9
2.1.4.4 Buffering System
Secara fisiologis, saliva memiliki kemampuan buffering untuk menjaga rongga mulut dengan berbagai cara, diantaranya sebagai berikut :
8
1 Netralisasi dan membersihkan zat asam yang dihasilkan oleh microorganism pathogen penghasil asam acidogenic, yang pada akhirnya
mencegah demineralisasi enamel gigi 2 Mencegah kolonisasi pathogen oleh beberapa pathogen opportunistic
dengan menstabilkan kondisi lingkungan rongga mulut. Sistem buffering ini sangat berperan dalam menjaga ketebalan biofilm dan
bakteri flora normal pada komposisi cairan saliva normal. Protein saliva yang turut memegang peranan penting dalam meningkatkan pH biofilm setelah terpapar oleh
karbohidrat terfermentasi adalah peptide Sialin. Ammonia sebagai produk reaksi
metabolism urea dengan asam amino, merupakan suatu zat yang berbahaya karena bersifat sitotoksik pada jaringan gingival. Apabila terjadi kerusakan pada jaringan
gingival, insidensi gingivitis akan meningkat pula. Terdapat 2 jenis buffering system, yaitu carbonic acid-bicarbonate system dan phosphate buffer system. Carbonic acid-
bicarbonate system lebih berperan pada kondisi saliva yang terstimulasi, sedangkan phosphate buffer system lebih berperan pada kondisi saliva yang tidak terstimulasi.
8
2.1.4.5 Integritas Enamel Gigi
Saliva memegang peranan penting untuk mempertahankan integritas fisik dan kimiawi dari enamel gigi dengan mengatur remineralisasi dan demineralisasi pada
gigi. Faktor-faktor yang turut berpengaruh terhadap stabilitas enamel hydroxyapatite adalah konsentrasi aktif dari kalsium bebas, fosfat bebas, fluoride bebas, dan pH
saliva. Konsentrasi kalsium saliva pada saliva flow sangatlah bervariasi tergantung pada kondisi pH saliva. Kalsium saliva dapat mengalami ionisasi sangat dipengaruhi
oleh kondisi pH saliva. Inorganic orthophosphate pada saliva terdiri dari H3PO4,
10
H2PO4, HPO4, PO4. Konsentrasi dari ion-ion tersebut dipengaruhi juga oleh pH saliva pada saliva flow.
8
2.1.4.6 Digesti
Saliva memiliki beberapa fungsi pada proses digesti, yaitu membantu proses pencernaan awal terhadap zat pati amilum dan turut berperan dalam pembentukan
bolus-bolus makanan. Saliva juga mengandung enzim alfa-amilase ptyalin. Enzim ptyalin berfungsi memecah zat pati amilum menjadi maltose, maltotriosa, dan
dextrin.
8
2.1.4.7 Tissue Repair
Perbaikan jaringan pada perdarahan jaringan oral lebih cepat dengan menggunakan saliva. Ketika saliva dipadukan dengan darah pada suatu eksperimen,
waktu koagulasi nya menjadi lebih cepat dibandingkan proses koagulasi pada normal nya.
8
2.1.4.8 Antibacterial Properties
Saliva memiliki komponen protein immunologis dan protein non- immunologis sebagai antibacterial properties.
Secretory immunoglobin A IgA merupakan komponen immunologis saliva terbesar. Ig A dapat menetralisasi virus,
bakteri, dan toksin enzim. IgA bertindak sebagai antibody yang berikatan dengan antigen bakteri sehingga dapat menghambat perlekatan pathogen pada jaringan
rongga mulut. Sedangkan protein saliva non-immunologis terdiri dari lysozyme,
lactoferrin, dan peroksidase, glikoprotein musin, agglutinin, histatin, proline kaya protein, statherin dan cystatine.
Lisozim dapat menghidrolisis dinding sel bakteri dan mengaktivasi autolysin yang dapat menghancurkan secara langsung komponen
dinding sel bakteri. Bakteri gram negative bersifat lebih resisten terhadap enzim ini karena bakteri tersebut memiliki komponen tambahan berupa lapisan eksternal pada
dinding sel nya yaitu lapisan lipopolisakarida. Lactoferrin berfungsi sebagai zat
fungisidal, antivirus, antiinflamasi, dan sebagai zat immunomodulator berikatan