BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang paling menentukan sukses tidaknya suatu organisasi. Berbeda dengan sumber daya
organisasi lainnya, sumber daya manusia merupakan faktor produksi yang mempunyai pengaruh yang dominan terhadap faktor produksi yang lain seperti
mesin, modal, material, dan metode. Oleh karena itu, organisasi dituntut untuk mengelola sumber daya manusia yang dimiliki dengan baik demi kelangsungan
hidup dan kemajuan organisasi. Dengan demikian keberhasilan dalam proses operasional organisasi sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang
dalam hal ini adalah karyawan. Kontribusi karyawan bagi organisasi sangat dominan, karena karyawan adalah penghasil kerja bagi organisasi. Hal ini berarti
setiap pekerjaan dalam organisasi selalu dilaksanakan oleh karyawan.
Setiap organisasi akan membutuhkan karyawan yang handal dan kompeten. Karyawan tersebut diharapkan akan bertanggung jawab dalam melaksanakan
tugas yang diberikan dan berusaha semaksimal mungkin untuk selalu memberikan hasil terbaik. Dengan kata lain, setiap organisasi membutuhkan karyawan yang
mampu menunjukkan performa kerja yang optimal. Oleh karenanya, penting bagi organisasi untuk mengupayakan agar karyawan yang terlibat di dalamnya
terdorong untuk selalu memaksimalkan performa kerjanya yang tercermin dengan
semangat kerja yang tinggi. Dalam hal ini, karyawan dalam organisasi tersebut akan berperilaku dalam suatu cara tertentu, serta menampilkan performa kerjanya,
berdasarkan pada apa yang mereka lihat atau bukan pada situasi yang sebenarnya. Keyakinan mereka ini merupakan suatu persepsi terhadap situasi pada lingkungan
organisasi tempat mereka bekerja dimana mereka memiliki harapan-harapan akan gambaran ideal mengenai apa yang semestinya berjalan di dalam kegiatan
organisasi dan bukan pada apa yang sudah berlaku di dalam organisasi tersebut.
Robbins 2005, menjelaskan persepsi sebagai suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera agar memberikan makna
bagi lingkungan mereka. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, karyawan mempersepsi apa yang mereka lihat atau harapkan untuk dapat mereka peroleh.
Bila dihubungkan dengan lingkungan kerja, setiap individu mempunyai harapan tentang pemberian imbalan yang memuaskan tujuan pribadinya atas hasil
usahanya terhadap pencapaian prestasi tertentu. Lebih lanjut, hal ini dijelaskan oleh teori harapan dari Vroom 1964 yang dituangkan sebagai hubungan usaha
kinerja, kinerja imbalan, dan imbalan tujuan pribadi, yang merupakan aspek-aspek expectancy, instrumentality, dan valence penunjang semangat kerja.
Berdasarkan model dari teori harapan tampak bahwa jika sasaran yang diharapkan oleh karyawan tidak tercapai, upaya tidak mengarah ke penilaian yang
memuaskan mengenai kinerja mereka, tidak ada imbalan dari organisasi bila sasaran tercapai, maka dapat diharapkan kinerja karyawan berada jauh dibawah
prestasi atau dengan kata lain akan mengakibatkan derajat semangat kerja yang
rendah pula dalam diri karyawan. Lawler seperti dikutip dalam Furnham, 2006 menjelaskan bahwa aspek expectancy, instrumentality, dan valence mengarah
kepada kepuasan kerja tergantung pada persepsi karyawan mengenai terpenuhinya imbalan yang diharapkannya. Wahjosumidjo 1992, menjelaskan bahwa sikap
perilaku seseorang, selalu berorientasi pada tujuan, ialah terpenuhinya kebutuhan yang diinginkan. Perilaku yang ditampilkan seseorang dalam kehidupan
organisasi, timbul karena mengharapkan adanya kepuasan yang dapat dinikmati. Lebih lanjut Nitisemito 1996 menjelaskan bahwa dengan adanya kepuasan yang
diterima karyawan baik kebutuhan materi maupun non-materi, maka semangat kerja akan timbul dalam diri karyawan.
Untuk lebih jelasnya, perlu diketahui definisi dari semangat kerja itu sendiri. Anoraga Suyati 1995 mengemukakan semangat kerja sebagai sikap individu
maupun kelompok terhadap lingkungan kerja yang tercermin dengan adanya minat, gairah, dan bekerja secara lebih giat terhadap pekerjaan yang dilakukan.
Lebih lanjut Guba seperti dikutip dalam Panggabean, 2004, menyatakan semangat kerja sebagai kondisi di mana ada tujuan yang jelas dan tetap yang
dirasakan menjadi penting dengan tujuan individu serta adanya rasa pemahaman dengan perhatian terhadap unsur-unsur dari pekerjaan seseorang.
Seorang karyawan akan mulai bekerja dengan derajat semangat kerja tertentu, dalam hal ini tergantung pada apa yang ia alami selama bekerja, yaitu bagaimana
ia mempersepsikan imbalan yang diberikan kepadanya atas unjuk kerjanya.
Nitisemito 1996 mengemukakan bahwa pada prinsipnya turunnya semangat kerja disebabkan karena ketidakpuasan yang dirasakan karyawan. Dengan
ketidakpuasan yang dirasakan tersebut maka akan menimbulkan kekurangbahagiaan bagi karyawan yang dapat menimbulkan semangat kerja
menurun. Dengan kata lain, semangat kerja seseorang akan mengalami peningkatan atau penurunan tergantung pada pengalamannya selama bekerja dan
bagaimana ia mempersepsikan imbalan yang diperoleh atas kinerjanya.
Untuk melihat sejauh mana kinerja individu dalam organisasi maka organisasi perlu melakukan evaluasi pada kinerja yang disebut performance appraisal atau
yang lebih sering disebut dengan istilah Penilaian Kinerja selanjutnya disebut dengan PK. Schultz Schultz 2006 mendefinisikan Penilaian Kinerja sebagai
bentuk evaluasi performa kerja karyawan yang dilakukan secara periodikal. Hal yang senada juga diungkapkan oleh Cummings Worley 2001 yang
menyatakan bahwa PK merupakan sistem umpan balik yang meliputi penilaian secara langsung oleh penyelia, manajer maupun rekan kerja terhadap performa
kerja individu atau kelompok.
Penilaian Kinerja adalah proses yang dipergunakan dalam sebuah organisasi untuk menilai sejauh mana anggotanya telah melakukan pekerjaannnya dengan
memuaskan. Informasi yang dihasilkan proses ini merupakan fungsi koordinasi yang utama dalam aktivitas yang berhubungan dengan personalia. Penilaian untuk
kerja ini merupakan sistem pengendali umpan balik feedback dan umpan maju
feedforward. Dilihat dari sudut pandang karyawan, sebagai umpan balik, PK memberikan umpan balik yang penting kepada karyawan secara pribadi dalam hal
bagaimana unjuk kerjanya dipandang. Sedangkan sebagai umpan maju, PK memberikan informasi untuk membuat keputusan administratif mengenai
pemberian penghargaan kepada karyawan organisasi tersebut. Penghargaan yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut meliputi kenaikan gaji, bonus, promosi,
dan pemberian pekerjaan sesuai dengan keinginan atau dalam hal tertentu, tetap dipertahankan dalam pekerjaan tertentu. Informasi PK lainnya yang tak kalah
penting manfaatnya adalah sumber informasi untuk kebutuhan dan kesempatan pengembangan karyawan pribadi. Melalui informasi ini pula kelemahan maupun
kekuatan karyawan dapat terukurterlihat sehingga dapat digunakan untuk membuat rencana pencapaian unjuk kerja yang lebih baik dimasa yang akan
datang terutama tersedianya kesempatan karier di masa depan. Selain bermanfaat bagi tujuan pribadi pada khususnya, fungsi umpan maju dan umpan balik ini juga
bermanfaat bagi tujuan personalia, diantaranya, rancangan pekerjaan, pemeriksaan validasi test, rancangan metode pelatihan, dan dokumentasi mengenai praktek
penerimaan karyawan yang adil. Dari ulasan diatas mengenai tujuan PK dapat dilihat bahwa efektivitas PK dapat terwujud apabila PK tersebut memberikan nilai
yang berharga bagi penggunaan sumber daya untuk keperluan tersebut. Dengan kata lain efektivitas PK tergantung dari tercapai tidaknya tujuan-tujuan PK
tersebut bagi sumber daya yang bersangkutan Jewell Siegall, 1998.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi PK adalah sosialisasi hasil PK yang merupakan umpan-balik yang penting tentang bagaimana peran serta
individu dalam suatu lingkungan organisasi Gibson, et. al, 2000. Hal ini dimaksudkan agar individu dapat memiliki persepsi bahwa PK yang dilakukan
oleh organisasi bermanfaat secara positif sehingga dapat mengidentifikasi performa kerjanya dalam kurun waktu tertentu, dan dapat melihat kekurangan
ataupun kelebihan yang dimilikinya. Selain itu, melalui umpan balik tersebut, diharapkan individu akan termotivasi untuk meningkatkan semangat kerjanya
dimasa yang akan datang.
Cara karyawan mempersepsikan PK dapat memiliki pengaruh penting terhadap sikap yang dihasilkan sebagai respon atas persepsi. Persepsi menjadi
dasar individu untuk menentukan sikap dan mengembangkan perilaku kerjanya dalam organisasi. Persepsi seseorang yang positif terhadap penilaian kinerja dapat
memotivasi orang tersebut untuk meningkatkan semangat kerjanya selama ia meyakini bahwa penilaian kinerja yang telah dilakukan terhadap upayanya
tersebut akan menghantarkannya pada ganjaran yang dapat memuaskan tujuan pribadinya.
Lebih lanjut, Munandar 2001 menyatakan bahwa hal yang paling penting dari sebuah PK adalah membuat pekerja menyadari apa yang diharapkan
perusahaan darinya dan mempercayai perusahaan dapat memenuhi kebutuhan dan harapannya. Dengan kata lain, efektivitas proses PK tergantung pada bagaimana
individu dalam organisasi mempersepsi sejauh mana PK yang dilakukan memberi ukuran keberhasilan penyelesaian kerja yang masuk akal dan bagaimana hasil dari
PK tersebut diberikan dalam bentuk penghargaan dan hukuman sehingga memotivasi mereka untuk bersemangat melakukan pekerjaan dengan baik. Hal ini
senada dengan teori harapan yang dikemukakan oleh Victor Vroom seperti dikutip dalam Schultz Schultz, 2006 bahwa individu termotivasi untuk
menjalankan tingkat upaya yang tinggi dalam hal ini semangat kerja yang tinggi bila ia meyakini upaya yang dilakukannya akan menghantar ke suatu PK yang
baik. PK yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi yang akan memuaskan tujuan-tujuan pribadi
individu tersebut. Oleh sebab itu teori harapan dari Vroom merupakan teori yang cocok untuk melihat hubungan persepsi terhadap penilaian kinerja dengan
semangat kerja.
Setiap organisasi mengharapkan agar individu-individu yang terlibat di dalamnya memiliki semangat kerja yang tinggi dan PK dapat menjadi salah satu
alat untuk mewujudkan hal ini. Hal ini didukung oleh hasil analisis data penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nidia Liesdiarini 2009, yang menunjukkan
bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara penerimaan terhadap sistem performance appraisal
dengan semangat kerja. Artinya, jika persepsi yang dimiliki karyawan positif mengenai penilaian kinerja, maka akan diikuti oleh
semangat kerja yang tinggi.
Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan sepeda motor, PT. Para Finance memiliki sistem penilaian kinerja bagi karyawannya, yang dikenal
dengan sebutan personal appraisal sebagai salah satu kegiatan untuk menilai unjuk kerja sumber daya manusia yang dimilikinya. PT. Para Finance melakukan
PK satu kali dalam setahun untuk sumber daya kerja yang dimiliki dan biasa dilakukan setiap awal tahun. Hasil dari PK tersebut kemudian dikomunikasikan
oleh masing-masing kepala divisi kepada stafnya dalam bentuk coaching counseling
sebagai tolok ukur bagi performa kerja mereka, dalam arti apakah perlu ditingkatkan ataukah sudah cukup memuaskan sehingga dapat dijadikan
bahan pertimbangan promosi jabatan dan pengangkatan karyawan tetap. Melalui PK ini, perusahaan berharap dapat mengevaluasi kinerja seseorang dan mengukur
sejauh mana efektifitas kinerja tersebut tercermin dalam semangat kerja orang- orang yang terlibat di dalamnya. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan
terhadap karyawan PT. Para Finance terdapat beberapa indikasi yang menunjukkan semangat kerja yang tinggi. Indikasi tersebut antara lain karyawan
datang tepat waktu, rela bekerja lembur demi terselesaikannya pekerjaan tepat waktu, mengerjakan pekerjaan sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan,
dan tetap ramah, baik kepada sesama karyawan maupun kepada tamu yang berkunjung ke perusahaan.
Berdasarkan kondisi tersebut, penulis ingin mengetahui lebih jauh apakah semangat kerja karyawan yang tinggi tersebut dipengaruhi oleh persepsi karyawan
terhadap penilaian kinerja yang berlaku dalam PT. Para Finance. Untuk itu,
penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENILAIAN KINERJA DAN SEMANGAT
KERJA KARYAWAN PT. PARA FINANCE.
1.2 Identifikasi Masalah