Bentuk Penyertaan Konsep Penyertaan dalam Tindak Pidana

Artinya: “Turut berbuat langsung pada dasarnya baru terjadi apabila orang yang melakukan jarimah dengan nyata lebih dari seseorang atau berbilangnya jumlah pelaku“. 7 Turut berbuat langsung dapat terjadi, manakala seorang melakukan sesuatu perbuatan yang dipandang sebagai permulaan pelaksanaan jarimah yang sudah cukup disifati sebagai maksiat dan yang dimaksudkan untuk melaksanakan jarimah itu. Dengan istilah sekarang yaitu apabila ia telah melakukan percobaan, baik jarimah yang diperbuatnya itu selesai atau tidak, karena selesai atau tidaknya suatu jarimah tidak mempengaruhi kedudukannya sebagai orang yang turut berbuat langsung. Pengaruhnya hanya terbatas pada besarnya hukuman, yaitu apabila jarimah yang diperbuatnya itu selesai, sedang jarimah itu berupa jarimah had, maka pembuat dijatuhi hukuman had, dan kalau tidak selesai maka hanya dijatuhi hukuman takzir. 8 Di dalam turut berbuat langsung ini terdapat istilah yang dikenal dengan tawafuq dan tamallu ‘. Mayoritas fukaha membedakan antara tanggung jawab pelaku langsung pada kasus kebetulan atau spontanitas tawafuq dan kasus pidana yang sudah direncanakan sebelumnya tamalu. Pada kasus kebetulan, setiap pelaku langsung hanya bertanggung jawab atas akibat perbuatannya dan tidak bertanggung jawab atas perbuatan orang lain. 7 Abdul Qadir Audah, At-Tasyri Al- Jina’i fi Al-Islami Muqaranan bi Al-Qanuni Al-Wad’i, juz II, hlm. 360. 8 A. Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, hlm. 157 Tawafuq bermakna niat orang-orang yang turut-serta dalam tindak pidana adalah untuk melakukannya, tanpa ada kesepakatan pemufakatan sebelumnya di antara mereka. Dengan kata lain, masing-masing pelaku berbuat karena dorongan pribadinya dan pikirannya yang timbul seketika itu. Dalam kasus tamalu, para pelaku telah sepakat untuk melakukan suatu tindak pidana dan menginginkan bersama terwujudnya hasil tindak pidana itu. 9 Perlu dicatat bahwa fuqaha berbeda pendapat dalam mendefinisikan makna at-tamallu ‘. Ulama Hanafiah, Ulama Syafi’iyyah, dan Ulama Hanabillah berdasarkan pendapat yang lebih raajih menurut mereka, mengatakan bahwa at- tamallu‘ menurut istilah mereka adalah kesamaan keinginan para pelaku dalam suatu tindakan meskipun tidak didahului dengan adanya kesepakatan di antara mereka sebelumnya, sekiranya mereka bersama- sama melakukan tindakan kejahatan itu secara spontan meski tanpa didahului dengan adanya rencana atau kesepakatan sebelumnya pengeroyokan yang terjadi spontan. Jadi menurut mereka, at-tamal lu‘ memiliki makna lebih luas, mencakup pengeroyokan yang berarti tidak ada kesepakatan atau perencanaan sebelumnya, dan mencakup perkomplotan atau konspirasi yang berarti sebelumnya telah ada kesepakatan. 10 9 Abdul Qadir Audah, At-Tasyri Al- Jina’i fi Al-Islami Muqaranan bi Al-Qanuni Al-Wad’i, juz II, hlm. 360-361. 10 Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu juz VII, Damaskus: Daarul Fikr, 2007, hlm. 564. Sementara itu, ulama Malikiyah mengatakan, at-tam allu’ adalah bersepakat dan berkomplot, yaitu ada dua orang atau lebih yang bermaksud untuk membunuh seseorang dan memukulinya. Jadi, at- tamallu‘ menghendaki adanya kesepakatan yang dilakukan sebelumnya untuk melakukan suatu aksi bahwa at-tawafuq pengeroyokan yang terjadi secara spontan dan kebetulan dalam suatu aksi pelanggaran tidak dianggap sebagai at- tamallu‘. Akan tetapi, mereka semua tetap dihukum bunuh apabila mereka memiliki maksud dan niat untuk melakukan serta hadir dalam aksi tersebut, meskipun akhirnya yang melaksanakan aksinya hanya salah satu saja dari mereka sedangkan yang lainnya hanya melihat dan mengawasi saja misalnya, namun dengan syarat jika memang seandainya waktu itu mereka dimintai untuk membantu dalam melaksanakan aksi itu, maka mereka akan membantu. Menurut Ulama Malikiyah, orang-orang yang terlibat dalam suatu aksi pembunuhan yang sebelumnya tidak ada kesepakatan dan perkomplotan di antara mereka, maka mereka semua tetap dihukum bunuh, jika memang mereka ikut memukul secara sengaja dan aniaya dan korban mati di tempat itu juga, sementara pukulan-pukulan yang mereka lakukan tidak bisa terbedakan antara satu dengan yang lainnya, atau bisa terbedakan akan tetapi tidak diketahui mana pukulan yang mematikan dan yang membunuh. 11 Hukuman pelaku langsung, pada dasarnya banyaknya pelaku tindak pidana tidak mempengaruhi besarnya hukuman yang pantas dijatuhkan atas 11 Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu juz VII, hlm. 564.

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Peranan Tes Deoxyribonucleic Acid (Dna) Dalam Pembuktian Tindak Pidana(Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 626 Pid. B / 2012 / PN. SIM, Putusan Mahkamah Agung No. 704 K / Pid / 2011, Putusan Mahkamah AgungNo. 1967 K/Pid/2007 dan Putusan Mahkamah Agung

2 84 105

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Analisis Hukum Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan No. 63 K/Pid/2007)

1 72 106

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Efektifitas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilukada oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

3 55 122

Tindak pidana penyertaan pembunuhan Perspektif hukum islam (Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 959 k/pid/2012)

0 6 116