Konsep Diat Menurut Hukum Islam

Artinya: “dan untuk keluarga yang memiliki emas, diatnya adalah seribu dinar”. 43 3. Penetap Sayidina Umar dalam hadis atsar yang diriwayatkan oleh Baihaqi melalui Imam Syafi’i. Sayidina Umar menetapkan untuk penduduk yang memiliki emas, diatnya adalah seribu dinar, dan untuk perak diatnya adalah sepuluh ribu dirham. Menurut Imam Abu Yusuf, Imam Muhammad ibn Hasan, dan Imam Ahmad ibn Hanbal, jenis diat itu ada enam macam, yaitu: unta, emas, perak, sapi, kambing, dan pakaian. 44 Dalil pendapat ini adalah khutbah Umar ibn Khattab r.a sebagaimana yang dikutip oleh Wahbah Zuhaili, “sesungguhnya harga unta benar-benar telah mahal. “perawi berkata, “lantas Umar ibn Khattab r.a menetapkan seribu dinar terhadap pemilik emas, dua belas ribu dirham terhadap pemilik perak, dua ratus ekor sapi terhadap pemilik sapi, dua ribu ekor kambing terhadap pemilik kambing dan dua ratus setel pakaian kepada pemilik pakaian“. 45 Diat mughallazah diperberat dan diat mukhaffafah diperingan. Ketentuan diat ada yang berat dan ada yang ringan. Diat ringan ditetapkan terkait pembunuhan yang dilakukan tanpa sengaja. Sedangkan diat berat ditetapkan terkait pembunuhan yang dilakukan semi sengaja. Adapun diat pembunuhan sengaja apabila wali korban memafkan, me nurut Syafi’i dan penganut madzhab Hanbali dalam kondisi ini ditetapkan adalah diat berat. Menurut Abu Hanifah, tidak ada diat terkait pembunuhan sengaja, tetapi yang 43 Abi Abdurrahman Ahmad ibn Syu’aib An-Nasa’i, As-Sunan Al-Kubro, hlm. 245, kitaab Al- Qasamah hadis Nomor 7058 44 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, hlm. 167-168 45 Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu, Damaskus: Darul Fikr, 2007, hlm. 635 ditetapkan dalam kasus seperti ini adalah apa yang disepakati dalam perdamaian antara kedua belah pihak, dan yang mereka sepakati dalam perdamaian ini tidak dapat ditangguhkan. Diat berat adalah seratus unta yang empat puluh di antaranya mengandung anak di dalam perutnya. 46 Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah : Artinya: Telah meriwayatkan kepada kami, Muhammad ibn Bassyar. ‘Abdurrahman ibn Muhdiy dan Muhammad ibn Ja’far berkata: “Syu’bah dari Ayyub aku telah mendengar dari Qasim ibn Rabi’ah dari ‘Abdillah ibn Umar dari Nabi Saw berkata: pembunuhah semi disengaja dengan tongkat, dan batu. Dalam pembunuhan ini ditetapkan dengan diat berat, seratus unta yang empat puluh di antaranya adalah unta yang bunting, di dalam perutnya ada anaknya”. 47 Riwayat lain menjelaskan sebagaimana hadis yang dikeluarkan oleh Tirmidzi dari Amru bin Syueb: 46 Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah Juz II, hlm. 353-354 47 Abi ‘Abdillah Muhammad ibn Yazid Al-Qazwiniy, Sunan Ibn Majah, Beirut: Dar al- Kitab, t.th, hlm. 877. kitaab Ad-Diyaah, hadits nomor2627 Artinya: “Telah meriwayatkan kepada kami oleh Ahmad ibn Sa’id Ad- Darimi: telah meriwayatkan Hubban dia ibn Hilal: telah meriwayatkan oleh Muhammad ibn Rasyid: telah meriwayatkan oleh Sulaiman ibn Musa dari ‘Amar ibn Syu’aib, dari Bapaknya, dari kakeknya bahwa Nabi Muhammad Saw berkata: “Barangsiapa membunuh seorang muslim dengan sengaja diserahkan kepada wali korban, jika wali korban menginginkan kisas maka dikisas, jika mereka menginginkan diat yaitu tiga puluh Hiqqah, tiga puluh jaza’ah, dan empat puluh khalifah. Jika mereka memafkan terhadap si pelaku maka diat itu untuk diberikan kepada mereka”. H.R. Tirmidzi. 48 Selain Hanafiah, Muhammad ibn Hasan, dan Hanabilah diat mughalladzah atau berat ini komposisinya dibagi empat kelompok, yaitu: 25 ekor unta bintu makhadl unta betina umur 1-2 tahun, 25 ekor unta bintu labun unta betina umur 2-3 tahun, 25 ekor unta hiqqah umur 4-3 tahun, 25 ekor unta jadzaah umur 4-5 tahun. Pendapat ini didasarkan pada hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Az-Zuhri dari Saib ibn Yazid, ia berkata: Artinya: “diat pada masa Rasulullah saw, dibagi empat kelompok, dua puluh lima ekor unta jadza’ah, dua puluh lima ekor unta hiqqah, dua puluh lima ekor unta bintu labun, dan dua puluh lima ekor unta bintu makhadl”. Pemberatan diat dalam pembunuhan sengaja dan menyerupai sengaja, dapat dilihat dalam tiga aspek, yaitu: 1. Pembayaran ditanggung sepenuhnya oleh pelaku, 2. Pembayaran harus tunai, 3. Umur unta lebih dewasa. Misalnya, 48 Abi ‘Isa Muhammad ibn ‘Isa ibn Suurah ibn musa at-Tirmidzi, jaami’u At-Tirmidzi, Riyadh: Dar Al-Salaam, 1999, hlm. 336-337. Abwaab ad-diyyah nomor hadis 1387. menurut Syafi’iyyah, unta harus berumur tiga tahun ke atas, bahkan sebagian harus sedang bunting. 49 Adapun diat ringan yang merupakan hukuman bagi pembunuhan tidak sengaja atau tersalah yaitu: yaitu 100 ekor unta yang terdiri dari, 20 ekor Hiqqah, 20 ekor Jadzaah, 20 ekor unta bintu makhadl, 20 ekor Bintu Labun, 20 ekor Ibnu Makhadl jantan. 50 Berdasarkan hadis Nabi sebagai berikut: Aspek lainnya diat ringan yaitu kewajiban pembayaran dibebankan kepada ‘aqilah keluarga dan pembayaran dapat diangsur selama tiga tahun. 52 49 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, hlm. 171 50 H. Abdul Fatah Idris, dan H. Abu Ahmadi, Fikih Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004, hlm. 302 51 Abi ‘Abdillah Muhammad ibn Yazid Al-Qazwiniy, Sunan Ibn Majah, hlm. 879 kitaab Ad- diyah hadis nomor 2631 52 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, hlm. 171 31

BAB III PENYERTAAN DALAM HUKUM ISLAM

A. Konsep Penyertaan dalam Tindak Pidana

1. Pengertian Penyertaan

Dalam hukum Islam penyertaan berasal dari kata اكاَ تْشإ ك َتْشَي َكَ َتْشإ yang berarti turut. 1 Menurut Abdul Qadir Audah penyertaan adalah ْدَ َْت ْيف ْم ْم ّك ْم اَسْيف َ ْ ددَعَتم داَ ْفَأ اَ كَتْ َي ْدََ دحاَ دْ َف َ ْي َجْلا كَتْ َي َعَم َ اَعَتَي ْ َأ اَ ْي اَ ْي َْت َلَع ْيَغ Artinya: “suatu jarimah kadang-kadang dilakukan oleh individu sendiri, kadang-kadang dilakukan oleh beberapa orang yang masing-masing individu mendapat bagian dalam pelaksanaan jarimah tersebut atau saling membantu satu dengan yang lainnya demi terlaksananya jarimah tersebut”. 2 Tindak pidana yang apabila dilakukan oleh beberapa orang, bentuk kerjasama mereka tidak keluar dari empat kondisi berikut: 1. Pelaku turut melakukan tindak pidana, yakni melakukan unsur material tindak pidana bersama orang lain memberikan bagiannya dalam dalam melaksanakan pidana tersebut; 2. Pelaku mengadakan pemufakatan dengan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana; 1 A.W.Munawir, dan Muhammad Fairuz, Kamus Al-Munawwir Indonesia-Arab, Surabaya: Pustaka Progressif, 2007, hlm. 800. 2 Abdul Qadir Audah, At-Tasyri Al- Jina’i fi Al-Islami Muqaranan bi Al-Qanuni Al-Wad’i, Beirut: Al-Risalah, 1998, juz II, hlm. 357 3. Pelaku menghasut orang lain untuk melakukan tindak pidana; 4. Pelaku memberi bantuan atau kesempatan untuk dilakukannya tindak pidana dengan berbagai cara, tanpa turut melakukan. 3 Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud penyertaan dalam tindak pidana adalah apabila dalam suatu tindak pidana terdapat dua orang atau lebih dalam menjalankan tindak pidana tersebut. Adapun syarat-syarat umum keturutsertaan adalah sebagai berikut: a. Para pelaku terdiri atas beberapa orang. Jika pelaku sendirian, tidak ada istilah keturutsertaan langsung atau keturutsertaan tidak langsung. b. Para pelaku dihubungkan kepada suatu perbuatan yang dilarang yang dijatuhi hukuman atas pelanggarannya. Jika perbuatan yang dihubungkan kepadanya tidak demikian, berarti tidak ada tindak pidana dan selanjutnya tidak ada istilah keturutsertaan.

2. Bentuk Penyertaan

Menurut hukum Islam, para fuqaha membedakan penyertaan ini dalam dua bagian, yaitu: turut berbuat langsung isytirak bil-mubasyir, orang yang melakukannya disebut syarik mubasyir dan turut berbuat tidak langsung isytirak ghairul mubasyirisytirak bit-tasabbub, orang yang melakukannya 3 Alie, Yafie, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam II, hlm. 34-35 disebut syarik mutasabbib. 4 Perbedaan antara kedua orang tersebut ialah kalau orang pertama menjadi kawan nyata dalam pelaksanaan jarimah, sedang orang kedua menjadi sebab adanya jarimah, baik karena janji-janji atau menyuruh atau memberikan bantuan, tetapi tidak ikut serta secara nyata dalam melaksanakannya. 5 Harus dicermati terlebih dahulu bahwa para fukaha hanya mencermati masalah “keturutsertaan langsung” dan kurang memerhatikan masalah “keturutsertaan tidak langsung”. Hal ini disebabkan karena dua hal, Sebab pertama, para fukaha memusatkan perhatian mereka untuk menerangkan hukum-hukum pidana yang bentuk ukuran hukumannya telah ditentukan oleh syarak, yaitu semua tindak pidana hudud dan kisas, karena keduanya adalah tindak pidana yang bersifat tetap, tidak bisa diubah. Selain itu, hukuman-hukumannya telah ditetapkan, tidak bisa ditambah atau dikurangi. Adapun pada tindak pidana takzir, para fukaha kurang memerhatikannya dan tidak menyusun hukum-hukumnya secara khusus karena pada umumnya tindak pidana-tindak pidana takzir tidak bersifat tetap, dapat berubah berdasarkan perubahan tempat dan waktu serta perbedaan sudut pandang. Karena itu, hukuman-hukumannya bisa ditambah atau dikurangi. Sebab kedua, kaidah prinsip umum dalam hukum Islam menetapkan bahwa hukuman yang telah ditentukan hanya dijatuhkan kepada orang yang 4 Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, hlm. 154 5 A. Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1976, hlm. 155 melakukan tindak pidana secara langsung, bukan kepada pelaku tidak langsung. Kaidah ini diterapkan oleh imam Abu Hanifah secara teliti. Para Fukaha yang lain mengecualikan kaidah tersebut pada tindak pidana yang lain, yaitu tindak pidana pembunuhan dan pelukaan. Mereka beralasan bahwa tindak pidana tersebut sesuai dengan tabiatnya dapat dilakukan dengan langsung dan tidak langsung. Jika kaidah tersebut hanya diterapkan atas pelaku langsung, hukuman yang telah ditentukan itu tidak bisa dijatuhkan kepada pelaku langsung, padahal ia juga turut melakukan unsur material tindak pidana, seperti pelaku langsung. Akan tetapi, para fukaha membatasi pengecualian ini hanya pada para pelaku langsung. Adapun para pelaku langsung tunduk kepada kaidah tersebut. Jadi berdasarkan kaidah umum tersebut, pelaku tidak langsung, penghasut misalnya, apabila turut melakukan tindak pidana yang diancamkan hukuman tertentu, ia tidak dikenai hukuman tersebut sebab hukuman tersebut hanya diancamkan kepada pelaku langsung. Artinya, keturutsertaan tidak langsung termasuk tindak pidana takzir, baik pidananya itu hudud, kisas, maupun takzir. 6

1. Turut berbuat langsung

Menurut Abdul Qadir Audah, turut berbuat langsung adalah, اََجْلا ددَعَت َلاَح ْيف دَجْ ي كاَ تْشإْلا َ م عْ لا اَ َ َأ ّْصَأْلا : َ ْي شَ ْلا َكَ َتْشإ ْك َ ْ شَي َ ْي لا داَ ْلا َ ْي َجْلا 6 Alie, Yafie, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, hlm. 35-36.

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Peranan Tes Deoxyribonucleic Acid (Dna) Dalam Pembuktian Tindak Pidana(Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 626 Pid. B / 2012 / PN. SIM, Putusan Mahkamah Agung No. 704 K / Pid / 2011, Putusan Mahkamah AgungNo. 1967 K/Pid/2007 dan Putusan Mahkamah Agung

2 84 105

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Analisis Hukum Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan No. 63 K/Pid/2007)

1 72 106

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Efektifitas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilukada oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

3 55 122

Tindak pidana penyertaan pembunuhan Perspektif hukum islam (Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 959 k/pid/2012)

0 6 116