Analisa Putusan Mahkamah Agung Perspektif Hukum Islam
Artinya: “telah meriwayatkan kepada kami, Abu Bakar ibn Abi
Syaibah: telah meriwayatkan kepada kami Hafs ibn Ghiyas, Abu Mu’awiyah, dan Waqi’, dari A’masy, dari Abdillah ibn Murrah, dari Masruq, dari
Abdillah,ia berkata: Ra sulullah Saw. telah bersabda: “Tidak halal darah
seorang muslim yang telah menyaksikan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa aku utusan Allah, kecuali dengan salah satu dari tiga perkara: 1
pezina muhshan, 2 membunuh, 3 orang yang meninggalkan agamanya yang memisahkan diri dari jama’ah.” H.R. Muslim.
21
Selain dari larangan tersebut Allah juga memberikan hukuman bagi para pelaku sebagaimana yang tercantum di dalam Al-Quran Surah Al-
Baqarah ayat 178 yang berbunyi:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu kisas
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka
Barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah yang
diberi maaf membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan
21
Abi Al-Hussein Muslim ibn Al-Hajjaj ibn Muslim Al-Qusyayriyyi Al-Naysaaburiyyi, Shahih Muslim, Riyadh: Dar Al-Salaam, 1998, hlm. 742. kitaab al-qasaamah wa al-muhaaribiin wa
al-qishaash wa ad-diyyaah, baab maa yubaahu bihi dam al-muslim. hadist nomor 4375
suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih
.
Al-Baqarah 2178.
22
Dengan adanya beberapa ayat dan hadis ini, dengan demikian ada nash yang secara tegas melarang pembunuhan sekaligus memberikan sanksi bagi
pelaku tindak pidana pembunuhan. Maka unsur Al-rukn al- syar’i dapat
terpenuhi, karena di dalam hukum Islam adanya larangan untuk membunuh dan sanksi bagi pelaku pembunuhan.
2. Al-rukn al-madi, yaitu unsur yang menyatakan bahwa seseorang
dapat dijatuhkan pidana jika ia benar-benar terbukti melakukan sebuah jarimah, baik yang bersifat positif aktif dalam melakukan sesuatu maupun
yang bersifat negatif pasif dalam melakukan sesuatu. Menurut fakta yang terungkap di pengadilan, bahwa terdakwa Supri
Lubis alias Supri telah sah melakukan suatu tindak pidana penyertaan pembunuhan.
23
Dengan adanya korban Fuad Hasan Nasution karena pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa Supri Lubis alias Supri, Ucok
Lubis, dan Daud Siregar yang menyebabkan matinya korban. Sehingga unsur ini pun dalam hukum Islam terpenuhi.
3. Al-rukn al-adabi, yaitu: unsur yang menyatakan bahwa seseorang
dapat dipersalahkan jika ia bukan orang gila, anak di bawah umur, atau sedang di bawah ancaman.
22
Lihat Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 178
23
Putusan Mahkamah Agung Nomor 959KPid2012, hlm. 11
Di dalam putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan bahwa terdakwa Supri Lubis alias Supri di dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut
Umum menyatakan bahwa Supri Lubis alias Supri termasuk orang yang sudah dewasa, tidak gila, dan tidak sedang di bawah ancaman dalam melakukan
perbuatan tersebut.
24
Sehingga unsur ini dapat terpenuhi menurut hukum Islam.
Dengan dipaparkannya unsur-unsur jarimah atau tindak pidana dalam hukum Islam, penulis berkesimpulan bahwa terdakwa Supri Lubis alias Supri
dapat dinyatakan telah melakukan suatu tindak pidana atau jarimah dan dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannyamenurut hukum Islam.
Unsur-unsur yang disebutkan dalam putusan Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan Nomor 637Pid.B2011PN.Psp.Gnt adalah sebagai
berikut
25
: 1.
Unsur barang siapa; 2.
Unsur dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain; 3.
Unsur turut serta melakukan perbuatan pidana; Hal ini sejalan dengan unsur pembunuhan sengaja menurut hukum
Islam, yaitu: 1.
Korban yang dibunuh adalah manusia yang hidup. 2.
Pembunuhan itu merupakan perbuatan si pelaku.
24
Putusan Mahkamah Agung Nomor 959KPid2012, hlm. 1
25
Putusan Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan Nomor 637Pid.B2011PN.Psp.Gnt, hlm. 21
3. Adanya maksud dari pelaku untuk membunuh.
26
Menurut penulis, yang pertama unsur “dengan sengaja menghilangkan
nyawa orang lain“ dalam hukum positif sejalan dengan unsur “adanya maksud dari pelaku untuk membunuh” dalam hukum Islam. Unsur tersebut baik
menurut hukum positif dan hukum Islam dapat penulis katakan sama karena unsur tersebut mengandung niat untuk melakukan pembunuhan atau
menghilangkan nyawa orang lain. Yang kedua unsur “barang siapa” dalam
hukum positif sejalan dengan unsur “pembunuhan itu merupakan perbuatan si pela
ku” dalam hukum Islam, karena unsur “barang siapa” merupakan siapa saja subjek hukum atau orang sebagai pendukung hak dan kewajiban yang
didakwa melakukan tindak pidana dan dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya, khususnya dalam permasalahan ini adalah tindak pidana
pembunuhan. Sedangkan unsur “pembunuhan merupakan perbuatan si
pelaku” bisa dipersamakan dengan siapa saja yang melakukan pembunuhan maka dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya.
Jadi dapat dikatakan bahwa tindak pidana yang dilakukan di sini adalah tindak pidana pembunuhan sengaja.
Dikuatkan dengan unsur “dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain” dalam hukum positif dan unsur
“adanya maksud dari pelaku untuk membunuh” dalam hukum Islam.
26
Abdul Qadir Audah, At- Tasyri’ Al-Jina’i Al-Islami Muqaranan bi Al-Qanun Al-Wad’i Juz
II, hlm. 12
Ada satu unsur lagi dalam perkara ini, yaitu unsur “turut serta melakukan perbuatan pidana
”. Di dalam hukum Islam juga terdapat unsur tersebut yaitu unsur keturutsertaan. Dalam hal ini Islam mengkategorikan
unsur ini sebagai keturutsertaan langsung dan keturutsertaan tidak langsung.
27
Jadi dapat disimpulkan bahwa perkara ini menurut hukum Islam jelas dapat dikatakan sebagai tindak pidana penyertaan pembunuhan dengan
adanya unsur tambahan di atas, yakni keturutsertaan. Pembunuhan menurut hukum pidana Islam dibagi menjadi tiga, yaitu:
pembunuhan sengaja, pembunuhan semi sengaja, dan pembunuhan tersalah. Perkara ini masuk dalam kategori pembunuhan sengaja sebagaimana yang
disimpulkan oleh penulis. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa di dalam hukum Islam pembagian penyertaan ini dapat dikategorikan sebagai
keturutsertaan langsung dan keturutsertaan tidak langsung. Berdasarkan kronologi yang telah penulis sebutkan dimana terdakwa Supri Lubis alias
Supri bersama-sama dengan Ucok Lubis dan Daud Siregar melakukan pembunuhan terhadap Fuad Hasan Nasution, jenis tindak pidana ini masuk
dalam kategori keturutsertaan langsung, penulis mengulang pendapat Abdul Qadir Audah dalam bab terdahulu yang mengatakan:
27
Abdul Qadir Audah, At- Tasyri’ Al-Jina’i Muqaranan bi Al-qanuni Al-Wad’i, juz II, hlm.
Artinya: “Turut berbuat langsung pada dasarnya baru terjadi apabila
orang yang melakukan jarimah dengan nyata lebih dari seseorang atau berbilangnya jumlah pelaku“.
28
Pembunuhan ini dilakukan oleh Supri Lubis alias Supri, Ucok Lubis, dan Daud Siregar, hal ini sesuai dengan pendapat Abdul Qadir Audah di atas
yang mengatakan turut berbuat langsung merupakan pelaku berbilang jumlahnya dengan nyata melakukan suatu jarimah. Di sini terdapat tiga
pelaku, dimana pelaku penyertaan pembunuhan utama yaitu terdakwa Supri Lubis alias Supri, sedangkan Ucok Lubis dan Daud Siregar sebagai pelaku
yang turut serta melakukan pembunuhan, dengan korban Fuad Hasan Nasution.
Allah Swt. berfirman dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah 2: 178-179 tentang sanksi bagi pelaku tindak pidana pembunuhan yang berbunyi:
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu kisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang
merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah
yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah yang diberi maaf membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang
28
Abdul Qadir Audah, At-Tasyri Al- Jina’i fi Al-Islami Muqaranan bi Al-Qanuni Al-Wad’i,
juz II, hlm. 360
baik pula. yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya
siksa yang sangat pedih.
Dan dalam kisas itu ada jaminan kelangsungan hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa
“.Al-Baqarah 2: 178- 179.
29
Dalam perkara ini masing-masing dari pelaku melukai korban dengan
luka yang mematikan. Sesuai dengan fakta persidangan pembunuhan itu menggunakan parang yang dilayangkan ke kepala korban dan tojok yang
ditusukkan ke perut korban secara bergantian oleh para pelaku secara berulang-ulang.
30
Menurut hukum Islam, pada dasarnya, banyaknya pelaku tindak pidana tidak mempengaruhi besarnya hukuman yang pantas dijatuhkan atas
mereka, yakni sama seperti melaksanakan tindak pidana sendirian. Karena itu, hukuman yang dijatuhkan atas orang yang turut melakukan tindak pidana
pelaku-penyerta adalah sama seperti hukuman atas orang yang melakukan secara sendirian meskipun ketika sedang bersama dengan lainnya, mereka
tidak melakukan seluruh perbuatan yang membentuk tindak pidana itu.
31
Menurut ulama Hanafiah, masing-masing dari para pelaku itu dikenai kisas apabila mereka secara langsung melakukan pembunuhan itu, karena
dengan begitu, masing-masing dari mereka berarti dianggap sebagai pelaku
29
Lihat Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 178-179
30
Putusan Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan Nomor 637Pid.B2011PN.Psp.Gnt
31
Abdul Qadir Audah, At- Tasyri’ Al-Jina’i Al-Islami bi Al-Qanuni Al-Wad’i ,juz I, hlm. 363.
pembunuhan sengaja. Di sini ulama Hanafiah tidak membedakan antara kondisi tawaffuq
32
dan tamaalu‘
33
. Jadi menurut ulama Hanafiah, yang penting dan yang dijadikan
patokan adalah tindakan yang dilakukan oleh masing-masing itu adalah mematikan, dalam arti tindakan yang dilakukan oleh salah satu saja di antara
mereka sebenarnya sudah bisa membunuh dan mematikan. Hal ini berdasarkan pernyataan ulama Hanafiah dalam kasus pembunuhan sengaja,
“disyaratkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh masing-masing dari orang yang terlibat adalah tindakan pembunuhan secara langsung, seperti masing-
masing dari mereka melukai korban dengan luka yang memiliki efek membunuh dalam artian, pelukaan yang dilakukan oleh salah satu saja di
antara mereka sebenarnya sudah bisa membunuh.
34
Sementara menurut Jumhur ulama Ma likiyah, Syafi’iyyah dan
Hanabilah mengatakan, hukuman kisas dijatuhkan terhadap sekelompok orang yang terlibat dalam pembunuhan terhadap satu orang meskipun mereka
tidak berkomplot dan tidak melakukan kesepakatan sebelumnya dalam pembunuhan tersebut jika memang tindakan masing-masing dari mereka itu
32
Ket.Tawafuq adalah tindakan pembunuhan yang melibatkan dua orang atau lebih terhadap satu korban yang keterlibatan itu terjadi secara kebetulan semata tanpa ada konspirasi, perkomplotan,
dan kesepakatan di antara mereka sebelumnya. Lihat Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, hlm. 562
33
Ket. Tamaalu’ menurut ulama Malikiyah merupakan tindakan pembunuhan yang dilakukan
dua orang atau lebih terhadap satu korban yang sebelumnya mereka memang telah berkonspirasi, dan melakukan kesepakatan untuk melakukan kejahatan tersebut.Lihat Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam wa
Adillatuhu, hlm. 562
34
Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, hlm. 562.
bisa membunuh dan mematikan. Jadi menurut Jumhur, yang penting dalam kasus yang tidak ada kesepakatan sebelumnya di antara mereka adalah
tindakan masing-masing dari mereka itu memang mematikan, dalam arti tindakan salah satu dari mereka saja sebenarnya sudah bisa membunuh dan
mematikan. Kesimpulan menurut Jumhur adalah apabila pembunuhan yang
melibatkan beberapa orang itu adalah pembunuhan tanpa ada unsur at- tamaalu, maka mereka semua bisa dikisas apabila memang tindakan masing-
masing dari mereka itu adalah tindakan yang sudah bisa mematikan dan membunuh. Sedangkan jika kasus pembunuhan itu adalah pembunuhan
dengan adanya unsur tamaalu ‘, mereka semua tetap dikisas, sekalipun
tindakan yang dilakukan masing-masing dari mereka itu sebenarnya tidak bisa membunuh dan mematikan. Ini adalah pendapat yang lebih shahih menurut
ulama Syafi’iyyah dan ulama Hanabilah. Hanya saja, mereka berbeda pendapat dengan ulama Malikiyah dalam hal persyaratan masing-masing dari
mereka memang ikut melakukan tindakan kejahatan tersebut. Menurut ulama Malikiyah, hal itu tidak menjadi syarat, akan tetapi
yang penting mereka ikut hadir di sana, meskipun yang melakukan eksekusi pembunuhan hanya satu orang saja dari mereka, jika memang anggota yang
lainnya yang tidak ikut melakukan aksi tersebut sebenarnya dalam kondisi bersiap untuk melakukan aksi, meskipun akhirnya yang mengeksekusi hanya
satu orang saja sedangkan yang lainnya hanya melihat dan mengamati saja.
Dari uraian di atas, nampak perbedaan pendapat antara Jumhur dengan ulama Hanafiah adalah dalam kasus pembunuhan dengan adanya unsur
tamaalu‘ karena ulama Hanafiah tidak membedakan antara kasus pembunuhan dengan adanya unsur at-
tamaalu‘ di dalamnya dan kasus pembunuhan yang tidak ada unsur at-
tamaalu‘ di dalamnya.
35
Wahbah Zuhaili berpendapat:
Artinya: “Akan tetapi aku lebih mengunggulkan pendapat jumhur,
karena sesuai dengan perbuatanyang dilakukanoleh Umar Ibn Khattab r.a, yaitu ia akan berjanji mengkisas tujuh orang dari penduduk Shan’a jika
mereka melakukan pembunuhan terhadap satu orang, dan sahabat berijmak atas tindakan
Umar Ibn Khatab r.a tersebut“.
36
Suatu riwayat dalam kitab Shahih Bukhari mengatakan:
Artinya: “telah berkata kepada ku, ibnu Bassyaar: telah
meriwayatkan kepada kami oleh Yahya: dari ‘Ubaidilah: dari Nafi‘, dari Ibnu ‘Umar Radiyallahu ‘anhuma bahwasanya seorang anak dibunuh dengan cara
tipu daya, maka berkata Umar: “jika bersama-sama padanya penduduk Shan’a maka akan aku bunuh mereka semua. Telah berkata Mughiroh ibn
Hakim, dari Bapaknya: bahwasannya empat orang membunuh seorang anak kecil, maka berkata Umar semisalnya.
37
35
Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu juz VII, hlm. 5635
36
Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu juz VII, hlm. 5635
37
Abi Abdillah Muhammad ibn Umar ibn Ibrahim ibn Al-Mughiroh ibn Barda Zabah Al- Bukhori Al-
Ja’fi, Shahih Bukhori, Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 1998, hlm. 367. Kitaab diyah hadis nomor 6896
Dalam riwayat ini Umar hanya berkata, jika penduduk Shan’a membunuh satu orang, maka Umar akan membunuh semuanya. Hal ini dapat
dijadikan dasar hukum untuk adanya kisas jika sekelompok orang atau beberapa orang melakukan pembunuhan, maka hukuman yang dijatuhkan
adalah kisas. Kesimpulannya, terdakwa Supri Lubis alias Supri, Ucok Lubis dan
Daud Siregar menurut hukum Islam harus dikisas karena sebagaimana praktik dan ucapan Umar Ibn Khatab tersebut terhadap penduduk Shan’a.
Dapat kita bandingkan hukuman menurut hukum positif dalam hal ini putusan Mahkamah Agung Nomor 959KPid2012 menyatakan bahwa
hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa hanya 12 tahun penjara menolak permohonan kasasi terdakwa dan menetapkan putusan Pengadilan Tinggi
Medan, sedangkan hukuman yang dijatuhkan oleh Islam yaitu kisas sebagaimana yang dilakukan oleh khalifah Umar Ibn Khatab.
75