rayapan, aliran, dan longsoran. Peristiwa yang dapat menyebabkan terjadinya gerakan tanah dapat dibedakan menjadi gangguan luar dan gangguan dalam Pangluar, 1985.
a. Gangguan Luar
1. Getaran, banyak sekali longsoran yang ditimbulkan oleh getaran dari gempa bumi
2. Pembebanan tambahan, disebabkan oleh tingkah laku manusia, misalnya
pembangunan rumah di tepi sungai. 3.
Hilangnya peneguhan dari samping, lereng-lereng yang menjadi makin curam, baik akibat pengikisan alam maupun akibat perbuatan manusia.
4. Hilangnya tumbuhan penutup, dapat menyebabkan timbulnya alur-alur pada
beberapa daerah tertentu. Penghanyutan semakin meningkat dan akhirnya terjadi gerakan tanah.
b. Gangguan Dalam
1. Hilangnya rentangan permukaan, selaput air yang terdapat diantara butiran-
butiran tanah memberikan tegangan tarik yang tidak kecil. Sebaliknya jika air merupakan lapisan tebal, maka akibatnya berlawanan. Karena itu makin banyak
air masuk ke dalam tanah, kuat gesernya makin berkurang. 2.
Naiknya bobot massa batuan, masuknya air ke dalam tanah menyebabkan terisinya rongga-rongga diantara butir yang membentuk batuan. Ini menyebabkan
perpindahan pusat beratnya. Jika massa seluruhnya sudah jenuh air, pusat beratnya pulih kembali.
3. Pelindihan bahan perekat, air mampu melarutkan bahan pengikat butir-butir yang
membentuk batuan sedimen. Misalnya perekat dalam batu pasir dilarutkan air sehingga ikatannya lenyap, maka keseimbangan terganggu.
4. Naiknya muka hidrostatika, muka ini dapat naik karena rembesan air yang masuk
pada sela-sela antar butir-butir tanah. Tekanan air rongga naik dan kekuatan gesernya turun, sehingga lereng mudah runtuh
5. Pengembangan tanah, terjadi akibat rembesan air yang dapat menimbulkan
longsoran
2.9 Daerah Rawan Longsor
Suatu daerah dikatakan rawan longsor, jika ikatan antar lapisan tanahnya melemah, sehingga mengalami gangguan kestabilan akibat pori-pori tanah terisi oleh
air karena curah hujan yang tinggi. Faktor penyebab terjadinya longsor dapat berupa faktrol pengontrol dan faktor pemicu longsor. Faktor pengontrol dapat berupa
kemiringan lereng, kondisi dan penyusun tanah atau batuan, dan keadaan titik air tanah. Sedangkan faktor pemicu dapat berupa peningkatan kandungan air akibat
rembesan air hujan, adanya sumber air pada kaki lereng, getaran atau gempa, pemotongan kaki lereng, dan tata guna lahan yang menyalahi aturan.
Lapisan tanah yang berpotensi sebagai pemicu longsor dicirikan dengan kondisi tanah yang lapuk, lembek, lekat, dan jenuh air. Sifat tanah seperti ini terdapat
pada tanah lempung. Berdasarkan tabel 2.1, ditunjukkan bahwa harga resistivitas untuk tanah lempung sangat rendah, karena daya serap lempung terhadap air sangat
tinggi, sehingga kandungan air dalam lempung sangat tinggi dengan kadar air 45 Roy, 1984. Sedangkan harga resistivitas lanauan pasiran dan batuan dasar lebih
besar, karena kandungan airnya rendah, sehingga bersifat lebih kompak, lebih stabil dan kemungkinan untuk terjadinya longsor sangat kecil.
Berdasarkan analisa ini, maka tabel 2.1 tentang harga resistivitas jenis tanah dan batuan dapat digunakan sebagai indikator pada penelitian lingkungan daerah
rawan longsor. Hal ini didukung dengan hasil pengeboran dari bawah tanah daerah rawan longsor di desa Kemuninglor, oleh tim penelitian dari Institut Teknologi
Surabaya ITS yang menunjukkan struktur tanah yang sama, yaitu tanah lempung, lempung lanauan, lanauan pasiran, dan adanya lapisan lempung yang kedap air
Balitbangda, 2003. Lapisan kedap air ini merupakan lapisan pemicu adanya longsor, karena dapat memberikan takanan air pori yang cukup besar, sehingga dapat
merenggangkan ikatan antar butiran tanah yang dapat menyebabkan naiknya muka air tanah. Menurut Prayogo, S. 2003, dalam penelitiannya tentang pendisrtribusian
tahanan jenis tanah bawah permukaan daerah rawan longsor di desa Lumbang Rejo, Pasuruan, menunjukkan struktur tanah daerah penelitian sama dengan tabel 2.1.