Pendapat Para Mufassir Tentang Surat An-Nahl Ayat 125

dalam perang Uhud dengan tubuh yang tercabik-cabik, maka sebagai manusia biasa tentunya Rasulullah merasa geram kepada kaum musyrikin sebagai ganti nyawa pamannya. Dalam situasi hati beliau yang sedih dan geram inilah maka turunlah sebuah ayat surat An-Nahl ayat 126 yang antara lain tujuannya adalah untuk meredam gelora hati beliau agar tidak dikuasai rasa dendam. Sebagai seorang rasul yang merupakan pimpinan umat, tidaklah patut bagi beliau untuk menyebarkan agama Allah dengan masih menyimpan rasa dendam di hati. Maka ayat ini mengajarkan kepada Rasulullah untuk menyeru kepada jalan atau agama Allah dengan cara yang baik dan ssantun, tidak ada kekerasan atau paksaan, karena kekerasan tidak akan membawa kebaikan bagi Islam. Beliau adalah seorang utusan Allah yang harus bisa memberi contoh yang baik kepada umatnya, baik ucapan, perbuatan maupun segala aktifitasnya. Seorang pemimpin haruslah menjadi orang yang pertama memberikan contoh. Apa yang diucapkan sesuai dengan apa yang dilakukan , sehingga orang akan lebih mudah dan ikhlas mengikuti ajarannya. Pada zaman Rasulullah, satu-satunya media untuk menyeru kejalan Allah adalah melalui kegiatan dakwah. Dakwah merupakan kegiatan sentral yang dilakukan Rasulullah setiap hari sebagai upaya untuk mengajak kaum musyrikin agar mau mengikuti beliau memeluk agama Islam. Dakwah juga diperuntukkan bagi mereka yang telah memeluk agama Islam dengan tujuan agar lebih memantapkan keislamannya. Ketika itu belum dikenal istilah pendidikan, karena pendidikan baru muncul pada saat ini, yaitu belasan abad setelah meninggalnya beliau. Yang ada saat itu hanyalah dakwah beliau. Dan apapun bentuk dan aktifitasnya asalkan di dalamnya terdapat unsur penyebaran ajaran agama Islam maka itu disebut dakwah. Dengan berputarnya waktu, banyak problem kehidupan yang harus diselesaikan, baik dengan melakukan tindakan langsung maupun dengan teori-teori tertentu. Maka saat ini muncullah istilah pembelajran pendidikanyang mencakup dua aktifitas, yaitu mengajar dan diajar. Andaikan pada saat itu sudah ada istilah pembelajaran pendidikan maka apa yang dilakukan oleh Rasulullah bisa dikatakakn sebagai pembelajaran, karena di situ terdapat aktifitas belajar dan mengajar. Rasulullah berperan sebagai pengajar pendidik dan orang-orang selain beliau para sahabat berperan sebagai pelajar peserta didik. Umpama saja dakwah itu dilakukan Rasulullah pada saat ini maka istilahnya bukan berdakwah lagi, akan tetapi Rasulullah telah melakukan aktifitas pendidikan. Dengan pemaparan di atas, maka ayat tersebut surat An-Nahl ayat 125 yang semula merupakan ayat dakwah sekarang bisa dijadikan ayat tentang pendidikan, sesuai dengan kondisi dan situasi saat ini. tentu banyak sekali ayat atau hadist yang pada saat ini bisa dikatakan sebagai ayat atau hadist tentang pendidikan. Salah satu contohnya adalah dialog yang dilakukan oleh Rasulullah dan malaikat Jibril, dimana malaikat Jibril bertanya tentang Iman, Islam dan Ihsan dan sekaligus memberikan jawaban dari pertanyaan- pertanyaan tersebut. Jelaslah bahwa ini merupakan hadist tentang pembelajaran, karena di dalamnya terdapat unsur-unsur pendidikan. Ayat ini merupakan ayat tentang pendidikan keislaman, yaitu ketauhidan. Hal ini bisa dilihat dari kata sabili rabbika. Arti kata rabb di sini adalah Allah yang Maha Esa. Sementara kata sabili bermakna jalan atau agama. Jadi dengan demikian Rasulullah diperintahkan oleh Allah untuk memberikan pendidikan kepada umat manusia agar mau memeluk agama Islam dan mengikuti jalan-Nya, yakni jalan yang diridhai oleh Allah SWT. Di dalam ayat ini penulis juga menyimpulkan ada 3 macam metode pendidikan yang terkandung di dalamnya. Karena seperti yang telah penulis katakan di bab sebelumnya, pembelajaran proses pendidikan tidak akan berjalan dengan sempurna tanpa adanya metode. 3 macam metode tersebut adalah: Hikmah, mau’idhzah Hasanah, dan jidal atau debat. 1. Metode Hikmah perkataan yang bijak Allah SWT. menyuruh Rasulullah SAW. agar mengajak makhluk kepada Allah dengan hikmah, yakni dengan berbagai larangan dan perintah yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan Sunnah, agar mereka waspada terhadap siksa Allah. 25 Menurut M. Quraish Shihab, hikmah yakni berdialog dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian orang yang diajak pada kebaikan. 26 Lebih lanjut beliau juga menjelaskan, bahwa hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang apabila digunakan akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang besar atau lebih besar, serta menghalangi terjadinya mudharat atau kesulitan yang besar atau lebih besar. 27 Al-Biqa’i juga mengatakan sebagaimana yang penulis kutip dalam bukunya M. Quraish Shihab; “Hikmah berarti mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan, maupun perbuatan. Ia adalah ilmu amaliah dan amal ilmiah. Ia adalah ilmu yang didukung oleh amal, dan amal yang tepat dan didukung oleh ilmu”. 28 Sedangkan menurut Toha Yahya Umar, menyatakan bahwa hikmah meletakkan sesuatu pada tempatnya dengan berfikir, berusaha menyusun dan mengatur dengan cara yang sesuai keadaan zaman dengan tidak bertentangan dengan larangan Tuhan. 29 Dari beberapa pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa metode hikmah adalah metode yang mencakup seluruh kecerdasan emosional, intelektual dan spiritual. Dan pengaplikasiannya dalam pendidikan Islam, mengindikasikan adanya tanggung jawab pendidik. Dengan pengetahuan yang dalam, akal budi yang mulia, perkataan yang tepat dan benar, serta sikap yang proporsional dari pendidik. maka tujuan pendidikan dapat terwujudkan. 2. Metode Mau’idhzah Hasanah nasehat yang baik Mau’idhzah hasanah adalah bentuk pendidikan dengan memberikan nasehat dan peringatan baik dan benar, perkataan yang iemah lembut, penuh dengan keikhlasan, sehingga peserta didik terdorong untuk melakukan segala 25 Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani, 2000, juz. II, cet. II, h. 178 26 M. Quraish Shihab, Op.cit., h. 386 27 Ibid., h. 386 28 Ibid., h. 121 29 Munzier Suparta dan Harjani Hefni, Metode Dakwah, Jakarta: Rahmat Semesta, 2006, cet. Ke-2, h. 9 aktivitasnya dengan baik. Dalam mau’idhzah hasanah ini mencakup targhib seruan kearah kebaikan dan memberi iming-iming balasan kebaikan dan tarhib seruan untuk meninggalkan keburukan dengan memberi peringatan dan ancaman bagi mereka yang melanggar. Sebagai sebuah metode, mau’idhzah baru dapat mengena sasaran bila ucapan yang disampaikan itu disertai dengan pengalaman dan keteladanan dari yang menyampaikannya. Nah, inilah yang bersifat hasanah. Kalau tidak, ia adalah yang buruk, yang seharusnya dihindari. Di sisi lain, mau’idhzah biasanya mencegah sasaran dari sesuatu yang kurang baik, dan ini dapat mengundang emosi baik dari yang menyampaikan, lebih-lebih dari yang menerimanya. Maka mau’idhzah adalah sangat perlu untuk mengingatkan kebaikannya itu. 30 Pendidikan yang disampaikan dengan bahasa yang lemah lembut, sangat baik untuk menjinakkan hati yang liar dan lebih banyak memberikan ketentraman daripada pendidikan atau pengajaran yang isinya ancaman dan kutukan-kutukan yang mengerikan. Jika sesuai tempat dan waktunya, maka tidak ada jeleknya memberikan pendidikan yang berisikan peringatan yang keras atau tentang hukuman-hukuman. 3. Metode Jidal debat Jidal juga merupakan sebuah metode pendidikan, sebagaimana hikmah dan mau’idhzah hasanah. Jidal terdiri dari tiga macam, yaitu: pertama, jidal yang buruk yakni yang disampaikan dengan kasar. Kedua, jidal yang baik yakni yang disampaikan dengan sopan serta menggunakan dalil-dalil atau dalih walaupin hanya diakui oleh lawan. Dan yang ketiga, jidal yang terbaik yakni yang disampaikan dengan baik dan dengan argumen yang benar serta membungkam lawan. Metode ini dimaksudkan untuk mengenalkan pengetahuan, fakta-fakta tertentu yang sudah diajarkan dan untuk merangsang perhatian murid dengan berbagai cara sebagai apresiasi, selingan, dan evaluasi. Selain itu, dalam pelaksanaan metode ini, perlu menerapkan kemungkinan jawaban pertanyaan, 30 M. Quraish Shihab, Op.cit., h. 387