Analisa Putusan Mahkamah Agung Perspektif Hukum Islam

Artinya: “telah meriwayatkan kepada kami, Abu Bakar ibn Abi Syaibah: telah meriwayatkan kepada kami Hafs ibn Ghiyas, Abu Mu’awiyah, dan Waqi’, dari A’masy, dari Abdillah ibn Murrah, dari Masruq, dari Abdillah,ia berkata: Ra sulullah Saw. telah bersabda: “Tidak halal darah seorang muslim yang telah menyaksikan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa aku utusan Allah, kecuali dengan salah satu dari tiga perkara: 1 pezina muhshan, 2 membunuh, 3 orang yang meninggalkan agamanya yang memisahkan diri dari jama’ah.” H.R. Muslim. 21 Selain dari larangan tersebut Allah juga memberikan hukuman bagi para pelaku sebagaimana yang tercantum di dalam Al-Quran Surah Al- Baqarah ayat 178 yang berbunyi:                                           Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu kisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah yang diberi maaf membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan 21 Abi Al-Hussein Muslim ibn Al-Hajjaj ibn Muslim Al-Qusyayriyyi Al-Naysaaburiyyi, Shahih Muslim, Riyadh: Dar Al-Salaam, 1998, hlm. 742. kitaab al-qasaamah wa al-muhaaribiin wa al-qishaash wa ad-diyyaah, baab maa yubaahu bihi dam al-muslim. hadist nomor 4375 suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih . Al-Baqarah 2178. 22 Dengan adanya beberapa ayat dan hadis ini, dengan demikian ada nash yang secara tegas melarang pembunuhan sekaligus memberikan sanksi bagi pelaku tindak pidana pembunuhan. Maka unsur Al-rukn al- syar’i dapat terpenuhi, karena di dalam hukum Islam adanya larangan untuk membunuh dan sanksi bagi pelaku pembunuhan. 2. Al-rukn al-madi, yaitu unsur yang menyatakan bahwa seseorang dapat dijatuhkan pidana jika ia benar-benar terbukti melakukan sebuah jarimah, baik yang bersifat positif aktif dalam melakukan sesuatu maupun yang bersifat negatif pasif dalam melakukan sesuatu. Menurut fakta yang terungkap di pengadilan, bahwa terdakwa Supri Lubis alias Supri telah sah melakukan suatu tindak pidana penyertaan pembunuhan. 23 Dengan adanya korban Fuad Hasan Nasution karena pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa Supri Lubis alias Supri, Ucok Lubis, dan Daud Siregar yang menyebabkan matinya korban. Sehingga unsur ini pun dalam hukum Islam terpenuhi. 3. Al-rukn al-adabi, yaitu: unsur yang menyatakan bahwa seseorang dapat dipersalahkan jika ia bukan orang gila, anak di bawah umur, atau sedang di bawah ancaman. 22 Lihat Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 178 23 Putusan Mahkamah Agung Nomor 959KPid2012, hlm. 11 Di dalam putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan bahwa terdakwa Supri Lubis alias Supri di dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa Supri Lubis alias Supri termasuk orang yang sudah dewasa, tidak gila, dan tidak sedang di bawah ancaman dalam melakukan perbuatan tersebut. 24 Sehingga unsur ini dapat terpenuhi menurut hukum Islam. Dengan dipaparkannya unsur-unsur jarimah atau tindak pidana dalam hukum Islam, penulis berkesimpulan bahwa terdakwa Supri Lubis alias Supri dapat dinyatakan telah melakukan suatu tindak pidana atau jarimah dan dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannyamenurut hukum Islam. Unsur-unsur yang disebutkan dalam putusan Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan Nomor 637Pid.B2011PN.Psp.Gnt adalah sebagai berikut 25 : 1. Unsur barang siapa; 2. Unsur dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain; 3. Unsur turut serta melakukan perbuatan pidana; Hal ini sejalan dengan unsur pembunuhan sengaja menurut hukum Islam, yaitu: 1. Korban yang dibunuh adalah manusia yang hidup. 2. Pembunuhan itu merupakan perbuatan si pelaku. 24 Putusan Mahkamah Agung Nomor 959KPid2012, hlm. 1 25 Putusan Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan Nomor 637Pid.B2011PN.Psp.Gnt, hlm. 21 3. Adanya maksud dari pelaku untuk membunuh. 26 Menurut penulis, yang pertama unsur “dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain“ dalam hukum positif sejalan dengan unsur “adanya maksud dari pelaku untuk membunuh” dalam hukum Islam. Unsur tersebut baik menurut hukum positif dan hukum Islam dapat penulis katakan sama karena unsur tersebut mengandung niat untuk melakukan pembunuhan atau menghilangkan nyawa orang lain. Yang kedua unsur “barang siapa” dalam hukum positif sejalan dengan unsur “pembunuhan itu merupakan perbuatan si pela ku” dalam hukum Islam, karena unsur “barang siapa” merupakan siapa saja subjek hukum atau orang sebagai pendukung hak dan kewajiban yang didakwa melakukan tindak pidana dan dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya, khususnya dalam permasalahan ini adalah tindak pidana pembunuhan. Sedangkan unsur “pembunuhan merupakan perbuatan si pelaku” bisa dipersamakan dengan siapa saja yang melakukan pembunuhan maka dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya. Jadi dapat dikatakan bahwa tindak pidana yang dilakukan di sini adalah tindak pidana pembunuhan sengaja. Dikuatkan dengan unsur “dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain” dalam hukum positif dan unsur “adanya maksud dari pelaku untuk membunuh” dalam hukum Islam. 26 Abdul Qadir Audah, At- Tasyri’ Al-Jina’i Al-Islami Muqaranan bi Al-Qanun Al-Wad’i Juz II, hlm. 12 Ada satu unsur lagi dalam perkara ini, yaitu unsur “turut serta melakukan perbuatan pidana ”. Di dalam hukum Islam juga terdapat unsur tersebut yaitu unsur keturutsertaan. Dalam hal ini Islam mengkategorikan unsur ini sebagai keturutsertaan langsung dan keturutsertaan tidak langsung. 27 Jadi dapat disimpulkan bahwa perkara ini menurut hukum Islam jelas dapat dikatakan sebagai tindak pidana penyertaan pembunuhan dengan adanya unsur tambahan di atas, yakni keturutsertaan. Pembunuhan menurut hukum pidana Islam dibagi menjadi tiga, yaitu: pembunuhan sengaja, pembunuhan semi sengaja, dan pembunuhan tersalah. Perkara ini masuk dalam kategori pembunuhan sengaja sebagaimana yang disimpulkan oleh penulis. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa di dalam hukum Islam pembagian penyertaan ini dapat dikategorikan sebagai keturutsertaan langsung dan keturutsertaan tidak langsung. Berdasarkan kronologi yang telah penulis sebutkan dimana terdakwa Supri Lubis alias Supri bersama-sama dengan Ucok Lubis dan Daud Siregar melakukan pembunuhan terhadap Fuad Hasan Nasution, jenis tindak pidana ini masuk dalam kategori keturutsertaan langsung, penulis mengulang pendapat Abdul Qadir Audah dalam bab terdahulu yang mengatakan: 27 Abdul Qadir Audah, At- Tasyri’ Al-Jina’i Muqaranan bi Al-qanuni Al-Wad’i, juz II, hlm. Artinya: “Turut berbuat langsung pada dasarnya baru terjadi apabila orang yang melakukan jarimah dengan nyata lebih dari seseorang atau berbilangnya jumlah pelaku“. 28 Pembunuhan ini dilakukan oleh Supri Lubis alias Supri, Ucok Lubis, dan Daud Siregar, hal ini sesuai dengan pendapat Abdul Qadir Audah di atas yang mengatakan turut berbuat langsung merupakan pelaku berbilang jumlahnya dengan nyata melakukan suatu jarimah. Di sini terdapat tiga pelaku, dimana pelaku penyertaan pembunuhan utama yaitu terdakwa Supri Lubis alias Supri, sedangkan Ucok Lubis dan Daud Siregar sebagai pelaku yang turut serta melakukan pembunuhan, dengan korban Fuad Hasan Nasution. Allah Swt. berfirman dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah 2: 178-179 tentang sanksi bagi pelaku tindak pidana pembunuhan yang berbunyi:                                                    Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu kisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah yang diberi maaf membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang 28 Abdul Qadir Audah, At-Tasyri Al- Jina’i fi Al-Islami Muqaranan bi Al-Qanuni Al-Wad’i, juz II, hlm. 360 baik pula. yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam kisas itu ada jaminan kelangsungan hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa “.Al-Baqarah 2: 178- 179. 29 Dalam perkara ini masing-masing dari pelaku melukai korban dengan luka yang mematikan. Sesuai dengan fakta persidangan pembunuhan itu menggunakan parang yang dilayangkan ke kepala korban dan tojok yang ditusukkan ke perut korban secara bergantian oleh para pelaku secara berulang-ulang. 30 Menurut hukum Islam, pada dasarnya, banyaknya pelaku tindak pidana tidak mempengaruhi besarnya hukuman yang pantas dijatuhkan atas mereka, yakni sama seperti melaksanakan tindak pidana sendirian. Karena itu, hukuman yang dijatuhkan atas orang yang turut melakukan tindak pidana pelaku-penyerta adalah sama seperti hukuman atas orang yang melakukan secara sendirian meskipun ketika sedang bersama dengan lainnya, mereka tidak melakukan seluruh perbuatan yang membentuk tindak pidana itu. 31 Menurut ulama Hanafiah, masing-masing dari para pelaku itu dikenai kisas apabila mereka secara langsung melakukan pembunuhan itu, karena dengan begitu, masing-masing dari mereka berarti dianggap sebagai pelaku 29 Lihat Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 178-179 30 Putusan Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan Nomor 637Pid.B2011PN.Psp.Gnt 31 Abdul Qadir Audah, At- Tasyri’ Al-Jina’i Al-Islami bi Al-Qanuni Al-Wad’i ,juz I, hlm. 363. pembunuhan sengaja. Di sini ulama Hanafiah tidak membedakan antara kondisi tawaffuq 32 dan tamaalu‘ 33 . Jadi menurut ulama Hanafiah, yang penting dan yang dijadikan patokan adalah tindakan yang dilakukan oleh masing-masing itu adalah mematikan, dalam arti tindakan yang dilakukan oleh salah satu saja di antara mereka sebenarnya sudah bisa membunuh dan mematikan. Hal ini berdasarkan pernyataan ulama Hanafiah dalam kasus pembunuhan sengaja, “disyaratkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh masing-masing dari orang yang terlibat adalah tindakan pembunuhan secara langsung, seperti masing- masing dari mereka melukai korban dengan luka yang memiliki efek membunuh dalam artian, pelukaan yang dilakukan oleh salah satu saja di antara mereka sebenarnya sudah bisa membunuh. 34 Sementara menurut Jumhur ulama Ma likiyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah mengatakan, hukuman kisas dijatuhkan terhadap sekelompok orang yang terlibat dalam pembunuhan terhadap satu orang meskipun mereka tidak berkomplot dan tidak melakukan kesepakatan sebelumnya dalam pembunuhan tersebut jika memang tindakan masing-masing dari mereka itu 32 Ket.Tawafuq adalah tindakan pembunuhan yang melibatkan dua orang atau lebih terhadap satu korban yang keterlibatan itu terjadi secara kebetulan semata tanpa ada konspirasi, perkomplotan, dan kesepakatan di antara mereka sebelumnya. Lihat Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, hlm. 562 33 Ket. Tamaalu’ menurut ulama Malikiyah merupakan tindakan pembunuhan yang dilakukan dua orang atau lebih terhadap satu korban yang sebelumnya mereka memang telah berkonspirasi, dan melakukan kesepakatan untuk melakukan kejahatan tersebut.Lihat Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, hlm. 562 34 Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, hlm. 562. bisa membunuh dan mematikan. Jadi menurut Jumhur, yang penting dalam kasus yang tidak ada kesepakatan sebelumnya di antara mereka adalah tindakan masing-masing dari mereka itu memang mematikan, dalam arti tindakan salah satu dari mereka saja sebenarnya sudah bisa membunuh dan mematikan. Kesimpulan menurut Jumhur adalah apabila pembunuhan yang melibatkan beberapa orang itu adalah pembunuhan tanpa ada unsur at- tamaalu, maka mereka semua bisa dikisas apabila memang tindakan masing- masing dari mereka itu adalah tindakan yang sudah bisa mematikan dan membunuh. Sedangkan jika kasus pembunuhan itu adalah pembunuhan dengan adanya unsur tamaalu ‘, mereka semua tetap dikisas, sekalipun tindakan yang dilakukan masing-masing dari mereka itu sebenarnya tidak bisa membunuh dan mematikan. Ini adalah pendapat yang lebih shahih menurut ulama Syafi’iyyah dan ulama Hanabilah. Hanya saja, mereka berbeda pendapat dengan ulama Malikiyah dalam hal persyaratan masing-masing dari mereka memang ikut melakukan tindakan kejahatan tersebut. Menurut ulama Malikiyah, hal itu tidak menjadi syarat, akan tetapi yang penting mereka ikut hadir di sana, meskipun yang melakukan eksekusi pembunuhan hanya satu orang saja dari mereka, jika memang anggota yang lainnya yang tidak ikut melakukan aksi tersebut sebenarnya dalam kondisi bersiap untuk melakukan aksi, meskipun akhirnya yang mengeksekusi hanya satu orang saja sedangkan yang lainnya hanya melihat dan mengamati saja. Dari uraian di atas, nampak perbedaan pendapat antara Jumhur dengan ulama Hanafiah adalah dalam kasus pembunuhan dengan adanya unsur tamaalu‘ karena ulama Hanafiah tidak membedakan antara kasus pembunuhan dengan adanya unsur at- tamaalu‘ di dalamnya dan kasus pembunuhan yang tidak ada unsur at- tamaalu‘ di dalamnya. 35 Wahbah Zuhaili berpendapat: Artinya: “Akan tetapi aku lebih mengunggulkan pendapat jumhur, karena sesuai dengan perbuatanyang dilakukanoleh Umar Ibn Khattab r.a, yaitu ia akan berjanji mengkisas tujuh orang dari penduduk Shan’a jika mereka melakukan pembunuhan terhadap satu orang, dan sahabat berijmak atas tindakan Umar Ibn Khatab r.a tersebut“. 36 Suatu riwayat dalam kitab Shahih Bukhari mengatakan: Artinya: “telah berkata kepada ku, ibnu Bassyaar: telah meriwayatkan kepada kami oleh Yahya: dari ‘Ubaidilah: dari Nafi‘, dari Ibnu ‘Umar Radiyallahu ‘anhuma bahwasanya seorang anak dibunuh dengan cara tipu daya, maka berkata Umar: “jika bersama-sama padanya penduduk Shan’a maka akan aku bunuh mereka semua. Telah berkata Mughiroh ibn Hakim, dari Bapaknya: bahwasannya empat orang membunuh seorang anak kecil, maka berkata Umar semisalnya. 37 35 Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu juz VII, hlm. 5635 36 Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu juz VII, hlm. 5635 37 Abi Abdillah Muhammad ibn Umar ibn Ibrahim ibn Al-Mughiroh ibn Barda Zabah Al- Bukhori Al- Ja’fi, Shahih Bukhori, Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 1998, hlm. 367. Kitaab diyah hadis nomor 6896 Dalam riwayat ini Umar hanya berkata, jika penduduk Shan’a membunuh satu orang, maka Umar akan membunuh semuanya. Hal ini dapat dijadikan dasar hukum untuk adanya kisas jika sekelompok orang atau beberapa orang melakukan pembunuhan, maka hukuman yang dijatuhkan adalah kisas. Kesimpulannya, terdakwa Supri Lubis alias Supri, Ucok Lubis dan Daud Siregar menurut hukum Islam harus dikisas karena sebagaimana praktik dan ucapan Umar Ibn Khatab tersebut terhadap penduduk Shan’a. Dapat kita bandingkan hukuman menurut hukum positif dalam hal ini putusan Mahkamah Agung Nomor 959KPid2012 menyatakan bahwa hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa hanya 12 tahun penjara menolak permohonan kasasi terdakwa dan menetapkan putusan Pengadilan Tinggi Medan, sedangkan hukuman yang dijatuhkan oleh Islam yaitu kisas sebagaimana yang dilakukan oleh khalifah Umar Ibn Khatab. 75

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Hukum Islam memandang bahwasanya penyertaan pembunuhan sebagai suatu kejahatan dan merupakan suatu tindak pidana sebagaimana hukum positif yang memandang sama hal tersebut. Putusan Mahkamah Agung Nomor 959KPid2012 terkait tindak pidana penyertaan pembunuhan tidak sesuai dengan hukum Islam. Ketidaksesuaian ini didasarkan pada sumber yang berasal dari hukum positif dan hukum Islam berbeda, sehingga adanya ketidaksesuaian menurut hukum Islam atas putusan Mahkamah Agung tersebut. Di dalam putusan tersebut, Hakim Agung menetapkan putusan Pengadilan Tinggi Medan yang menetapkan hukuman 12 tahun penjara, sedangkan di dalam hukum Islam mengharuskan kisas terhadap pelaku penyertaan pembunuhan Supri Lubis, Daud Siregar, dan Ucok Lubis. Hal ini diambil atas praktek dari Umar ibn Khattab yang membunuh penduduk Shan’a karena telah membunuh satu orang.

B. Saran

Dalam mengadili, hakim seharusnya memperhatikan dari sudut pandang korban yang dibunuh secara bersama-sama oleh para terdakwa. Di sini penulis merasa kurang puas atas penjatuhan hukuman yang diterapkan oleh hakim dengan hukuman 12 tahun penjara. Hukuman yang dijatuhkan dalam hukum Islam untuk kasus ini adalah mengkisas semua pelaku. Islam memandang bahwa bunuh harus dibalas dengan bunuh, karena Islam memandang dari sudut korban yang dirugikan. Dengan begitu keadilan akan dapat dirasakan.

A. Daftar Pustaka

Al- Qur’anul Karim Ali, Mahrus, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2011. Ali, Zainuddin, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2007. Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Al- Ja’fi , Abi Abdillah Muhammad ibn Umar ibn Ibrahim ibn Al-Mughiroh ibn Barda Zabah Al-Bukhori, Shahih Bukhori, Beirut: Dar Al-Kutub Al- ‘Ilmiyah, 1998. Al-Naysaaburiyyi, Abi Al-Hussein Muslim ibn Al-Hajjaj ibn Muslim Al- Qusyayriyyi, Shahih Muslim, Riyadh: Dar Al-Salaam, 1998. Al- Qazwiniy, Abi ‘Abdillah Muhammad ibn Yazid, Sunan Ibn Majah, Beirut: Dar al-Kitab, t.th. An- Nasa’i, Abi Abdurrahman Ahmad ibn Syu’aib, As-Sunan Al-Kubro, Beirut: Dar Al-Kitab Al- ‘Ilmiyah, 1991 Aripin, Jaenal, dkk, Metode Penelitian Hukum, Ciputat:Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. At-Tirmi dzi, Abi ‘Isa Muhammad ibn ‘Isa ibn Suurah ibn musa, Jaami’u At- Tirmidzi, Riyadh: Dar Al-Salaam, 1999 Audah, Abdul Qadir, At- Tasyri’ Al-Jina’i Al-Islami Muqaranan bi Al-Qanuni Al- Wad’i Juz I, Beirut: Al-Risalah, 1998 Audah, Abdul Qadir, At- Tasyri’ al-Jina’i Al-Islami Muqaranan bi Al-Qanuni Al- Wad’i Juz II, Beirut: Al-Risalah, 1998. Chazawi, Adami, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002. Chazawi, Adami, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 3 Percobaan dan Penyertaan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002. Farid, Ahmad Zainal Abidin, Hukum Pidana 1, Jakarta: Sinar Grafika, 2007. Hamzah, Andi, Terminologi Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Idris, H. Abdul, Fatah, dan H. Abu Ahmadi, Fikih Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004. Irfan, Muhammad Nurul, dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, Jakarta: Amza, 2013. Irfan, Muhammad Nurul, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta: Amzah, 2011. Maramis, Frans, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2012. Munawwir, A.W., dan Muhammad Fairuz, Kamus Al-Munawwir Indonesia- Arab, Surabaya: Pustaka Progressif, 2007. Prasetyo, Teguh, Hukum Pidana: Edisi Revisi, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012. Prodjodikoro, Wirjono, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: PT Refika Aditama, 2003. Putusan Mahkamah Agung nomor 959KPid2012. Putusan Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan Nomor 637Pid.B2011PN.Psp.Gnt.

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Peranan Tes Deoxyribonucleic Acid (Dna) Dalam Pembuktian Tindak Pidana(Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 626 Pid. B / 2012 / PN. SIM, Putusan Mahkamah Agung No. 704 K / Pid / 2011, Putusan Mahkamah AgungNo. 1967 K/Pid/2007 dan Putusan Mahkamah Agung

2 84 105

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Analisis Hukum Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan No. 63 K/Pid/2007)

1 72 106

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Efektifitas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilukada oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

3 55 122

Tindak pidana penyertaan pembunuhan Perspektif hukum islam (Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 959 k/pid/2012)

0 6 116