diberi hak dan wewenang tertentu. 3. Daerah yang memiliki atribut, mempunyai urusan tertentu urusan rumah tangga daerah yang diserahkan oleh pemerintah pusat, urusan rumah tangga itu diatur dan diurus atas inisiatif dan kebijakan daerah itu sendiri, memiliki aparat sendiri yang terpisah dari pemerintah pusat, memiliki sumber keuangan sendiri. Secara sederhana Mawhood, 1987 mendefenisikan otonomi daerah sebagai a freedom which is assumed by a local government in both making and implementing its own decisions. Dalam konteks Indonesia, otonomi daerah di defenisikan sebagai hak, wewenang, dan tanggung jawab daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Syarif, 2000 21 Berbeda dengan defenisi otonomi daerah, defenisi desentralisasi terlihat lebih bervariasi. Mawhood 1987 : 4 , misalnya mendefenisikan desentralisasi sebagai The Devolution of power from central to local government. Sementara Rondinelli dan Cheema 1983 : 18 mendefenisikan desentralisasi sebagai the transfer of planning, decision making, or administrative authority from central government to its field organisation, local administrative units, semi autonomous and parastatal organisation, local government, or non-government organisation Undang-undang No. 5 tahun 1974 mendefenisikan desentralisasi sebagai penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah sehingga menjadi urusan rumah tangganya. Ralatif bervariasinya defenisi desentralisasi ini sebenarnya dapat dipahami, karena seperti dikemukakan Dina Conyer 1983 : 99, pada awal tahun 1970-an perhatian terhadap studi desentralisasi semaking meningkat. Sejak saat itu bidang kajian ini tidak lagi dimonopoli oleh disiplin ilmu politik dan administrasi negara, tetapi telah menjadi objek kajian disiplin ilmu lain, seperti ilmu ekonomi dan antropologi. Sebagai salah satu konsekuensi logis dari kecenderungan ini, desentralisasi pun telah didefenisikan tidak saja berdasarkan disiplin ilmu, tetapi juga harus berdasarkan kepentingan dari institusi yang melakukan kajian. Pada konteks inilah, kita harus menghargai relatifitas sebuah defenisi, atau seperti di tegaskan oleh Mawhood 1987 : 2, A Defenition, Lika A Theoritical Model, Is Adopted Not Because It Is True But Because It Is Useful. Dari beberapa pengertian tentang otonomi, otonomi daerah, dan daerah otonom di atas, disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 22 1. Tujuan yang hedak dicapai dalam pemberian otonomi kepada daerah adalah meningkatkan daya guna hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, di mana pelimpahan kewenangan oleh pemerintah pusat kepada daerah mengandung konsekuensi yang berupa hak, wewenang, dan kewajiban bagi rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini daerah benar-benar dituntut agar mandiri dalam menunjukkan kemampuannya sehingga secara berangsur-angsur semakin kecil ketergantugannya kepada pemerintahan pusat. 2. Dalam penyerahan otonomi kepada daerah, harus dilihat kemampuan riil daerah tersebut atau dengan kata lain setiap penambahan urusan kepada daerah pengembangan otonomi daerah secara horizontal harus mampu memperhitungkan sumber-sumber pembiayaan atau kemampuan riil daerah. 3. Bahwa dalam mengatur dan menyelenggarakan urusan rumah tangga daerah, pada prinsipnya daerah harus mampu membiayai sendiri kebutuhannya dengan mengandalkan kemampuan sendiri atau mengurangi ketergantungan ke pemerintah pusat. 4. Pada dasarnya otonomi daerah adalah urusan-urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah untuk diselenggarakan menjadi urusan rumah tangga daerah. 5. Bahwa desentralisasi merupakan suatu sistem pemerintahan di amna urusan- urusan pemerintah pusat diserahkan penyelenggaraannya kepada satuan- satuan organisasi pemerintahan di daerah-didaerah yang disebut daerah otonom. 23 Terlepas dari adanya perbedaan penafsiran dalam mendefenisikan otonomi daerah dan desentralisasi, pada prinsipnya antara dua konsep tersebut terdapat suatu interkoneksi yang linier. Desentralisasi dan otonomi daerah bagaikan dua sisi mata uang yang saling memberi makna satu dengan lainnya. Lebih spesifik, mungkin tidak berlebihan bila dikatakan ada atau tidaknya otonomi daerah sangat ditentukan oleh seberapa jauh wewenang telah didesentralisasikan oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Itulah sebabnya, dalam studi pemerintah daerah, para analis sering menggunakan istilah desentralisasi dan otonomi daerah secara bersamaan, Interchange.

2.1.3. Desentralisasi dan Pemekaran Daerah