Kelompok Kepentingan Interest Group

administratif, agenda pengadilan dan lain sebagainya. Agenda lembaga merupakan agenda tindakan yang mempunyai sifat lebih khusus dan lebih konkrit bila dibandingkan dengan agenda sistemik. Tingginya angka kriminalitas di jalan- jalan kota besar, terutama di Jakarta, merupakan agenda sistemik. Untuk menanggulangi masalah tersebut maka pemerintah dihadapkan pada pilihan- pilihan tindakan untuk mengurangi masalah tersebut dengan usulan yang lebih kongkrit dan khusus, seperti misalnya menambah personil polisi di lapangan atau memberikan bantuan keuangan kepada badan-badan pelaksana hukum. 2.3. Kelompok Kepentingan, Partai Politik dan Pembuat Kebijakan Pendekatan PrilakuBehavioralism

2.3.1. Kelompok Kepentingan Interest Group

Sistem politik tidak memberi tempat pada aspirasi individual. Aspirasi yang diperhatikan adalah kepentingan yang sudah diagregasi dan diartikulasi dalam satu kelompok. Kelompok itu bisa berbentuk partai politik, kelompok kepentingan ataupun kelompok penekan. Dinamika satu sistem politik sangat ditentukan oleh pertarungan ketiga kelompok ini dalam upaya menyalurkan aspirasi masyarakat ke pembuat keputusan. Kelompok kepentingan Interest Group dapat didefenisikan suatu kelompok yang terdiri dari beberapa orang dan mempunyai tujuan untuk berkumpul, yang mana memasukkannya kedalam persaingan politik dengan kelompok lain yang mempunyai kepentingan.Theodore, 1975. Fungsi utama yang dilakukan terbatas hanya pada agregasi dan artikulasi kepentingan saja. 35 Kelompok kepentingan bertugas sebagai penghimpun atau broker kepentingan dan tuntutan masyarakat dan mereka mempunyai tugas menampilkan isu-isu penting dalam masyarakat agar mendapat perhatian pembuat keputusan. Upaya menarik perhatian pengambil keputusan ini bisa dilakukan dalam dua cara. Pertama, menawarkan kepentingan masyarakat yang sudah diartikulasikan untuk “dibeli” oleh partai politik. Kedua, secara langsung menyampaikan aspirasi masyarakat kepemerintah yang sering didahului oleh munculnya polemik dalam masyarakat. Cara pertama efektif dilakukan bila partai dapat berfungsi secara maksimal, sehingga tingkat kepercayaan rakyat lebih tinggi kepadanya dibandingkan kekelompok kepentingan. Selain itu cara ini menuntut masyarakat terbuka open market. Maksudnya pembentukan opini dalam satu masyarakat tidak dimonopoli oleh satu kekuatan politik saja. Tiap kekuatan politk harus memiliki kesempatan yang sama untuk menyebarkan ide-idenya, sekaligus mencari dukungan terhadap ide-ide tersebut. Cara kedua biasanya ditempuh ketika masyarakat menilai bahwa saluran- saluran politik yang resi tidak beroperasi secara optimal. Ada kemacetan arus penyampaian aspirasi dari masyarakat kepemerintah, dan pemerintah dinilai kurang atau bahkan tidak responsif terhadap aspirasi yang muncul. Diagram berikut menggambarkan wacana yang dapat digunakan rakyat untuk menyampaikan aspirasinya : 36 Gambar 2.2 . Diagram Saluran Penyampaian Pendapat Dari Rakyat Ke Pemerintah Kelompok Kepentingan Pemerintah Media Massa Partai Politik Partisipasi Partisipasi Partisipasi Cari Pengaruh Langsung Beri Suara dan Pendapat Rakyat Keterangan : Diagram saluran penyampaian pedapat dari rakyat ke pemerintah Karya klasik Almond dan Powell Almond and Bingham, 1980 tentang adanya 4 empat etnis kelompok kepentingan dapat membantu kita menelaah peran, fungsi dan “nasib” kelompok kepentingan di Indonesia. Pertama, kelompok Anomik, yang menunjuk kepada kelompok kepentingan yang melakukan kegiatan secara spontan dan hanya berlangsung seketika saja. Kedua, kelompok Nonassosiasional, yakni kelompok yang kegiatannya masih bersifat temporer, dan struktur organisasinya bersifat informal. Ketiga, kelompok Institusional, yakni kelompok yang memiliki kegiatan rutin dan didukung oleh struktur organisasi yang jelas. Keempat, kelompok Assosiasional, yakni kelompok yang memiliki struktur organisasi yang formal, dengan prosedur keanggotaan yang formal. Kelompok ini secara khas mengartikulasikan kepentingan para anggotanya dan telah memiliki tenaga profesional dibidangnya. 37 Diantara keempat jenis kelompok kepentingan ini, yang paling dapat diandalkan untuk menyalurkan aspirasi rakyat kesistem politik adalah kelompok Institusional dan kelompok Assosiasional. Diantara kelompok Institusional dan kelompok Assosiasional, kelompok pertama memiliki kesempatan yang cukup luas untuk mendapat dukungan dari masyarakat dibandingkan kelompok kedua. Hal ini disebabkan aspirasi pada kelompok Assosiasional sangat spesifik dan cenderung ekslusif dalam hal pendukungnya. 2.3.1.1.Peran Lobbi bagi Kelompok Kepentingan Agar aspirasi rakyat yang mereka tampung bisa masuk kedalam mesin politik, kelompok kepentingan melakukan tiga cara utama : Lobbi, propaganda massa dan penekanan terhadap masyarakat lapisan bawah. Diantara ketiganya, lobbi dipandang sebagai cara paling efektif. Sebabnya karena dengan lobbi kita melakukan kontak langsung dengan pengambil keputusan. Pada bentuk propaganda massa kita tidak memilik kesempatan itu. Sebaliknya dalam cara penekanan terhadap masyarakat lapisan bawah, memang terjadi kontak langsung, tetapi peran mereka terbatas dan sangat manipulatif. Menurut Cummings, lobbi adalah suatu hubungankomunikasi dengan pembuat undang-undang atau pegawai pemerintah yang lain untuk mencoba mempengaruhi keputusan lainnya. Dari pengertian ini terlihat bahwa lobbi tidak terbatas pada usaha mempengaruhi cabang eksekutif, agen-agen yang berkaitan dengan pengaturan dan terkadang pengadilan.Cummings, 1981 Tidak semua kekuatan politik termasuk kelompok kepentingan dapat menggunakan lobbi sebagai sarana yang efektif. Hrebenar dan Scott 38 mengemukakan adanya 5 lima syarat yang harus dipenuhi oleh satu kelompok agar dapat menggunakan lobbi secara efektif. Pertama, sumber daya fisik Physical Resources. Dua hal penting dalam kategori ini adalah adanya dana uang untuk menggerakkan roda organisasi, dan adanya anggota yang cukup banyak serta luas penyebarannya secara geografis, agar aspirasi yang diperjuangkan terkesan didukung orang banyak. Kedua, sumber daya organisasi Organizational Resources. Hal yang disyaratkan disini adalah kecakapan anggota kelompok untuk mengelola aspirasi yang mereka integrasikan. Selain itu rasa kesatuan dari anggota sangat dibutuhkan, agar mereka dapat bertindak seia sekata. Ketiga, sumber daya politik Political Resources. Termasuk dalam kategori ini adalah pemahaman kelompok dan anggotanya akan proses politik yang berlangsung, keahlian mengatur strategi perjuangan politik, dan reputasi yang dimiliki kelompok maupun anggotanya. Disini kelompok perlu memunculkan seorang figur yang dapat dijual ke khalayak. Keempat, sumber daya motivasi Motivational Resources. Faktor ini menunjuk kepada komitmen ideologi yang dipegang oleh kelompok. Semakin tinggi komitmen terhadap ideologi akan semakin memotivasi anggota kelompok mengartikulasikan aspirasi masyarakat. Kelima, sumber daya tak terlihat Intangible Resources. Faktor ini menunjuk kepada sumber-sumber lain yang tidak terpikirkan sebelumnya. Adanya “kawan baru” yang tiba-tiba merasa segaris dengan perjuangan kelompok merupakan sumber potensial untuk mewujudkan tujuan kelompok. 39 Berdasarkan pemaparan diatas, setidaknya ada 3 tiga parameter yang bisa digunakan sebagai dasar untuk memoteret dinamika kelompok kepentingan di Indonesia. 1. Sebagai Broker atau Mediator Kalau kita menyimak kembali sejarah politik Indonesia, maka yang muncul pertama kali adalah kelompok kepentingan dan kelompok penekan, bukan partai politik. Budi Utomo, Syarikat Islam, Muhammadiyah, serta organisasi lain yang dibentuk diakhir abad XIX merupakan kelompok kepentingan. Bila dilihat batasan dan fungsi yang diperankan kelompok kepentingan dan kelompok penekan di Indonesia mendekati bentuk ideal dari sebuah organisai kemasyarakatan Ormas. Mereka dibentuk oleh anggota masyarakat sebagai sarana berpartisipasi dalam politik. Seperti halnya broker dan mediator politik, mereka bebas menyalurkan aspirasinya kepartai-partai politik yang ada. 2. Kemampuan Membuat Isu Politik Posisi kelompok kepentingan dan kelompok penekan adalah diantara partai politik dan masyarakat. Pada posisi ini mereka seharusnya tidak pasif, tidak sekedar menuggu munculnya isu atau aspirasi dari masyarakat. Mereka juga dituntut untuk berperan aktif menciptakan isu-isu baru sebagai umpan bagi munculnya aspirasi dari masyarakat. Peran ini harus dilakukan, sebab banyak anggota masyarakat kita yang paham mengenai satu masalah, tetapi tidak bisa merumuskan secara jelas sehingga terabaikan oleh kekuatan politik yang ada. 3. Kemampuan Melakukan Lobbi Fenomena yang sulit dibantah dari keberadaan kelompok kepentingan dan kelompok penekan di Indonesia saat ini adalah, mayoritas pendiri dan 40 pendukungnya adalah kaum terpelajar daerah perkotaan. Masalahnya, mendapat pendidikan formal tidak menjamin seseorang dapat melakukan lobbi politik. Lobbi lebih merupakan satu seni daripada ilmu. Untuk bisa melakukannya dengan baik, seseorang harus memiliki jaringan pergaulan yang luas, harus memiliki pengalaman lapangan yang cukup. Sehingga dapat disimpulkan persoalannya bukan terletak kepada mampu atau tidaknya kelompok kepentingan memainkan lobby politik, tapi pada ada atau tidak adanya ruang dan kesempatan melakukannya.

2.3.2. Partai Politik