Hubungan antara persepsi terhadap penilaian kinerja dan semangat kerja karyawan PT. Para Finance

(1)

PT. PARA FINANCE

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh: NUR MALASARI NIM: 106070002279

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1431 H/ 2010 M


(2)

PENILAIAN KINERJA DAN SEMANGAT KERJA KARYAWAN PT. PARA FINANCE telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Jahja Umar, P.hD Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si.

NIP. 130885522 NIP. 195612231983032001

Anggota:

Penguji I Penguji II

Drs. Sofiandy Zakaria, M.Psi. Ikhwan Luthfi, M.Psi.

NIP. 197307102005011006

Pembimbing I Pembimbing II

Ikhwan Luthfi, M.Psi. Miftahuddin, M.Si.

NIP. 197307102005011006 NIP. 197303172006041001


(3)

PT. PARA FINANCE

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh: NUR MALASARI NIM: 106070002279

Dibawah bimbingan,

Pembimbing I Pembimbing II

Ikhwan Luthfi, M.Psi. Miftahuddin, M.Si.

NIP. 197307102005011006 NIP. 197303172006041001

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M


(4)

vi

(B) September 2010 (C) Nur Malasari

(D) Hubungan Antara Persepsi Terhadap Penilaian Kinerja Dan Semangat Kerja Karyawan PT. Para Finance

(E) viii + 82 halaman

(F) Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap karyawan PT. Para Finance terdapat beberapa indikasi yang menunjukkan semangat kerja yang tinggi. Indikasi tersebut antara lain karyawan datang tepat waktu dan rela bekerja lembur demi terselesaikannya pekerjaan tepat waktu. PT. Para Finance memiliki sistem penilaian kinerja bagi karyawannya, yang dikenal dengan sebutan personal appraisal sebagai salah satu kegiatan untuk menilai unjuk kerja sumber daya manusia yang dimilikinya. Melalui PK ini, perusahaan berharap dapat mengevaluasi kinerja seseorang dan mengukur sejauh mana efektifitas kinerja tersebut tercermin dalam semangat kerja orang-orang yang terlibat di dalamnya.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara persepsi terhadap penilaian kinerja dengan semangat kerja pada karyawan PT. Para Finance.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode korelasi. Penelitian ini dilakukan di PT. Para Finance dengan jumlah sampel sebanyak 80 orang karyawan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik random sampling. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah skala persepsi terhadap penilaian kinerja dan skala semangat kerja model likert. Teknik pengolahan data dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0. Uji validitas menunjukkan jumlah item yang valid untuk skala semangat kerja sebanyak 20 item dan skala persepsi terhadap penilaian kinerja terdapat 22 item. Uji reliabilitas skala semangat kerja dengan Alpha Croanbach yaitu 0,838. Dan uji reliabilitas skala persepsi terhadap penilaian kinerja dengan Alpha Croanbach yaitu 0,870.

Berdasarkan hasil uji hipotesis didapatkan skor korelasi sebesar 0,572, taraf signifikansi pada level 0,01 (2-tailed) dengan menggunakan perhitungan Product Moment Pearson yaitu 0,000. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara


(5)

vi

penilaian kinerja dengan semangat kerja ditolak.

Bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengembangkan penelitian ini diharapkan dapat meneliti semangat kerja karyawan dengan variabel lain yang memiliki sumbangan yang lebih besar kepada semangat kerja, karena aspek-aspek yang terdapat pada persepsi terhadap penilaian kinerja hanya memberikan sumbangan perubahan sebesar 32,7% terhadap variabel semangat kerja karyawan. Dengan demikian terdapat variabel 67,3% variabel lain selain persepsi terhadap penilaian kinerja yang dapat memberikan sumbangan perubahan terhadap semangat kerja. Faktor-faktor yang tidak diteliti dalam penelitian ini seperti penempatan, kompensasi, kesempatan berprestasi, komunikasi, dan lingkungan kerja. Sehingga nantinya akan mendapatkan hasil yang lebih baik dari penelitian sebelumnya.


(6)

Bahagia atau tidak bahagianya manusia

ditentukan oleh cara dia memandang kehidupan,

dan bukan oleh keadaan.

(Hazrat Inayat Khan)

Maka sesungguhnya sesudah kesulitan itu

terdapat kemudahan,

dan sesungguhnya sesudah kesulitan itu

terdapat kemudahan.

(Q.S An Nasyr: 5-6)

Kemenangan (keberhasilan)

hanya dapat dicapai dengan kesabaran.

(HR. Attirmidzi)


(7)

memberikan rahmat dan karunia-Nya pada penulis. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada junjungan Baginda Nabi Besar Muhammad SAW.

Dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini tak mungkin bisa terselesaikan tanpa bantuan pihak-pihak terkait, karenanya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Psikologi, Bapak Jahja Umar, P.hD dan pembimbing akademik, Ibu Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si. yang telah membimbing penulis selama kuliah.

2. Bapak Ikhwan Luthfi, M.Psi. selaku pembimbing I, Bapak Miftahuddin, M.Si. selaku pembimbing II, dan Bapak Drs. Sofiandy Zakaria, M.Psi. selaku penguji I yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan kepada penulis.

3. Seluruh jajaran dosen Fakultas Psikologi beserta staf administrasi yang telah mengajar dan membantu penulis.

4. Kedua orang tuaku, yang selalu mencurahkan kasih sayang dan

perhatiannya. Serta telah mendidik penulis dengan sangat sabar sehingga penulis merasakan kehidupan yang penuh arti. Ya Allah ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku dan sayangilah keduanya sebagaimana mereka menyayangiku sewaktu aku masih kecil.

5. Ka Fadli selaku staf HRD Para Finance yang dengan ikhlas dan sabar membantu penulis dalam memperoleh data penelitian.

6. Sahabat-sahabat seperjuanganku angkatan 2006, semoga kesuksesan selalu menyertai kita bersama.

7. Semua orang yang telah membantu penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu, namun tidak sedikitpun mengurangi rasa hormat kepada mereka. Terima kasih semua.


(8)

vii

Akhirnya, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang kita lakukan dan terus mencurahkan rahmat dan pintu ilmu-Nya kepada kita semua. Amiin.

Jakarta, September 2010


(9)

Halaman Pengesahan ... iii

Halaman Motto ... iv

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xii

Daftar Gambar... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1...Lat ar Belakang Masalah ... 1

1.2...Ide ntifikasi Masalah... 9

1.3...Pe mbatasan dan Perumusan Masalah ... 9

1.3.1 Pembatasan Masalah ... 9

1.3.2 Perumusan Masalah ... 10

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 10

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 10

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 10

1.4.2.1 Manfaat Teoritis ... 10

1.4.2.2 Manfaat Praktis... 11

1.5 Sistematika Penulisan ... 11

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Semangat Kerja... 13

2.1.1 Pengertian Semangat Kerja ... 13

2.1.2 Faktor-Faktor Untuk Mengukur Semangat Kerja ... 16

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Semangat Kerja... 18

2.1.4 Indikasi-Indikasi Penyebab Tinggi Rendahnya Semangat Kerja... 19

2.1.5 Cara Untuk Meningkatkan Semangat Kerja Karyawan ... 23

2.2 Persepsi... 27

2.2.1 Pengertian Persepsi ... 27

2.2.2 Proses Persepsi dan Faktor yang Mempengaruhinya... 29

2.3 Penilaian Kinerja (Performance Appraisal) ... 33

2.3.1 Definisi Penilaian Kinerja ... 34

2.3.2 Tujuan dan Manfaat dari Penilaian Kinerja ... 35


(10)

2.3.6 Tahapan Dalam Penilaian Kinerja ... 49

2.4 Persepsi Terhadap Penilaian Kinerja ... 50

2.5 Kerangka Berpikir ... 50

2.6 Hipotesis Penelitian ... 52

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 53

3.2 Populasi dan Sampel... 53

3.2.1 Populasi ... 53

3.2.2 Sampel & Teknik Pengambilan Sampel ... 54

3.3 Variabel penelitian... 56

3.3.1 Identifikasi Variabel... 56

3.3.2 Definisi Konseptual Variabel... 57

3.3.3 Definisi Operasional Variabel... 57

3.4 Pengumpulan Data... 58

3.4.1 Teknik & Instrumen Pengumpulan Data... 58

3.5 Uji Instrumen ... 65

3.5.1 Uji Validitas ... 65

3.5.2 Uji Reliabilitas ... 65

3.6 Prosedur Penelitian ... 66

3.7 Teknik Analisis Data ... 68

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian... 69

4.1.1 Responden Berdasarkan Usia... 69

4.1.2 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 70

4.1.3 Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 70

4.1.4 Responden Berdasarkan Status Pernikahan ... 71

4.1.5 Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 72

4.1.6 Responden Berdasarkan Status Kepegawaian ... 72

4.2 Deskripsi Data ... 73

4.2.1 Gambaran Skor Persepsi Terhadap Penilaian Kinerja ... 73

4.2.2 Gambaran Skor Semangat Kerja... 74

4.3 Hasil Uji Hipotesis... 76

4.4 Analisis Regresi Variabel X terhadap variabel Y... 77


(11)

xi

5.3.1 Saran Teoritis ... 81 5.3.2 Saran Praktis ... 82

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

Tabel 3.1 Sebaran item semangat kerja yang digunakan untuk tryout...62

Tabel 3.2 Penilaian pada skala semangat kerja...63

Tabel 3.3 Blue print skala persepsi terhadap penilaian kinerja (tryout) ...64

Tabel 3.4 Penilaian pada skala persepsi terhadap penilaian kinerja ...65

Tabel 3.5 Tingkat reliabilitas alpha croanbach...67

Tabel 4.1 Responden berdasarkan usia ...70

Tabel 4.2 Responden berdasarkan jenis kelamin ...71

Tabel 4.3 Responden berdasarkan pendidikan terakhir ...72

Tabel 4.4 Responden berdasarkan status pernikahan...72

Tabel 4.5 Responden berdasarkan masa kerja ...73

Tabel 4.6 Responden berdasarkan status kepegawaian ...74

Tabel 4.7 Kategori skor skala persepsi terhadap penilaian kinerja...75

Tabel 4.8 Hasil interpretasi skor persepsi terhadap penilaian kinerja...75

Tabel 4.9 Kategori skor semangat kerja...76

Tabel 4.10 Hasil interpretasi skor semangat kerja ...76

Tabel 4.11 Perolehan hasil statistik product moment pearson...77


(13)

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang paling menentukan sukses tidaknya suatu organisasi. Berbeda dengan sumber daya organisasi lainnya, sumber daya manusia merupakan faktor produksi yang mempunyai pengaruh yang dominan terhadap faktor produksi yang lain seperti mesin, modal, material, dan metode. Oleh karena itu, organisasi dituntut untuk mengelola sumber daya manusia yang dimiliki dengan baik demi kelangsungan hidup dan kemajuan organisasi. Dengan demikian keberhasilan dalam proses operasional organisasi sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang dalam hal ini adalah karyawan. Kontribusi karyawan bagi organisasi sangat dominan, karena karyawan adalah penghasil kerja bagi organisasi. Hal ini berarti setiap pekerjaan dalam organisasi selalu dilaksanakan oleh karyawan.

Setiap organisasi akan membutuhkan karyawan yang handal dan kompeten. Karyawan tersebut diharapkan akan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas yang diberikan dan berusaha semaksimal mungkin untuk selalu memberikan hasil terbaik. Dengan kata lain, setiap organisasi membutuhkan karyawan yang mampu menunjukkan performa kerja yang optimal. Oleh karenanya, penting bagi organisasi untuk mengupayakan agar karyawan yang terlibat di dalamnya terdorong untuk selalu memaksimalkan performa kerjanya yang tercermin dengan


(15)

semangat kerja yang tinggi. Dalam hal ini, karyawan dalam organisasi tersebut akan berperilaku dalam suatu cara tertentu, serta menampilkan performa kerjanya, berdasarkan pada apa yang mereka lihat atau bukan pada situasi yang sebenarnya. Keyakinan mereka ini merupakan suatu persepsi terhadap situasi pada lingkungan organisasi tempat mereka bekerja dimana mereka memiliki harapan-harapan akan gambaran ideal mengenai apa yang semestinya berjalan di dalam kegiatan organisasi dan bukan pada apa yang sudah berlaku di dalam organisasi tersebut.

Robbins (2005), menjelaskan persepsi sebagai suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera agar memberikan makna bagi lingkungan mereka. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, karyawan mempersepsi apa yang mereka lihat atau harapkan untuk dapat mereka peroleh. Bila dihubungkan dengan lingkungan kerja, setiap individu mempunyai harapan tentang pemberian imbalan yang memuaskan tujuan pribadinya atas hasil usahanya terhadap pencapaian prestasi tertentu. Lebih lanjut, hal ini dijelaskan oleh teori harapan dari Vroom (1964) yang dituangkan sebagai hubungan usaha kinerja, kinerja imbalan, dan imbalan tujuan pribadi, yang merupakan aspek-aspek (expectancy, instrumentality, dan valence) penunjang semangat kerja.

Berdasarkan model dari teori harapantampak bahwa jika sasaran yang diharapkan

oleh karyawan tidak tercapai, upaya tidak mengarah ke penilaian yang memuaskan mengenai kinerja mereka, tidak ada imbalan dari organisasi bila sasaran tercapai, maka dapat diharapkan kinerja karyawan berada jauh dibawah prestasi atau dengan kata lain akan mengakibatkan derajat semangat kerja yang


(16)

rendah pula dalam diri karyawan. Lawler (seperti dikutip dalam Furnham, 2006)

menjelaskan bahwa aspek expectancy, instrumentality, dan valence mengarah

kepada kepuasan kerja tergantung pada persepsi karyawan mengenai terpenuhinya imbalan yang diharapkannya. Wahjosumidjo (1992), menjelaskan bahwa sikap perilaku seseorang, selalu berorientasi pada tujuan, ialah terpenuhinya kebutuhan yang diinginkan. Perilaku yang ditampilkan seseorang dalam kehidupan organisasi, timbul karena mengharapkan adanya kepuasan yang dapat dinikmati. Lebih lanjut Nitisemito (1996) menjelaskan bahwa dengan adanya kepuasan yang diterima karyawan baik kebutuhan materi maupun non-materi, maka semangat kerja akan timbul dalam diri karyawan.

Untuk lebih jelasnya, perlu diketahui definisi dari semangat kerja itu sendiri. Anoraga & Suyati (1995) mengemukakan semangat kerja sebagai sikap individu maupun kelompok terhadap lingkungan kerja yang tercermin dengan adanya minat, gairah, dan bekerja secara lebih giat terhadap pekerjaan yang dilakukan. Lebih lanjut Guba (seperti dikutip dalam Panggabean, 2004), menyatakan semangat kerja sebagai kondisi di mana ada tujuan yang jelas dan tetap yang dirasakan menjadi penting dengan tujuan individu serta adanya rasa pemahaman dengan perhatian terhadap unsur-unsur dari pekerjaan seseorang.

Seorang karyawan akan mulai bekerja dengan derajat semangat kerja tertentu, dalam hal ini tergantung pada apa yang ia alami selama bekerja, yaitu bagaimana ia mempersepsikan imbalan yang diberikan kepadanya atas unjuk kerjanya.


(17)

Nitisemito (1996) mengemukakan bahwa pada prinsipnya turunnya semangat kerja disebabkan karena ketidakpuasan yang dirasakan karyawan. Dengan ketidakpuasan yang dirasakan tersebut maka akan menimbulkan kekurangbahagiaan bagi karyawan yang dapat menimbulkan semangat kerja menurun. Dengan kata lain, semangat kerja seseorang akan mengalami peningkatan atau penurunan tergantung pada pengalamannya selama bekerja dan bagaimana ia mempersepsikan imbalan yang diperoleh atas kinerjanya.

Untuk melihat sejauh mana kinerja individu dalam organisasi maka organisasi

perlu melakukan evaluasi pada kinerja yang disebut performance appraisal atau

yang lebih sering disebut dengan istilah Penilaian Kinerja (selanjutnya disebut dengan PK). Schultz & Schultz (2006) mendefinisikan Penilaian Kinerja sebagai bentuk evaluasi performa kerja karyawan yang dilakukan secara periodikal. Hal yang senada juga diungkapkan oleh Cummings & Worley (2001) yang menyatakan bahwa PK merupakan sistem umpan balik yang meliputi penilaian secara langsung oleh penyelia, manajer maupun rekan kerja terhadap performa kerja individu atau kelompok.

Penilaian Kinerja adalah proses yang dipergunakan dalam sebuah organisasi untuk menilai sejauh mana anggotanya telah melakukan pekerjaannnya dengan memuaskan. Informasi yang dihasilkan proses ini merupakan fungsi koordinasi yang utama dalam aktivitas yang berhubungan dengan personalia. Penilaian untuk


(18)

(feedforward). Dilihat dari sudut pandang karyawan, sebagai umpan balik, PK memberikan umpan balik yang penting kepada karyawan secara pribadi dalam hal bagaimana unjuk kerjanya dipandang. Sedangkan sebagai umpan maju, PK memberikan informasi untuk membuat keputusan administratif mengenai pemberian penghargaan kepada karyawan organisasi tersebut. Penghargaan yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut meliputi kenaikan gaji, bonus, promosi, dan pemberian pekerjaan sesuai dengan keinginan (atau dalam hal tertentu, tetap dipertahankan dalam pekerjaan tertentu). Informasi PK lainnya yang tak kalah penting manfaatnya adalah sumber informasi untuk kebutuhan dan kesempatan pengembangan karyawan pribadi. Melalui informasi ini pula kelemahan maupun kekuatan karyawan dapat terukur/terlihat sehingga dapat digunakan untuk membuat rencana pencapaian unjuk kerja yang lebih baik dimasa yang akan datang terutama tersedianya kesempatan karier di masa depan. Selain bermanfaat bagi tujuan pribadi pada khususnya, fungsi umpan maju dan umpan balik ini juga bermanfaat bagi tujuan personalia, diantaranya, rancangan pekerjaan, pemeriksaan validasi test, rancangan metode pelatihan, dan dokumentasi mengenai praktek penerimaan karyawan yang adil. Dari ulasan diatas mengenai tujuan PK dapat dilihat bahwa efektivitas PK dapat terwujud apabila PK tersebut memberikan nilai yang berharga bagi penggunaan sumber daya untuk keperluan tersebut. Dengan kata lain efektivitas PK tergantung dari tercapai tidaknya tujuan-tujuan PK tersebut bagi sumber daya yang bersangkutan (Jewell & Siegall, 1998).


(19)

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi PK adalah sosialisasi hasil PK yang merupakan umpan-balik yang penting tentang bagaimana peran serta individu dalam suatu lingkungan organisasi (Gibson, et. al, 2000). Hal ini dimaksudkan agar individu dapat memiliki persepsi bahwa PK yang dilakukan oleh organisasi bermanfaat secara positif sehingga dapat mengidentifikasi performa kerjanya dalam kurun waktu tertentu, dan dapat melihat kekurangan ataupun kelebihan yang dimilikinya. Selain itu, melalui umpan balik tersebut, diharapkan individu akan termotivasi untuk meningkatkan semangat kerjanya dimasa yang akan datang.

Cara karyawan mempersepsikan PK dapat memiliki pengaruh penting terhadap sikap yang dihasilkan sebagai respon atas persepsi. Persepsi menjadi dasar individu untuk menentukan sikap dan mengembangkan perilaku kerjanya dalam organisasi. Persepsi seseorang yang positif terhadap penilaian kinerja dapat memotivasi orang tersebut untuk meningkatkan semangat kerjanya selama ia meyakini bahwa penilaian kinerja yang telah dilakukan terhadap upayanya tersebut akan menghantarkannya pada ganjaran yang dapat memuaskan tujuan pribadinya.

Lebih lanjut, Munandar (2001) menyatakan bahwa hal yang paling penting dari sebuah PK adalah membuat pekerja menyadari apa yang diharapkan perusahaan darinya dan mempercayai perusahaan dapat memenuhi kebutuhan dan harapannya. Dengan kata lain, efektivitas proses PK tergantung pada bagaimana


(20)

individu dalam organisasi mempersepsi sejauh mana PK yang dilakukan memberi ukuran keberhasilan penyelesaian kerja yang masuk akal dan bagaimana hasil dari PK tersebut diberikan dalam bentuk penghargaan dan hukuman sehingga memotivasi mereka untuk bersemangat melakukan pekerjaan dengan baik. Hal ini senada dengan teori harapan yang dikemukakan oleh Victor Vroom (seperti dikutip dalam Schultz & Schultz, 2006) bahwa individu termotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi (dalam hal ini semangat kerja yang tinggi) bila ia meyakini upaya yang dilakukannya akan menghantar ke suatu PK yang baik. PK yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi yang akan memuaskan tujuan-tujuan pribadi

individu tersebut. Oleh sebab itu teori harapan dari Vroom merupakan teori yang

cocok untuk melihat hubungan persepsi terhadap penilaian kinerja dengan semangat kerja.

Setiap organisasi mengharapkan agar individu-individu yang terlibat di dalamnya memiliki semangat kerja yang tinggi dan PK dapat menjadi salah satu alat untuk mewujudkan hal ini. Hal ini didukung oleh hasil analisis data penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nidia Liesdiarini (2009), yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara penerimaan terhadap sistem

performance appraisal dengan semangat kerja. Artinya, jika persepsi yang dimiliki karyawan positif mengenai penilaian kinerja, maka akan diikuti oleh semangat kerja yang tinggi.


(21)

Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan sepeda motor, PT. Para Finance memiliki sistem penilaian kinerja bagi karyawannya, yang dikenal

dengan sebutan personal appraisal sebagai salah satu kegiatan untuk menilai

unjuk kerja sumber daya manusia yang dimilikinya. PT. Para Finance melakukan PK satu kali dalam setahun untuk sumber daya kerja yang dimiliki dan biasa dilakukan setiap awal tahun. Hasil dari PK tersebut kemudian dikomunikasikan

oleh masing-masing kepala divisi kepada stafnya dalam bentuk coaching &

counseling sebagai tolok ukur bagi performa kerja mereka, dalam arti apakah perlu ditingkatkan ataukah sudah cukup memuaskan sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan promosi jabatan dan pengangkatan karyawan tetap. Melalui PK ini, perusahaan berharap dapat mengevaluasi kinerja seseorang dan mengukur sejauh mana efektifitas kinerja tersebut tercermin dalam semangat kerja orang-orang yang terlibat di dalamnya. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap karyawan PT. Para Finance terdapat beberapa indikasi yang menunjukkan semangat kerja yang tinggi. Indikasi tersebut antara lain karyawan datang tepat waktu, rela bekerja lembur demi terselesaikannya pekerjaan tepat waktu, mengerjakan pekerjaan sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan, dan tetap ramah, baik kepada sesama karyawan maupun kepada tamu yang berkunjung ke perusahaan.

Berdasarkan kondisi tersebut, penulis ingin mengetahui lebih jauh apakah semangat kerja karyawan yang tinggi tersebut dipengaruhi oleh persepsi karyawan terhadap penilaian kinerja yang berlaku dalam PT. Para Finance. Untuk itu,


(22)

penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENILAIAN KINERJA DAN SEMANGAT KERJA KARYAWAN PT. PARA FINANCE.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas teridentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat hubungan antara persepsi terhadap penilaian kinerja kerja dan

semangat kerja karyawan PT. Para Finance?

1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.3.1 Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan ini, maka dalam penelitian ini hanya dibatasi mengenai hubungan antara persepsi terhadap penilaian kinerja dan semangat kerja karyawan PT. Para Finance. Adapun pengertian tentang konsep tersebut adalah sebagai berikut:

1. Semangat kerja secara operasional memiliki pengertian skor yang diperoleh

melalui skala semangat kerja model Likert yang disusun berdasarkan faktor-faktor untuk mengukur semangat kerja menurut Anoraga (1995) yang meliputi kerjasama, disiplin kerja, dan kegairahan kerja.

2. Persepsi terhadap penilaian kinerja secara operasional memiliki pengertian

skor yang diperoleh melalui skala persepsi terhadap penilaian kinerja model Likert yang disusun mengikuti model teori harapan dari Vroom (1964)


(23)

berdasarkan aspek expectancy, instrumentality, dan valence yang dituangkan pada manfaat daripenilaian kinerja menurut Schultz & Schultz (2006).

3. Responden yang diteliti adalah karyawan PT. Para Finance, yang berlokasi di

wilayah Jakarta Selatan, dan pernah mengikuti proses penilaian kinerja di PT. Para Finance.

1.3.2 Perumusan Masalah

Agar penelitian ini jelas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah terdapat hubungan antara persepsi terhadap penilaian kinerja kerja dan semangat kerja karyawan PT. Para Finance?”.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi terhadap penilaian kinerja dan semangat kerja karyawan PT. Para Finance.

1.4.2 Manfaat Penelitian

1.4.2.1Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dilakukannya penelitian ini adalah untuk memperkaya dunia ilmu pengetahuan mengenai semangat kerja dan menambah literatur mengenai penilaian kinerja. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya di bidang semangat kerja dan penilaian kinerja.


(24)

1.4.2.2Manfaat Praktis

Bagi perusahaan, manfaat praktis dari hasil penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran bagi perusahaan bahwa PK yang diberlakukan dapat difungsikan semaksimal mungkin baik sebagai alat penilai maupun sebagai pendorong semangat kerja bagi SDM, dengan demikian dapat menjadi masukan yang signifikan bagi perusahaan Para Finance dalam mengoptimalkan kinerja SDM yang ada. Sedangkan manfaat bagi karyawan adalah memberi masukan dan pegangan kepada karyawan tentang pentingnya persepsi yang positif mengenai proses penilaian kinerja guna meningkatkan semangat kerja karyawan.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab yang saling berkaitan, adapun uraian selengkapnya adalah sebagai berikut:

BAB 1: PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB 2: KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab ini diuraikan teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas yaitu mengenai semangat kerja, persepsi, penilaian kinerja, persepsi terhadap penilaian kinerja, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.


(25)

BAB 3: METODE PENELITIAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai metode penelitian yang meliputi pendekatan dan jenis penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, pengumpulan data, uji instrumen, prosedur penelitian, dan teknik analisis data.

BAB 4: PRESENTASI DAN ANALISIS DATA

Bab ini menguraikan tentang gambaran umum responden penelitian, deskripsi data, uji persyaratan, dan hasil uji hipotesis.

BAB 5: DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN


(26)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Semangat Kerja

2.1.1 Pengertian Semangat Kerja

Semangat kerja merupakan terjemahan dari kata morale (moril) yang artinya

sikap atau semangat yang ditandai secara khas oleh adanya kepercayaan diri, motivasi yang kuat untuk meneruskan sesuatu usaha, kegembiraan, dan organisasi yang baik (Chaplin, 2006).

Setiap perusahaan atau organisasi akan selalu berusaha agar prestasi kerja karyawannya dapat ditingkatkan. Agar prestasi kerja karyawan tinggi, maka perusahaan harus dapat meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dengan motivasi kerja yang tinggi, diharapkan semangat kerja meningkat. Berkaitan dengan semangat kerja ini, Anoraga & Suyati (1995) menyatakan bahwa semangat kerja adalah sikap kejiwaan dan perasaan individu-individu maupun kelompok terhadap lingkungan kerjanya yang sikap kejiwaannya dan peranan individu tercermin dengan adanya minat, gairah, dan bekerja lebih giat terhadap pekerjaan yang dilakukan.

Sedangkan menurut Nitisemito (1996), semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga dengan demikian pekerjaan akan diharapkan lebih cepat dan lebih baik. Lebih lanjut Halsey (seperti dikutip dalam Utama,


(27)

2003), menyatakan semangat kerja adalah kesediaan perasaan yang memungkinkan seseorang bekerja untuk menghasilkan kerja lebih banyak dan lebih baik. Sedangkan menurut Guba (seperti dikutip dalam Panggabean, 2004), menyatakan semangat kerja sebagai kondisi di mana ada tujuan yang jelas dan tetap yang dirasakan menjadi penting dengan tujuan individu serta adanya rasa pemahaman dengan perhatian terhadap unsur-unsur dari pekerjaan seseorang.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa semangat kerja adalah kesediaan perasaan dan kesungguhan seseorang dalam melakukan pekerjaan yang tercermin dengan adanya minat, gairah, dan bekerja lebih giat terhadap pekerjaan yang dilakukan, di mana ada tujuan yang jelas dan dirasakan penting bagi individu atas hasil usahanya terhadap pencapaian prestasi tertentu.

Wahjosumidjo (1992), menjelaskan bahwa sikap perilaku seseorang, selalu berorientasi pada tujuan, ialah terpenuhinya kebutuhan yang diinginkan. Dan perilaku yang ditampilkan seseorang dalam kehidupan organisasi, timbul karena mengharapkan adanya kepuasan yang dapat dinikmati. Lebih lanjut Nitisemito (1996) menjelaskan bahwa dengan adanya kepuasan yang diterima karyawan baik kebutuhan materi maupun non-materi, maka semangat kerja akan timbul dalam diri karyawan.


(28)

Teori harapan atau yang sering disebut dengan (valence instrumentality expectancy) VIE theory uang dikemukakan oleh Vroom (1964) bertujuan untuk menjelaskan bagaimana seseorang memilih satu diantara beberapa tindakan yang ingin mereka lakukan. Pemilihan alternatif ini dipandang sebagai suatu proses kognitif dimana dasar pertimbangan dari setiap tindakan meliputi tiga faktor, yaitu:

1. Expectancy, pekerja merasa bahwa mereka setidaknya memiliki keterampilan yang memadai untuk melakukan pekerjaan tertentu.

2. Instrumentality, pekerja merasa bahwa dengan menunjukkan performa kerja yang baik setidaknya cukup memuaskan maka mereka akan mendapatkan imbalan

3. Valence, pekerja merasa bahwa imbalan yang mereka peroleh atas pekerjaan yang memuaskan adalah sesuatu yang menarik.

Teori harapan menyatakan bahwa kekuatan suatu kecenderungan untuk

bertindak dalam suatu cara tertentu tergantung pada kekuatan suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu hasil tertentu serta daya tarik hasil tersebut bagi individu itu. Dalam istilah yang lebih praktis, teori harapan mengatakan seorang karyawan termotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upayanya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik; suatu penilaian kinerja yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional seperti bonus, kenaikan gaji, atau suatu promosi; dan


(29)

ganjaran-ganjaran itu akan memuaskan tujuan-tujuan pribadi karyawan itu sehingga muncul semangat kerja dalam diri karyawan.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Hubungan usaha-kinerja (expectancy): Probabilitas yang dipersepsikan oleh

individu bahwa pencapaian usaha tertentu akan mendorong kinerja. Keyakinan seseorang bahwa usaha tertentu akan mencapai hasil tertentu.

2. Hubungan kinerja-imbalan (instrumentality): Keyakinan bahwa kinerja pada

suatu tingkat tertentu akan mendorong tercapainya suatu hasil yang diinginkan.

3. Hubungan imbalan-tujuan pribadi (valence): Tingkat sejauh mana imbalan

dari organisasi dapat memenuhi tujuan atau kebutuhan pribadi individu serta tingkat daya tarik imbalan tersebut bagi individu.

2.1.2 Faktor-Faktor Untuk Mengukur Semangat Kerja

Menurut Anoraga dan Suyati (1995), faktor-faktor untuk mengukur semangat kerja yaitu:

a. Kerjasama

Kerjasama berarti bekerja bersama-sama kearah tujuan yang sama. Dalam suatu perusahaan, kerjasama dapat dilihat dari:

1) Kesediaan para karyawan untuk bekerjasama dengan teman-teman sekerja


(30)

2) Kesetiaan untuk saling membantu diantara teman-teman sekerja sehubungan dengan tugasnya.

b. Disiplin kerja

Disiplin kerja adalah suatu keadaan tertib dimana orang-orang tergabung dalam suatu organisasi dan tunduk pada peraturan-peraturan yang ada dengan senang hati. Beberapa ukuran untuk mengukur disiplin kerja yang baik yaitu:

1) Kepatuhan karyawan pada jam-jam kerja.

2) Kepatuhan karyawan kepada perintah dari atasan, serta taat pada tata tertib

yang berlaku.

3) Penggunaan dan pemeliharaan bahan-bahan atau alat-alat perlengkapan

kantor dengan hati-hati.

4) Bekerja dengan mengikuti cara-cara bekerja yang telah ditentukan oleh

perusahaan.

c. Kegairahan kerja

Kegairahan kerja adalah kesenangan yang mendalam terhadap pekerjaan yang dilakukan. Kegairahan kerja dapat dilihat dalam hal:

1) Karyawan dalam melaksanakan pekerjaan dengan disertai perasaan

gembira dan senang hati serta rela berkorban tanpa banyak perintah.

2) Karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan dengan penuh perhatian tanpa

mengeluh dan bermalasan.


(31)

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Semangat Kerja

Nitisemito (1996) mengatakan beberapa faktor yang mempengaruhi semangat kerja yaitu:

a. Kebanggan pekerja akan pekerjaan dan kepuasannya dalam bekerja.

Kebanggaan yang dimiliki karyawan terhadap pekerjaan dan kepuasannya dalam bekerja akan memacu semangat kerja karyawan. Sebaliknya, jika tidak ada kebanggaan terhadap pekerjaan dan tidak ada kepuasan dalam bekerja, maka semangat kerja karyawan akan cenderung statis bahkan dapat pula menurun.

b. Sikap terhadap pimpinan.

Jika karyawan memiliki sikap positif terhadap pimpinan, maka semangat kerja akan meningkat. Tapi bila karyawan bersikap negatif terhadap pimpinannya maka semangat kerja akan menurun.

c. Hasrat untuk maju.

Adanya keinginan untuk maju dapat meningkatkan semangat kerja karyawan. Namun sebaliknya jika karyawan tidak mempunyai keinginan untuk maju, maka semangat kerja akan menurun.

d. Perasaan telah diperlakukan secara baik.

Semangat kerja akan meningkat bila karyawan merasa telah diperlakukan dengan baik oleh perusahaannya. Namun bila karyawan merasa bahwa ia tidak diperlakukan dengan baik, maka semangat kerjanya akan menurun.


(32)

e. Kemampuan untuk bergaul dengan karyawan sekerjanya.

Semangat kerja akan meningkat bila didukung dengan kemampuan untuk bergaul dengan rekan sekerja, sehingga pekerjaan yang berat akan terasa lebih ringan. Tetapi sebaliknya, semangat kerja karyawan akan menurun bila karyawan tidak mampu bergaul dan bekerja sama dengan rekan sekerjanya.

f. Kesadaran akan tanggung jawabnya terhadap pekerjaan.

Semangat kerja meningkat bila karyawan memiliki kesadaran akan tanggung jawab terhadap pekerjaannya. Sebaliknya, semangat kerja menurun bila karyawan tidak memiliki kesadaran akan tanggung jawab terhadap pekerjaannya.

2.1.4 Indikasi-Indikasi Penyebab Tinggi Rendahnya Semangat Kerja

Menurut Maier (1955), semangat kerja yang tinggi dapat dilihat dari empat karakteristik berikut:

a. Semangat kelompok (team spirit), menggambarkan hubungan antara karyawan.

Dengan adanya semangat kelompok maka karyawan lebih berpikir sebagai kami daripada saya; mereka akan saling tolong menolong dan tidak saling bersaing untuk menjatuhkan; keberhasilan pada seorang karyawan dianggap sebagai keberhasilan kelompok. Semangat kelompok merupakan aspek semangat kerja yang jelas menggambarkan gejala kelompok dan merupakan salah satu karakteristik dasar kelompok untuk bekerja sama dan bertanggung jawab secara sosial.


(33)

b. Kualitas untuk bertahan (staying quality), merupakan suatu keadaan yang menggambarkan situasi kelompok yang tidak kehilangan arah tujuan ketika menghadapi kesulitan. Ini berarti ada ketekunan, penuh keyakinan dan saling memberi semangat antar karyawan.

Kegairahan atau antusiasme (zest or enthusiasm), secara tidak langsung

berhubungan dengan motivasi yang tinggi. Kegairahan juga dapat memperkirakan bahwa motivasi ada pada tugas itu sendiri, karena kegembiraan berarti ada minat yang akan mendorong individu untuk berupaya lebih keras dalam bekerja. Karyawan yang memiliki kegairahan dalam bekerja berarti karyawan tersebut memiliki dorongan untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.

d. Kekuatan untuk melawan frustasi (resistance to frustration), menggambarkan

bagaimana orang yang memiliki semangat kerja yang tinggi tidak memiliki sikap yang pesimis apabila menemui kesulitan dalam pekerjaannya.

Semangat kerja tidak selalu ada dalam diri karyawan. Terkadang semangat kerja dapat pula menurun. Indikasi-indikasi menurunnya semangat kerja selalu ada dan memang secara umum dapat terjadi. Menurut Nitisemito (1996), indikasi-indikasi tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

1. Rendahnya produktivitas kerja

Menurunnya produktivitas dapat terjadi karena kemalasan, menunda pekerjaan, dan sebagainya. Bila terjadi penurunan produktivitas, maka hal ini berarti indikasi dalam organisasi tersebut telah terjadi penurunan semangat kerja.


(34)

2. Tingkat absensi yang naik atau tinggi

Pada umumnya, bila semangat kerja menurun, maka karyawan dihinggapi rasa malas untuk bekerja. Apalagi kompensasi atau upah yang diterimanya tidak dikenakan potongan saat mereka tidak masuk bekerja. Dengan demikian dapat menimbulkan penggunaan waktu luang untuk mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi, meski hanya untuk sementara.

3. Labour turn over atau tingkat perpindahan karyawan yang tinggi

Keluar masuk karyawan yang meningkat terutama disebabkan karyawan mengalami ketidaksenangan atau ketidaknyamanan saat mereka bekerja, sehingga mereka berniat bahkan memutuskan untuk mencari tempat pekerjaan lain yang lebih sesuai dengan alasan mencari kenyamanan dalam bekerja. Manajer harus waspada terhadap gejala-gejala seperti ini.

4. Tingkat kerusakan yang meningkat

Meningkatnya tingkat kerusakan sebenarnya menunjukkan bahwa perhatian dalam pekerjaan berkurang. Selain itu dapat juga terjadi kecerobohan dalam pekerjaan dan sebagainya. Dengan naiknya tingkat kerusakan merupakan indikasi yang cukup kuat bahwa semangat kerja telah menurun.

5. Kegelisahan dimana-mana

Kegelisahan tersebut dapat berbentuk ketidaktenangan dalam bekerja, keluh kesah serta hal-hal lain. Terusiknya kenyamanan karyawan memungkinkan akan berlanjut pada perilaku yang dapat merugikan organisasi itu sendiri.


(35)

6. Tuntutan yang sering terjadi

Tuntutan merupakan perwujudan dari ketidakpuasan, di mana pada tahap tertentu akan menimbulkan keberanian untuk mengajukan tuntutan. Organisasi harus mewaspadai tuntutan secara massal dari pihak karyawan.

7. Pemogokan

Pemogokan adalah wujud dari ketidakpuasan, kegelisahan dan sebagainya. Jika hal ini terus berlanjut maka akan berujung pada munculnya tuntutan dan pemogokan. Sebaliknya ada beberapa penyebab rendahnya semangat kerja karyawan. Hal ini terkait dengan kurang diperhatikannya pengaturan kerja mengenai disiplin kerja, kondisi kerja dan kekurangan tenaga kerja yang terampil dan ahli dibidangnya.

Sedangkan menurut Zainun (seperti dikutip dalam Hidayati, 2002), ada beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya semangat kerja karyawan dalam suatu organisasi, yaitu komunikasi, kepuasan kerja, lingkungan kerja, partisipasi dan kepemimpinan.

Lebih lanjut Wardoyo (seperti dikutip dalam Hendra, 2006), mengatakan ada tiga konsepsi dasar yang dapat membantu menjelaskan pasang surutnya semangat kerja yaitu:

1. Setiap karyawan niscaya akan mengamati lingkungan dari kerjanya untuk

mendapatkan tanda-tanda yang mungkin mempengaruhi keberuntungan psikologisnya.


(36)

2. Berbagai macam informasi (juga desas-desus) mengenai pekerjaan dinilai sebagai dukungan moral atau sebagai tekanan atau juga sebagai dukungan suatu yang netral.

3. Moral kerja juga tergantung pada, apakah karyawan itu merasa dapat

mempengaruhi mereka ketimbang keputusan mereka sendiri.

2.1.5 Cara Untuk Meningkatkan Semangat Kerja Karyawan

Menurut Nitisemito (1996), ada beberapa cara untuk meningkatkan semangat kerja karyawan. Caranya dapat bersifat materi maupun non materi, seperti antara lain :

1. Gaji yang sesuai dengan pekerjaan.

Setiap perusahaan seharusnya dapat memberikan gaji yang sesuai dengan pekerjaan kepada karyawannya. Sesuai di sini adalah jumlah yang mampu dibayarkan tanpa menimbulkan kerugian bagi perusahaan tersebut. Makin besar gaji yang diberikan berarti semakin tercukupi kebutuhan karyawan. Dengan demikian karyawan akan mendapatkan ketenangan dalam melaksanakan tugas-tugasnya sehingga semangat kerjanya akan dapat diharapkan lebih meningkat.

2. Memperhatikan kebutuhan rohani.

Selain kebutuhan materi yang berwujud gaji yang sesuai dengan pekerjaan, maka mereka juga membutuhkan kebutuhan rohani. Kebutuhan rohani ini antara lain adalah menyediakan tempat untuk menjalankan ibadah, rekreasi, partisipasi dan sebagainya sehingga semangat kerja dapat ditingkatkan.


(37)

3. Menciptakan suasana kerja yang santai yang dapat mengurangi beban kerja. Suasana kerja yang rutin seringkali menimbulkan kebosanan dan ketegangan

kerja bagi karyawan. Untuk menghindari hal-hal seperti itu maka perusahaan perlu sesekali dalam waktu tertentu menciptakan suasana santai. Hal ini dapat diciptakan dengan jalan mengadakan rekreasi bersama-sama, mengadakan pertandingan olah raga antar karyawan, dan lain sebagainya yang dapat menimbulkan semangat kerja karyawan.

4. Harga diri karyawan perlu mendapatkan perhatian.

Persoalan harga diri merupakan persoalan yang cukup tinggi. Pihak perusahaan bukan saja perlu memperhatikan harga diri, akan tetapi kalau perlu bahkan membangkitkan harga diri para karyawannya. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pujian atau penghargaan pada karyawan.

5. Tempatkan para karyawan pada posisi yang tepat.

Setiap perusahaan harus mampu menempatkan karyawannya pada posisi yang tepat. Artinya tempatkan karyawan pada posisi yang sesuai dengan keterampilan masing-masing. Ketidaktepatan dalam menempatkan posisi karyawan akan menyebabkan jalannya pekerjaan menjadi kurang lancar dan tidak dapat memperoleh hasil yang maksimal. Disamping itu semangat kerja karyawan juga akan menurun. Jadi sesungguhnya masalah ketepatan menempatkan karyawan pada posisi yang tepat merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam usaha membangkitkan semangat kerja karyawan.


(38)

6. Berikan kesempatan pada mereka yang berprestasi.

Semangat kerja karyawan akan timbul jika karyawan mempunyai harapan untuk dapat maju. Sebaliknya jika karyawan tidak mempunyai harapan untuk maju dalam perusahaan maka semangat kerjanya lama-kelamaan akan menurun. Jadi hendaknya setiap perusahaan memberikan kesempatan karyawannya untuk dapat maju.

7. Perasaan aman menghadapi masa depan perlu diperhatikan.

Semangat kerja karyawan akan terpupuk jika karyawan memiliki perasaan aman terhadap masa depan profesinya. Untuk menciptakan rasa aman menghadapi masa depan karyawannya ada perusahaan yang melaksanakan program pensiun bagi karyawannya. Tetapi tidak hanya itu, kestabilan perusahaan juga menjadi jaminan perasaan aman bagi karyawan. Perusahaan yang usahanya tidak stabil akan menimbulkan kecemasan/kekhawatiran karyawannya. Jadi sebaiknya perusahaan berusaha agar usahanya stabil.

8. Usahakan para karyawan memiliki loyalitas dan keperdulian terhadap

organisasi.

Kesetiaan atau loyalitas karyawan terhadap perusahaan akan dapat menimbulkan rasa tanggung jawab. Tanggung jawab dapat menciptakan semangat kerja. Untuk dapat menimbulkan loyalitas karyawan terhadap perusahaan maka pihak perusahaan harus mengusahakan agar para karyawannya merasa senasib dengan perusahaan. Salah satu cara untuk menimbulkan loyalitas karyawan terhadap perusahaan ialah dengan


(39)

memberikan kesempatan kepada karyawan untuk ikut berpartisipasi dalam perusahaan tersebut.

9. Pemberian insentif yang terarah dalam aturan yang jelas.

Dengan memberikan tambahan penghasilan secara langsung kepada para karyawan yang menunjukkan kelebihan prestasi kerjanya. Cara seperti ini sangat efektif untuk mendorong semangat kerja karyawan. Tentu saja cara seperti ini harus disertai dengan kebijakan yang tepat.

10.Fasilitas kerja yang menyenangkan yang dapat membangkitkan gairah kerja. Setiap perusahaan bilamana memungkinkan hendaknya menyediakan fasilitas

yang menyenangkan bagi para karyawannya. Apabila dengan fasilitas tersebut ternyata mampu menambah kesenangan pada karyawan, maka berarti semangat kerja dapat pula ditingkatkan.

Sedangkan Halsay (seperti dikutip dalam Anoraga & Suyati, 1995) mengemukakan beberapa cara untuk menciptakan dan memupuk semangat kerja di kalangan karyawan yaitu:

1. Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mewujudkan kepribadiannya

di dalam pekerjaannya.

2. Perasaan bahwa usaha-usahanya dihargai.

3. Karyawan hendaknya menaruh kepercayaan di dalam kebaikan-kebaikan

tujuan umum dari organisasinya dan bagiannya di dalam organisasi itu.

4. Jangan ada sesuatu yang merugikan pada karyawan itu yang akan mengurangi


(40)

5. Rasa aman dalam bekerja.

6. Memberikan kesempatan untuk maju.

7. Karyawan hendaknya menyukai secara pribadi dan menghormati pengawasnya.

8. Karyawan hendaknya menemukan di lingkungan pekerjaannya itu pengalaman

kemasyarakatan yang memuaskan.

Dari kedua pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa banyak cara yang dapat dipakai oleh pihak pimpinan untuk meningkatkan semangat kerja dan mempertahankan agar tetap tinggi, yang keseluruhannya dapat digolongkan dalam dua macam pemenuhan kebutuhan dari karyawannya. Pertama, pemenuhan atas materi yang dapat berupa gaji yang cukup, berbagai macam tunjangan tambahan atau insentif dan sebagainya. Kedua, yaitu pemenuhan atas kebutuhan non materi yang dapat berupa pemberian pujian, memberikan kesempatan karyawan untuk maju, perasaan aman dalam bekerja dan sebagainya.

2.2 Persepsi

Untuk melakukan penelitian mengenai persepsi terhadap penilaian kinerja maka perlu diulas sedikit mengenai pengertian persepsi.

2.2.1 Pengertian Persepsi

Persepsi merupakan terjemahan dari kata perception yang artinya “Proses di


(41)

indera-indera yang dimilikinya; pengetahuan lingkungan yang diperoleh melalui interpretasi data indera” (Rafy, 2004).

Menurut Robbins & Judge (2009), perception is a process by which

individuals organize and interpret their sensory impressions in order to give meaning to their environment. Artinya: “Persepsi adalah suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera agar memberikan makna bagi lingkungan mereka”.

McShane & Glinow (2005), perception is the process of receiving

information about and making sense of the world around us. Artinya: “Persepsi adalah proses penerimaan informasi dan membuat pemahaman melalui sensasi inderawi mengenai dunia disekitar kita”.

Atkinson, et. al (1993) menjelaskan bahwa persepsi adalah penelitian

bagaimana kita mengintegrasikan sensasi ke dalam percepts objek, dan bagaimana

kita selanjutnya menggunakan percepts itu untuk mengenali dunia (percepts

adalah hasil dari proses perseptual).

Gibson, et. al (2000) mengatakan bahwa persepsi menyangkut kognisi yang meliputi penafsiran terhadap objek, tanda-tanda dari sudut pengalaman yang bersangkutan. Dengan kata lain persepsi mencakup penafsiran terhadap stimulus yang telah diorganisasikan, sehingga persepsi merupakan proses pemberian arti


(42)

terhadap lingkungan oleh individu. Oleh karena itu, tiap orang akan memberi arti pada stimulus dengan cara yang berbeda meskipun obyeknya sama.

Abdurrahman (1999) mengatakan bahwa hal terpenting untuk memahami persepsi adalah mengakui adanya interpretasi individual yang unik terhadap situasi, dan bukan rekaman nyata suatu situasi. Oleh karena itu, bisa terjadi stimulus yang sama akan diartikan secara berbeda-beda oleh individu yang berbeda.

Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi merupakan proses kognitif (pemberian arti) yang dipergunakan seseorang untuk menafsirkan dan memahami lingkungan. Namun demikian pada proses tersebut tidak hanya sampai pada pemberian arti saja tetapi akan mempengaruhi pada perilaku yang akan dipilihnya sesuai dengan rangsang yang diterima dari lingkungannya.

2.2.2 Proses Persepsi dan Faktor yang Mempengaruhinya

Untuk memahami persepsi secara lebih baik, kita perlu mengetahui bagaimana proses persepsi itu berlangsung dalam diri manusia. Gambar 2.1 menjelaskan terjadinya proses persepsi tersebut. Gambar tersebut menunjukkan tiga tahap kejadian, yaitu:


(43)

Gambar 2.1

Proses Terjadinya Persepsi

Sumber: Gibson, et.al., Organization: Behavior, Structure, & Process. Tenth edition. McGraw-Hill: New York.

1. Kenyataan dalam Organisasi atau Pekerjaan (sebagai stimulus), misalnya

sistem imbalan, gaya kepemimpinan, beban pekerjaan, penilaian kinerja, dan sebagainya. Semua stimulus ini berkaitan dengan manusia sebagai objeknya.

2. Pengolahan Persepsi, stimuli tersebut diolah didalam proses kognitif internal

yang tidak bisa diamati, kemudian diorganisasikan dan ditafsirkan dengan perangkat-perangkat yang ada. Terdapat tiga bagian dalam pengolahan ini, yaitu:

a) Pengamatan Stimulus; tahap ini disebut juga sensasi, yang melibatkan

panca indrawi sebagai pintu-pintu masuk stimuli ke dalam proses kognisi individu. Jadi, sensasi merupakan bagian dari persepsi.

b) Faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap stimuli yang

diterimanya.

c) Bagian terakhir dari tahap pengolahan ini adalah evaluasi dan


(44)

stimuli) tadi sudah diolah dalam suatu mekanisme kognitif yang rumit dan tidak bisa diamati.

3. Hasil proses persepsi adalah perilaku tanggapan dan sikap yang terbentuk.Dua

bentuk hasil tersebut bisa keduanya bersifat positif, atau negatif, atau bisa salah satunya negatif atau positif.

Selanjutnya, dua bentuk hasil persepsi tadi akan memberikan umpan balik terhadap stimuli, pengamatan stimuli dan faktor-faktor yang berpengaruh sehingga mungkin terjadi perubahan yang bersifat korektif atau mengukuhkan persepsi awal. Sebagaimana telah disebutkan bahwa proses persepsi akan menghasilkan interpretasi individual yang unik terhadap stimulus tertentu. Terdapat kemungkinan setiap individu berbeda atau sama persepsinya terhadap suatu hal yang sama. Hal ini disebabkan karena adanya sejumlah faktor yang berperan dalam membentuk persepsi individu tersebut.

Faktor yang mempengaruhi perbedaan persepsi menurut Robbins & Judge (2009), diantaranya adalah karakteristik pribadi dari pelaku persepsi yaitu:

1. Sikap, merupakan suatu bentuk evaluasi individu terhadap berbagai aspek yang

meliputi objek, orang atau kegiatan serta bagaimana evaluasi tersebut memunculkan rasa suka atau tidak suka terhadap hal-hal tersebut.

2. Motif, merupakan suatu kebutuhan yang bila tidak dipuaskan akan


(45)

3. Minat, adalah suatu kecenderungan atau keinginan individu yang dapat mempengaruhi fokus perhatian individu sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda antara satu individu dengan individu lain.

4. Pengalaman masa lalu, adalah suatu kejadian di masa lalu yang dapat

mengarahkan individu pada hal-hal tertentu sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda.

5. Harapan, adalah suatu keinginan untuk menjadikan sesuatu menjadi kenyataan.

Harapan dapat mempengaruhi persepsi dalam hal individu akan melihat pada apa yang mereka harapkan untuk mereka lihat.

Faktor kedua adalah faktor situasi (unsur dalam lingkungan sekitar) yang merupakan suatu faktor yang berkaitan dengan konteks dimana individu melihat obyek ataupun peristiwa. Faktor ini meliputi:

1. Waktu, yaitu suatu rangkaian saat ketika suatu keadaan berlangsung.

2. Keadaan/tempat kerja, yang merupakan suatu kondisi ataupun keadaan di ruang

tempat individu melakukan sesuatu.

3. Keadaan sosial, yang merupakan lingkungan sosial individu.

yang mana semua faktor tersebut dapat menimbulkan perbedaan persepsi terhadap individu.

Dalam hal ini, faktor dominan yang dapat mempengaruhi persepsi karyawan terhadap Penilaian Kinerja adalah pengalaman masa lalu dan harapan. Dengan alasan pengalaman akan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang


(46)

mempersepsikan sesuatu. Pengalaman karyawan mengenai hasil Penilaian Kinerja yang baik, akan cenderung mempersepsikan Penilaian Kinerja memiliki manfaat secara positif bagi dirinya. Begitu pula sebaliknya, karyawan yang memiliki pengalaman buruk mengenai hasil Penilaian Kinerjanya akan cenderung mempersepsikan Penilaian Kinerja sebagai formalitas belaka tanpa manfaat yang berarti. Perilaku yang ditampilkan seseorang dalam kehidupan organisasi, timbul karena mengharapkan adanya kepuasan yang dapat dinikmati.

2.3 Penilaian Kinerja (Performance Appraisal)

Penilaian Kinerja atau penilaian performa bukanlah suatu hal yang baru bagi individu. Sepanjang perjalanan karirnya, kinerja individu itu akan selalu di monitor dan diberi penilaian bahkan sejak individu tersebut mulai memasuki masa sekolah. Segala bentuk tes yang diberikan selama masa pendidikan seperti ulangan harian, ulangan umum, ujian, pembuatan makalah dan presentasi merupakan bentuk dari beberapa penilaian kinerja. Semua teknik penilaian yang dirancang sedemikian rupa bertujuan untuk mengakses kualitas kerja individu. Pada prinsipnya teknik yang digunakan pada PK dalam pendidikan maupun pekerjaan memiliki kesamaan dimana hasil evaluasi yang diperoleh dari keduanya memiliki makna yang penting bagi masa depan individu.

Dalam kegiatan organisasi, SDM sebagai pelaku kegiatan mengharapkan kebutuhan, keinginan, dan harapannya dapat dipenuhi oleh organisasi industri,


(47)

sebaliknya organisasi industri mengharapkan SDM memberikan tenaga dan pikirannya sehingga tercapai tujuan perusahaan.

PK sebagai alat ukur kinerja yang dikembangkan oleh organisasi diharapkan dapat memberikan hasil evaluasi yang diinginkan sehingga organisasi dapat memberikan imbalan atas tercapainya sasaran.

2.3.1 Definisi Penilaian Kinerja

Schultz & Schultz (2006), mendefinisikan Penilaian Kinerja sebagai the periodic, formal evaluation of employee performance for the purpose of making career decisions. Artinya: “Bentuk evaluasi kinerja pegawai yang dilakukan secara formal dan rutin dalam periode waktu tertentu sebagai dasar penentuan karir dimasa yang akan datang”.

Senada dengan pengertian Penilaian Kinerja di atas, Cummings & Worley (2001), menjelaskan bahwa Penilaian Kinerja merupakan suatu sistem pemberian umpan balik yang melibatkan evaluasi langsung terhadap performa individu atau kelompok kerja yang dilakukan oleh supervisor, manajer, atau rekan kerja.

Panggabean (2004), menyatakan Penilaian Kinerja adalah suatu proses yang bertujuan untuk mengetahui atau memahami tingkat kinerja karyawan dibandingkan dengan tingkat kinerja karyawan lainnya atau dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan.


(48)

Lebih jauh Dessler (2008), memberikan uraian yang lebih rinci tentang Penilaian Kinerja. Menurutnya Penilaian Kinerja adalah setiap prosedur yang melibatkan:

1. Penyusunan standar kerja.

2. Evaluasi kinerja aktual karyawan dihubungkan dengan standar tersebut.

3. Menyediakan feedback bagi karyawan dengan tujuan memotivasinya untuk

memperkecil sisi kelemahan kerjanya dan memperkuat kelebihan-kelebihannya.

Dari definisi Penilaian Kinerja di atas maka dapat disimpulkan bahwa Penilaian Kinerja merupakan bentuk evaluasi performa kerja karyawan untuk menilai sejauh mana anggotanya telah melakukan pekerjaannya dalam jangka waktu tertentu secara periodikal dengan tujuan untuk memberikan umpan balik terhadap karyawan agar mereka dapat termotivasi serta memiliki semangat untuk berkinerja lebih baik lagi.

2.3.2 Tujuan dan Manfaat dari Penilaian Kinerja

Menurut Schultz & Schultz (2006) Penilaian Kinerja mempunyai dua tujuan utama yaitu:

1. Tujuan administrasi, yaitu digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan

bagi kepentingan personel SDM seperti umpan-balik kepada karyawan mengenai bagaimana pandangan organisasi akan kinerja mereka, kenaikan upah, promosi, transfer, dan pemutusan hubungan kerja.


(49)

2. Tujuan penelitian, berguna untuk validasi instrumen atau alat ukur seleksi. Hasil evaluasi Penilaian Kinerja dapat digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan serta evaluasi digunakan sebagai kriteria terhadap pengesahan program seleksi dan pengembangan.

Tujuan dilakukannya Penilaian Kinerja ini didukung oleh pernyataan Grote (seperti dikutip dalam Nisa, 2006), yang mengungkapkan hal senada bahwa dasar dilakukannya PK adalah:

1. Sebagai informasi dalam pengambilan keputusan, seperti dalam kenaikan gaji,

mutasi dan promosi.

2. Memberikan kesempatan bagi atasan dan bawahan untuk mereview tingkah

laku yang berhubungan dengan pekerjaannya, sehingga kesalahan-kesalahan yang dilakukan dapat segera diperbaiki.

3. Memberikan kesempatan seseorang untuk mereview rencana kariernya.

Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan manfaat atau fungsi dari Penilaian Kinerja adalah:

1. Memberikan umpan balik yang penting kepada karyawan secara pribadi dalam

hal bagaimana unjuk kerjanya dipandang.

2. Memberikan informasi untuk membuat keputusan administratif mengenai

pemberian penghargaan kepada karyawan organisasi tersebut. Penghargaan yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut meliputi kenaikan gaji, bonus,


(50)

promosi, dan pemberian pekerjaan sesuai dengan keinginan (atau dalam hal tertentu tetap dipekerjakan dalam pekerjaan tertentu).

3. Informasi Penilaian Kinerja juga dapat digunakan untuk menilai kekuatan dan

kelemahan karyawan dan digunakan untuk membuat rencana guna mencapai unjuk kerja yang lebih baik dan tujuan serta kesempatan karir di masa depan.

2.3.3 Pentingnya Penilaian Kinerja yang Objektif dan Rasional

Jika seseorang berkarya pada suatu perusahaan dalam rangka

mempertahankan harkat dan martabatnya sekaligus mencari nafkah agar ia dan tanggungannya dapat hidup layak dan wajar, berarti ia harus bersedia mengikat diri pada penunaian kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Jabatan apapun yang dipangkunya, fungsi apapun yang harus diselenggarakan dan tugas apapun yang diembannya, secara kontraktual semuanya akan dilakukannya dengan tanggung jawab. Di lain pihak, perusahaan terikat kontrak yang dibuat sehingga karyawan mengharap agar perusahan menunaikan kewajibannya dan karyawan mendapat haknya. Perusahaan berhak memperoleh manfaat hasil karya karyawannya, sebaliknya perusahaan berkewajiban memenuhi hak karyawan

Salah satu bentuk hak karyawan adalah untuk dinilai secara objektif dan rasional oleh perusahaan. Dilihat dari sudut hak dan kepentingan karyawan, Penilaian Kinerja dimaksudkan untuk menghargai kinerja yang memuaskan. Kinerja yang kurang memenuhi harapan perusahaan perlu diidentifikasikan


(51)

faktor-faktor penyebabnya dan dicarikan jalan keluarnya. Jika perlu, perusahaan membantu karyawan sehingga terwujud peningkatan kinerja di masa depan.

Pentingnya penilaian yang objektif dan rasional dapat dilihat dari manfaat yang diperoleh. Manfaat adanya penilaian yang objektif dan rasional (Siagian, 2004) adalah sebagai berikut:

1. Memungkinkan karyawan, atasan langsung, dan satuan kerja yang mengelola

sumber daya manusia dalam perusahaan dapat mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan kinerja.

2. Membantu perusahaan melakukan penyesuaian dalam pemberian imbalan

kepada karyawan sesuai dengan penilaian kinerja. Kinerja yang ditampilkan karyawan diterjemahkan ke dalam kebijaksanaan pemberian imbalan.

3. Membantu para pengambil keputusan kunci dalam penempatan posisi yang

baru seperti alih tugas, alih wilayah, dan promosi.

4. Memberikan bahan pertimbangan dalam merancang program pelatihan untuk

mengatasi permasalahan dan dalam rangka pengembangan karyawan yang dinilai memiliki potensi tetapi belum dikembangkan secara efektif.

5. Membantu karyawan untuk merencanakan dan mengembangkan kariernya di

masa depan.

6. Membantu manajemen sumber daya manusia untuk menyempurnakan


(52)

7. Menyempurnakan sistem informasi sumber daya manusia sehingga benar-benar dapat diandalkan dalam menyelenggarakan berbagai fungsi yang menjadi tanggung jawab manajemen sumber daya manusia.

8. Menyempurnakan sistem rancang bangun pekerjaan karena tidak mustahil

kinerja karyawan tidak sesuai dengan harapan karena rancang bangun yang kurang tepat.

9. Membantu perusahaan meningkatkan kemampuan untuk menghadapi

tantangan eksternal di masa datang.

2.3.4 Hambatan Dalam Penilaian Kinerja

Penilaian yang dilakukan dengan adil diharapkan dapat meningkatkan produktivitas karyawan. Karyawan yang tidak berprestasi baik akan memperoleh umpan balik dan diharapkan akan meningkatkan prestasinya. Namun, terkadang cara Penilaian Kinerja tidak memperbaiki kondisi. Karyawan yang mendapat teguran atau mempunyai penilaian tidak baik di mata pimpinan akan merasa tersinggung atau putus asa. Hal ini akan semakin memperburuk prestasinya. Dengan demikian, Penilai harus berhati-hati dalam menjelaskan hasil Penilaian Kinerja terhadap karyawan. Penilaian diharapkan menjadi proses kontinu yang merupakan bagian integral dari proses interaksi antara manajer dengan karyawan.

Rachmawati (2008), menjelaskan beberapa faktor yang mungkin dapat menjadi hambatan dalam Penilaian Kinerja yang adil:


(53)

1. Perubahan standar

Standar yang tidak konsisten dan berubah-ubah akan mempengaruhi pengukuran prestasi karyawan. Sebagai contoh, penilai mungkin cenderung memberikan penilaian yang baik terhadap karyawan yang kelihatannya penurut dibandingkan karyawan yang suka membantah, meskipun karyawan tersebut mempunyai prestasi yang baik.

2. Hallo effect

Hallo effect terjadi apabila penilaian penilai terhadap prestasi karyawan secara keseluruhan hanya bergantung pada satu atau beberapa aspek saja. Efek tersebut merupakan efek berantai. Biasanya hal ini terjadi karena pimpinan melibatkan emosi dalam sebuah penilaian, menilai terlalu lunak atau keras, melibatkan prasangka pribadi, serta menilai berdasarkan data atau fakta dari waktu yang paling akhir saja.

3. Perbedaan sifat penilai

Penilai mempunyai sifat dan karakter yang berbeda. Penilaian karyawan bisa menjadi berbeda karena sifat penilai. Oleh karena itu, disarankan untuk membuat standar/pedoman penilaian untuk dijadikan patokan penilaian agar penilaian secara adil dapat diwujudkan dan karyawan terhindar dari bias yang disebabkan karakter penilai.

4. Perbedaan stereotipe tertentu

Penilai dapat menjadi bias karena faktor etnis, jenis kelamin, atau golongan tertentu. Untuk menghindari hal itu, penilai harus berpegang pada


(54)

pedoman/standar tertulis dan hasil Penilaian Kinerja pun harus dilakukan secara tertulis sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

Lebih lanjut Grote (seperti dikutip dalam Nisa, 2006), menyebutkan bahwa ketidakpuasan terhadap sistem Penilaian Kinerja selama ini terjadi karena:

1. Kriteria penilaian dirasakan tidak adil. 2. Tidak ada feedback dan coaching.

3. Tidak bisa menjawab pertanyaan tentang pengembangan diri atau peningkatan

karier.

4. Tidak ada korelasi yang jelas antara kinerja dengan upah yang diterima.

5. Sistem Penilaian Kinerja dinilai fragmented, bukan merupakan sistem yang

berkelanjutan.

Menurut Grote (seperti dikutip dalam Nisa, 2006) Agar sistem Penilaian Kinerja menjadi efektif, maka organisasi dituntut untuk memfokuskan perhatian pada empat hal, yaitu:

1. Kesiapan organisasi

Kesiapan organisasi disini termasuk juga komitmen organisasi yang mana manajemen puncak mencontohkan model perilaku yang tepat, melibatkan

karyawan dalam pengembangan sistem (untuk membangun ownership),

mengkomunikasikan tata cara pelaksanaan sistem serta secara jelas menegaskan bahwa sistem yang ada merefleksikan nilai-nilai organisasi.


(55)

2. Integrasi sistem

Sistem penilaian kinerja tidak bisa berdiri sendiri, harus terintegrasi dengan sistem lain dalam organisasi. Faktor integrasi ini penting karena sistem penilaian kinerja baru efektif apabila didukung oleh sistem SDM lainnya antara

lain pelatihan, kompensasi, managemen development, seleksi, manpower

planning, dan strategic planning. Harus ada kepastian bahwa tujuan individu, tim maupun departemen memang terkait erat dengan strategi organisasi dan nilai-nilai organisasi.

3. Pelatihan

Harus dilakukan sosialisasi serta pelatihan yang terkait dengan substansi

maupun mekanisme penilaian kinerja, baik kepada penilai (appraiser) maupun

yang dinilai (appraisee). Para pimpinan dan karyawan harus diajarkan

bagaimana cara menetapkan tujuan, mengidentifikasi perilaku kunci dan menilai kinerja secara benar. Para pimpinan juga perlu diberikan pelatihan

interpersonal dan coaching skill agar proses konsultasi berlangsung efektif.

4. Evaluasi

Efektivitas sistem penilaian kinerja juga tergantung pada komitmen pemimpin untuk mempergunakannya secara efektif. Kualitas dan kesinambungan review yang dilakukan perlu diperhatikan. Organisasi yang ingin sistemnya berjalan efektif menuntut para pemimpin untuk melakukan review paling sedikit 1 tahun sekali. Organisasi dapat menilai tanggungjawab pemimpin melalui evaluasi pemanfaatan sistem penilaian kinerja terhadap pengembangan dan peningkatan karier bawahan.


(56)

2.3.5 Metode PenilaianKinerja

Dalam melakukan Penilaian Kinerja, organisasi pada umumnya menggunakan metode tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan dari organisasi tersebut. Hal ini dimaksudkan agar organisasi dapat memperoleh hasil yang maksimal dan setidaknya dapat meminimalkan dampak dari masalah yang kemungkinan timbul sebagai akibat dari pemilihan metode yang kurang tepat.

Menurut Robbins & Coulter (2007), terdapat tujuh metode Penilaian Kinerja yakni:

1. Esai Tertulis

Esai tertulis adalah teknik Penilaian Kinerja di mana penilai menuliskan gambaran kekuatan dan kelemahan, kinerja di masa lampau, dan potensi karyawan. Penilai tersebut juga akan membuat saran untuk perbaikan.

2. Insiden Kritis

Penggunaan insiden kritis memfokuskan perhatian penilai pada perilaku kritis (penentu keberhasilan) atau utama yang memisahkan kinerja pekerjaan yang efektif dari yang tidak efektif. Penilai menuliskan anekdot yang menggambarkaan apa yang dilakukan karyawan yang sangat efektif atau sangat tidak efektif. Kuncinya di sini adalah hanya perilaku khusus, bukan ciri kepribadian yang didefinisikan secara samar-samar, yang disebutkan.

3. Skala Pemeringkat Grafis

Salah satu metode Penilaian Kinerja yang tertua dan yang paling terkenal adalah skala pemeringkat grafis. Metode itu mencantumkan serangkaian faktor


(57)

kinerja seperti jumlah dan mutu pekerjaan, pengetahuan kerja, kerja sama, kesetiaan, kehadiran, kejujuran, dan inisiatif. Penilai kemudian melihat daftar itu dan memeringkat karyawan berdasarkan tiap faktor dengan menggunakan skala yang teratur kenaikannya. Skala itu biasanya menyebutkan lima poin; sebagai contoh, faktor seperti pengetahuan kerja mungkin diberi peringkat dari 1 (“sangat tidak memahami kewajiban pekerjaan”) sampai 5 (“menguasai secara penuh semua fase pekerjaan”).

4. Skala Pemeringkat Berdasarkan Perilaku

Salah satu pendekatan Penilaian Kinerja yang semakin terkenal adalah skala

pemeringkat berdasarkan perilaku atau behaviorally anchored rating scales

(BARS). Skala itu menggabungkan unsur utama insiden kritis dan pendekatan

skala pemeringkat grafis. Penilai memeringkat karyawan menurut item

penilaian dalam skala numerikal, tetapi item penilaian itu berupa contoh

perilaku sebenarnya dalam pekerjaan bukannya deskripsi atau ciri umum perilaku.

5. Perbandingan Berbagai Orang

Perbandingaan berbagai orang membandingkan kinerja seseorang dengan orang lain. Contohnya, karyawan dinilai sebagai penampil terbaik (20 persen), penampil menengah (70 persen), atau penampil bawah (10 persen). Dalam tiap kelompok, 20 persen memperoleh nilai A, 70 persen nilai B, dan 10 persen nilai C.


(58)

6. Sasaran

Manajemen berdasarkan tujuan (MBO) merupakan mekanisme untuk menilai kinerja. MBO merupakan metode lebih yang disukai untuk menilai manajer dan karyawan professional. Dengan MBO, para karyawan dievaluasi berdasar seberapa baik mereka mencapai serangkaian sasaran tertentu yang telah dibuat oleh mereka dan manajernya.

7. Umpan Balik 360 Derajat

Umpan balik 360 derajat adalah metode Penilaian Kinerja yang menggunakan umpan balik dari penyelia, karyawan dan rekan kerja. Dengan kata lain, jenis kajian itu menggunakan informasi dari lingkaran penuh orang-orang yang dengan orang tersebut manajer berinteraksi. Pengguna pendekatan ini waspada bahwa, walaupun pendekatan ini efektif untuk pelatihan karier dan membantu manajer mengenali kekuataan dan kelemahannya, pendekatan tersebut tidak memadai untuk menentukan gaji, promosi atau pemecatan.

Masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga penting bagi organisasi untuk mengetahuinya agar bisa dijadikan dasar pertimbangan untuk memilih yang paling mendekati kebutuhan organisasi tersebut. Adapun kelebihan dan kelemahan dari metode Penilaian Kinerja menurut Robbins & Coulter (2007):


(59)

Tabel 2.1

Kelebihan dan Kelemahan Dari Metode Penilaian Kinerja

Metode Kelebihan Kelemahan

Esai tertulis Mudah digunakan Lebih merupakan

pengukur kemampuan menulis evaluator daripada kinerja aktual karyawan

Insiden kritis Kaya contoh;

berdasar perilaku Memboroskan waktu kurangnya perhitungan angka Skala pemeringkat grafis

Menyediakan data kuantitatif; kurang memakan waktu daripada yang lain

Tidak menyediakan kedalaman perilaku pekerjaaan yang dinilai

BARS Berfokus pada perilaku

khusus dan dapat diukur

Memboroskan waktu; sukar untuk

dikembangkan

Perbandingan Membandingkan karyawan

satu sama lain

Berat dengan banyaknya jumlah karyawan

MBO Berfokus pada sasaran akhir;

berorientasi hasil

Memboroskan waktu

Penilaian 360 derajat

Menyeluruh Memboroskan waktu

Penilaian Kinerja dapat dilakukan dengan berbagai cara atau metode. Cara mana yang dipilih tergantung kepada kegunaannya (Panggabean, 2004). Dalam hal ini, guna mengevaluasi kinerja seseorang dan mengukur sejauh mana efektifitas kinerja tersebut teknik Penilaian Kinerja yang digunakan PT. Para Finance adalah skala pemeringkat grafis. Untuk ukuran staf, terdapat suatu ukuran


(60)

dengan pilihan angka 5 untuk baik sekali hingga 1 untuk kurang sekali. Kemudian diberikan kesimpulan secara tertulis dibawahnya, dimana setiap karyawan dievaluasi berdasar ukuran efektifitas kinerja harian seorang karyawan berdasarkan standar kerjanya.

2.3.4 Waktu Pelaksanaan Penilaian Kinerja

Kegiatan Penilaian Kinerja yang dilakukan pada akhir periode penilaian yang pada umumnya berlaku satu tahun. Ada kalanya periode penilaian berlangsung selama satu semester (Munandar, 2001). Pada PT. Para Finance, pelaksanaan Penilaian Kinerja dilakukan sekali dalam satu tahun dan dilakukan setiap awal tahun.

2.3.5 Penilai Pada Penilaian Kinerja

Orang-orang yang berhak melakukan penilaian adalah mereka yang mempunyai peluang yang baik untuk dapat mengamati unjuk kerja dari SDM yang harus dinilai selama jangka waktu yang lama.

Beberapa pihak yang boleh melakukan penilaian, menurut Indradi (1999) diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Supervisor Menengah

Penilaian dan supervisor masih menjadi fokus utama dari sebagian sistem penilaian, ini disebabkan mereka pada umumnya atasan langsung dari karyawan yang akan dinilai, yang tentu saja mengetahui lebih banyak perilaku


(61)

para karyawannya. Keuntungan dengan sistem ini adalah relatif mudah dan menimbulkan perasaan aman bagi karyawan.

2. Sesama Pekerja

Penilaian dengan sistem ini dipakai jika kontak antara supervisor dengan karyawan terbatas, cara demikian akan efektif terutama untuk memprediksi kesuksesan manajemen yang akan datang. Kelebihannya adalah lebih stabil dan akurat, namun dengan catatan tidak ada indikasi kolusi dalam melakukan penilaian.

3. Panitia Penilaian

Untuk penilaian yang lebih objektif mungkin dapat dipakai dengan menggunakan sistem ini, panitia yang dibentuk terdiri dari supervisor perantara pekerja dan beberapa supervisor lainnya, yang terutama mempunyai keterkaitan pekerjaan.

4. Penilaian Diri Sendiri

Penilaian dengan model ini biasanya akan memunculkan kelebihan serta kekurangan karyawan, bahkan karyawan seringkali menilai diri sendiri terlalu besar dibandingkn penilaian dari supervisor maupun sesama pekerja, namun khusus bagi karyawan wanita biasanya akan cenderung menilai diri lebih rendah. Sistem ini merupakan cara terbaik untuk memotivasi dalam mengembangkan karyawan.


(62)

5. Penilaian Oleh Karyawan

Dalam penilaian ini karyawan harus diberikaan jaminan kerahasiaan serta tidak mempunyai ketakutan akan pembalasan dari yang dinilai.

6. Umpan Balik 360 Derajat

Dengan cara ini, maka informasi prestasi kerja dikumpulkan dari seluruh rangkaian pekerja, meliputi supervisor, karyawan, rekan sekerja, pelanggan internal dan eksternal.

7. Pelanggan

Cara demikian akan memberikan posisi sempurna untuk menilai umpan balik yang ada, pada umumnya hal ini lebih banyak dilakukan di bidang jasa.

8. Pekerjaan itu sendiri (the job it self)

Pekerja akan mendapat umpan balik dari pekerjaan yang dilakukan, contohnya sekretaris.

Pada PT. Para Finance yang umumnya memberikan penilaian adalah atasan langsung, yakni kepala divisi yang menilai kinerja anggota staf di departemennya masing-masing.

2.3.6 Tahapan dalam Penilaian Kinerja

Apapun pekerjaan yang dilakukan tentu harus melalui beberapa tahapan yang harus diikuti, demikian pula halnya untuk dapat melakukan Penilaian Kinerja yang baik juga diperlukan hal yang sama. Untuk itu langkah yang harus dilakukan menurut Dessler (1998) meliputi:


(63)

1. Mendefinisikan pekerjaan, yaitu memastikan bahwa antara manajer dan karyawan sepakat tentang tugas-tugas dan standar jabatan.

2. Menilai kinerja, yaitu membandingkan antara kinerja aktual karyawan dengan

standar pekerjaan yang telah ditetapkan.

3. Sesi umpan balik, kinerja dan kemajuan karyawan dibahas dan rencana-rencana

dibuat untuk perkembangan apa saja yang dituntut.

2.4 Persepsi Terhadap Penilaian Kinerja

Persepsi terhadap Penilaian Kinerja adalah bagaimana individu dalam organisasi memberi penilaian mengenai hasil Penilaian Kinerja berdasarkan apa yang dipersepsikan oleh penilai sebagai karakteristik positif atau negatif sesuai dengan harapan masing-masing individu.

2.5 Kerangka Berpikir

Persepsi adalah suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera agar memberikan makna bagi lingkungan mereka (Robbins & Judge, 2009). Persepsi dalam penerapannya pada organisasi dapat dilihat dengan adanya kegiatan saling menilai diantara orang-orang dalam organisasi tersebut. Menurut Robbins & Judge (2009) penilaian kinerja seorang karyawan sangat tergantung pada proses perseptual. Dari sisi karyawan yang dinilai, mereka secara selektif menafsirkan apa yang mereka saksikan berdasarkan pengalaman dan harapan. Dalam kaitannya dengan penilaian kinerja, mereka akan


(64)

mengupayakan unjuk kerja mereka sesuai dengan apa yang mereka persepsikan sebagai suatu penilaian kinerja yang “positif” atau “negatif”.

Penilaian kinerja sebagai suatu proses evaluasi kinerja yang memiliki manfaat bagi karyawan sebagai salah satu kegiatan perusahaan yang dilaksanakan secara periodikal, dipersepsikan oleh karyawan sebagai suatu kegiatan yang dianggap sesuai dengan apa yang diharapkan oleh karyawan. Hal ini berarti karyawan memiliki suatu pandangan atau harapan bahwa penilaian kinerja yang sudah berjalan selama ini bermanfaat bagi mereka sesuai dengan tujuan dari pelaksanaan penilaian kinerja tersebut. Lebih lanjut, hal ini dapat membuat semangat kerja karyawan meningkat selama ia meyakini bahwa penilaian kinerja yang telah dilakukan terhadap upayanya akan menghantarkannya pada manfaat yang dapat memuaskan tujuan pribadinya. Harapan adalah faktor yang sangat dominan yang dapat mempengaruhi persepsi. Oleh karena itu teori harapan digunakan sebagai teori yang paling mendekati untuk menjelaskan hubungan antara persepsi terhadap penilaian kinerja dengan semangat kerja karena dalam teori yang dikemukakan oleh Vroom (1964) ini menjelaskan bagaimana hubungan ketiga aspek (expectancy, instrumentality, dan valence) yang tertuang dalam persepsi terhadap penilaian kinerja dapat mempengaruhi tinggi rendahnya semangat kerja seseorang. Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, tampak bahwa ada kaitan antara persepsi karyawan terhadap penilaian kinerja dengan semangat kerja. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, akan dilihat hubungan antara persepsi terhadap penilaian kinerja dengan semangat kerja karyawan.


(1)

VAR00020 88.0750 46.071 .067 .843

VAR00021 87.2500 43.987 .332 .834

VAR00022 87.1000 42.810 .596 .826

VAR00023 86.8500 44.541 .386 .833

VAR00024 86.9500 46.459 .043 .842

VAR00025 87.2000 42.215 .509 .827

VAR00026 87.4500 46.356 .018 .846

VAR00027 86.9250 42.994 .595 .827

VAR00028 87.5250 42.358 .590 .825

VAR00029 86.8500 44.028 .333 .834


(2)

a. Skala Semangat Kerja (try out)

Pernyataan SS S TS STS

1. Dalam bekerja, saya bersedia bekerjasama dengan

teman sekerja.

2. Saya datang bekerja tepat waktu.

3. Saya tidak mematuhi perintah yang diberikan

atasan.

4. Saya bersedia bekerjasama dengan atasan.

5. Saya tidak bergairah untuk masuk kerja.

6. Saya meninggalkan tempat kerja sesuai dengan

waktu yang telah ditentukan.

7. Saya berusaha datang ke tempat kerja lebih awal

daripada waktu yang telah ditentukan.

8. Saya bekerja dengan rasa gembira.

9. Dalam bekerja, saya bersedia membantu rekan kerja

yang mengalami kesulitan.

10. Saya menggunakan dan memelihara peralatan

kantor dengan hati-hati.

11. Dalam bekerja saya tidak membantu rekan kerja

dalam mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan pekerjaan.

12. Saya menggunakan jam kerja untuk bermain game.

13. Saya berpikir optimis dalam menjalankan pekerjaan.

14. Rekan kerja saya membantu setiap kesulitan yang

saya alami dalam bekerja.

15. Saya tidak suka mengeluh dalam bekerja.

16. Saya pulang kerja lebih awal dari waktu yang telah

ditentukan.

17. Saya mentaati tata tertib yang berlaku di

perusahaan.

18. Dalam bekerja saya tidak bersedia untuk dibantu

rekan kerja lain.

19. Saya bersedia membantu teman sekerja sehubungan

dengan tugasnya.

20. Saya menggunakan waktu kosong dengan

bercengkrama bersama rekan kerja.

21. Saya meninggalkan pekerjaan pada waktu jam kerja.

22. Saya bekerja dengan cara sendiri dan tidak sesuai

dengan ketentuan perusahaan.

23. Saya tidak mau membantu rekan kerja yang

mengalami kesulitan dalam bekerja.

24. Saya bekerja dengan senang hati tanpa banyak

perintah.

25. Atasan tidak memperhatikan karyawan dalam

menyelesaikan pekerjaannya.

26. Saya merasa kesal jika atasan terlalu banyak

perintah.


(3)

28. Saya mengisi waktu kosong dengan bekerja.

29. Saya merasa bahwa teman-teman disini tidak dapat

diajak bekerja sama.

30. Dengan bonus yang saya peroleh sekarang ini saya

merasa tidak perlu untuk bekerja dengan lebih baik.

b. Skala Persepsi terhadap Penilaian Kinerja (try out)

Pernyataan SS S TS STS

1. Melalui Penilaian Kinerja saya dapat mengetahui

apakah usaha yang saya keluarkan selama ini dalam mencapai suatu target sudah maksimal.

2. Melalui Penilaian Kinerja saya dapat mengetahui

kelebihan ataupun kekurangan saya dalam melakukan pekerjaan.

3. Menurut saya Penilaian Kinerja mencerminkan

performa kerja saya.

4. Penilaian Kinerja merupakan tolok ukur bagi

peningkatan kinerja selanjutnya.

5. Melalui Penilaian Kinerja saya dapat melihat apakah

kinerja saya selama kurun waktu tertentu meningkat atau menurun.

6. Perusahaan memberikan imbalan atas hasil

Penilaian Kinerja yang baik.

7. Besarnya kenaikan gaji ditentukan berdasarkan hasil

Penilaian Kinerja.

8. Hasil Penilaian Kinerja menjadi dasar bagi

pemberian bonus.

9. Hasil Penilaian Kinerja digunakan sebagai sarana

guna memperoleh promosi ke jenjang yang lebih tinggi.

10. Hasil Penilaian Kinerja merupakan sarana guna

memperoleh kesempatan untuk mengikuti program pelatihan.

11. Saya merasa puas dengan imbalan yang diberikan

oleh perusahaan berdasarkan Penilaian Kinerja yang baik.

12. Imbalan yang saya peroleh berdasarkan hasil

Penilaian Kinerja yang baik sesuai dengan apa yang saya harapkan.

13. Saya merasa puas dengan Penilaian Kinerja yang

berlaku selama ini.

14. Saya merasa Penilaian Kinerja ini bermanfaat.

15. Penilaian Kinerja merupakan salah satu kegiatan

yang perlu untuk dilakukan.

16. Penilaian Kinerja tidak membuat saya termotivasi


(4)

17. Hasil Penilaian Kinerja saya yang memuaskan tidak berdampak pada dipromosikannya saya ke jenjang yang lebih tinggi

18. Saya merasa bahwa Penilaian Kinerja yang berlaku

selama ini kurang efektif untuk meningkatkan prestasi kerja.

19. Saya merasa kecewa dengan Penilaian Kinerja ini

yang kurang rasional dan objektif.

20. Saya merasa tidak puas dengan hasil evaluasi

Penilaian Kinerja ini.

21. Saya tidak memperoleh imbalan yang sesuai

berdasarkan hasil Penilaian Kinerja meskipun telah bekerja sesuai prosedur perusahaan.

22. Saya merasa bahwa Penilaian Kinerja ini hanya

merupakan formalitas yang dilalui perusahaan tanpa manfaat yang berarti.

23. Tidak ada dampak positif yang saya terima dengan

adanya Penilaian Kinerja ini.

24. PHK terhadap saya tidak ditentukan berdasarkan

hasil Penilaian Kinerja.

25. Mutasi terhadap saya tidak ditentukan berdasarkan

hasil Penilaian Kinerja.

26. Penilaian Kinerja memberikan informasi yang

terkesan subjektif atas kinerja karyawan.

27. Hasil Penilaian Kinerja memperkecil kemungkinan

untuk memperoleh promosi jabatan.

28. Hasil Penilaian Kinerja tidak memberikan

kesempatan untuk mengikuti program pelatihan dan pengembangan karyawan.

29. Hasil Penilaian Kinerja yang baik tidak berdampak

pada kenaikan upah.

30. Menurut saya hasil Penilaian Kinerja tidak


(5)

a. Skala Semangat Kerja

Pernyataan SS S TS STS

1. Saya datang bekerja tepat waktu.

2. Saya tidak bergairah untuk masuk kerja.

3. Saya berusaha datang ke tempat kerja lebih awal daripada waktu yang

telah ditentukan.

4. Saya bekerja dengan rasa gembira.

5. Dalam bekerja, saya bersedia membantu rekan kerja yang mengalami

kesulitan.

6. Saya menggunakan dan memelihara peralatan kantor dengan hati-hati.

7. Saya menggunakan jam kerja untuk bermain game.

8. Rekan kerja saya membantu setiap kesulitan yang saya alami dalam

bekerja.

9. Saya pulang kerja lebih awal dari waktu yang telah ditentukan.

10. Saya mentaati tata tertib yang berlaku di perusahaan.

11. Dalam bekerja, saya tidak bersedia bekerjasama dengan teman

sekerja.

12. Saya bersedia membantu teman sekerja sehubungan dengan tugasnya.

13. Saya meninggalkan pekerjaan pada waktu jam kerja.

14. Saya bekerja dengan cara sendiri dan tidak sesuai dengan ketentuan

perusahaan.

15. Saya tidak mau membantu rekan kerja yang mengalami kesulitan

dalam bekerja.

16. Atasan tidak memperhatikan karyawan dalam menyelesaikan

pekerjaannya.

17. Saya merasa malas dalam bekerja.

18. Saya mengisi waktu kosong dengan bekerja.

19. Saya merasa bahwa teman-teman disini tidak dapat diajak bekerja

sama.

20. Dengan bonus yang saya peroleh sekarang ini saya merasa tidak perlu

untuk bekerja dengan lebih baik.

b. Skala Persepsi Terhadap Penilaian Kinerja

Pernyataan SS S TS STS

1. Melalui Penilaian Kinerja saya dapat mengetahui apakah usaha yang

saya keluarkan selama ini dalam mencapai suatu target sudah maksimal.

2. Melalui Penilaian Kinerja saya dapat mengetahui kelebihan ataupun

kekurangan saya dalam melakukan pekerjaan.

3. Menurut saya Penilaian Kinerja mencerminkan performa kerja saya.

4. Penilaian Kinerja merupakan tolok ukur bagi peningkatan kinerja

selanjutnya.

5. Perusahaan memberikan imbalan atas hasil Penilaian Kinerja yang

baik.

6. Hasil Penilaian Kinerja digunakan sebagai sarana guna memperoleh

promosi ke jenjang yang lebih tinggi.

7. Hasil Penilaian Kinerja merupakan sarana guna memperoleh

kesempatan untuk mengikuti program pelatihan.

8. Saya merasa puas dengan imbalan yang diberikan oleh perusahaan

berdasarkan Penilaian Kinerja yang baik.

9. Imbalan yang saya peroleh berdasarkan hasil Penilaian Kinerja yang

baik sesuai dengan apa yang saya harapkan.

10. Saya merasa puas dengan Penilaian Kinerja yang berlaku selama ini.

11. Saya merasa Penilaian Kinerja ini bermanfaat.

12. Penilaian Kinerja merupakan salah satu kegiatan yang perlu untuk


(6)

13. Hasil Penilaian Kinerja saya yang memuaskan tidak berdampak pada dipromosikannya saya ke jenjang yang lebih tinggi

14. Saya merasa bahwa Penilaian Kinerja yang berlaku selama ini kurang

efektif untuk meningkatkan prestasi kerja.

15. Saya merasa kecewa dengan Penilaian Kinerja ini yang kurang

rasional dan objektif.

16. Saya tidak memperoleh imbalan yang sesuai berdasarkan hasil

Penilaian Kinerja meskipun telah bekerja sesuai prosedur perusahaan.

17. Tidak ada dampak positif yang saya terima dengan adanya Penilaian

Kinerja ini.

18. PHK terhadap saya tidak ditentukan berdasarkan hasil Penilaian

Kinerja.

19. Mutasi terhadap saya tidak ditentukan berdasarkan hasil Penilaian

Kinerja.

20. Hasil Penilaian Kinerja memperkecil kemungkinan untuk

memperoleh promosi jabatan.

21. Hasil Penilaian Kinerja yang baik tidak berdampak pada kenaikan

upah.

22. Menurut saya hasil Penilaian Kinerja tidak mencerminkan performa