BAB V PEMBAHASAN
5.1 Perilaku Ibu dalam Pemanfaatan KMS
Perilaku ibu merupakan segala sesuatu yang diketahui, yang difikirkan dan yang dilaksakan oleh ibu dalam pemanfaatan KMS yang bertujuan untuk
memantau status gizi baduta. Menurut Lewin dalam Notoatmodjo 2010 mengungkapkan bahwa perilaku adalah hasil antara diri orang dengan
lingkungannya. Sedangkan menurut Skiner perilaku adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 83 ibu baduta tentang perilaku ibu dalam pemanfaatan KMS, dimana domain perilaku yang
dikembangkan adalah pengetahuan, sikap dan tindakan dapat dilihat sebagai berikut :
5.1.1 Pengetahuan Ibu
dalam Pemanfaatan
KMS di
Wilayah Kerja Puskesmas Lawe Perbunga Kecamatan Babul Makmur
Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2015.
Pengetahuan merupakan tahap awal dimana subyek mulai mengenal ide baru serta belajar memahami yang pada akhirnya dapat mengubah perilakunya, di
mana dengan semakin baik pengetahuan ibu baduta dalam pemanfaatan KMS akan memberikan respons yang positif. Penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian Rogers dalam Notoatmodjo 2007 yang menyatakan apabila perilaku didasari oleh pengetahuan maka perilaku tersebut akan bertahan lama.
Universitas Sumatera Utara
Pengetahuan merupakan domain atau ranah yang sangat penting untuk membentuk perilaku seseorang. Perilaku yang didasari dengan pengetahuan
sifatnya akan lebih baik dan tertanam baik pada diri seseorang. Pengetahuan dalam hal ini adalah pengetahuan ibu dalam pemanfaatan KMS dimana hasil
penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh ibu yang memiliki baduta dimana diketahui dari sebagian besar responden berpengetahuan
kurang yaitu 46 orang 55,4, sedangkan yang berpengetahuan cukup sebanyak 30 orang 36,7, dan yang berpengetahuan baik sebanyak 7 orang 8,4.
Perbedaan tingkat pengetahuan ini dilatarbelakangi oleh tingkat pendidikan ibu, dimana sebagian besar tingkat pendidikan ibu adalah SMA yaitu sebanyak 77
orang 92,8. Tingkat pendidikan cenderung berhubungan dengan tingkat pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin baik tingkat
pengetahuan karena ibu akan lebih mudah mengerti dan merespon informasi yang didapat.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan yang dimiliki ibu dalam kategori kurang dan dimana pengetahuan yang dimiliki ibu
dapat mempengaruhi perilaku ibu dalam pemanfaatan KMS. Pengetahuan ibu yang baik maka akan mempermudah dan lebih memahami akan pentingnya
pemahaman dan pemanfaatan KMS. Hal ini sesuai dengan hasil survei pendahuluan bahwa sebahagian besar tidak mengetahui pemanfaatan KMS. Ibu
baduta juga menganggap posyandu hanya sebagai tempat melakukan imunisasi, sehingga pada saat balitanya sudah mendapatkan imunisasi dasar tidak lagi
dibawa ke posyandu. Penyuluhan tentang KMS dan pemanfaatan KMS menjadi
Universitas Sumatera Utara
sangat penting dilakukan sebagai upaya meningkatkan pemanfaatan penggunaan KMS. Metode penyuluhan yang digunakan juga harus disesuaikan dengan
kemampuan masyarakat, sehingga apa yang menjadi tujuan penyuluhan dapat tercapai, misalnya dengan visualisasi yang menampilkan gambar tentang balita
yang mengalami gizi buruk akibat ibu baduta tidak pernah menimbang balita ke posyandu dan tidak memperhatikan peningkatan ataupun penurunan berat badan
badutanya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Robiah 2007 mengenai
penggunaan KMS anak balita sebagai sarana penyuluhan gizi di posyandu Kecamatan Sosa Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2007 menyatakan bahwa
pengetahuan responden tentang manfaat KMS secara keseluruhan adalah baik yaitu 52 orang 52, sedangkan yang berpengetahuan yang berada pada kategori
sedang yaitu sebanyak 48 orang 48 dan yang berada pada kategori kurang yaitu sebanyak 10 orang 10.
Hasil penelitian juga dilakukan oleh Gultom 2010, mengenai pengaruh karakteristik ibu balita terhadap partisipasi dalam penimbangan balita DS di
posyandu desa Binjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan tahun 2010 menyatakan bahwa pengetahuan responden mengenai kegunaan KMS adalah
sebagai alat untuk memantau pertumbuhan dan kesehatan balita adalah responden terbanyak menyatakan tidak tahu yaitu sebanyak 55 ibu balita 67,9 dan yang
menyatakan tahu sebanyak 26 ibu balita 32,1. Hasil distribusi pengetahuan responden mengenai dengan KMS gangguan pertumbuhan atau risiko kelebihan
gizi dapat diketahui lebih dini sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan
Universitas Sumatera Utara
secara lebih cepat dan tepat sebelum masalahnya lebih berat adalah reponden terbanyak menyatakan tidak tahu yaitu sebanyak 66 ibu balita81,5 dan yang
menyatakan tahu sebanyak 15 ibu balita 18,5.
5.1.2 Sikap Ibu dalam Pemanfaatan KMS di Wilayah Kerja Puskesmas Lawe Perbunga Kecamatan Babul Makmur Kabupaten Aceh
Tenggara Tahun 2015.
Sikap adalah responpenilaian tertutup ibu terhadap segala sesuatu dalam pemanfaatan KMS. Sikap berfungsi menyesuaikan diri dengan keadaan
lingkungan, mengatur tingkah laku seseorang, mengatur perlakuan dan pernyataan kepribadian seseorang. Sikap berasal dari pengalaman atau dari orang-orang
terdekat. Sikap terbentuk karena adanya peran penting dari pengetahuan, berfikir, keyakinan dan emosional. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar ibu yang memiliki baduta memilki sikap yang cukup yaitu sebanyak 43 orang 51,8, sedangkan ibu yang memilki sikap baik sebanyak 40
orang 48,2. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Situmorang 2004, mengenai hubungan perilaku ibu dan penggunaan KMS dan status gizi
balita di posyandu Kelurahan Petisah Hulu Kecamatan Medan Baru tahun 2014 menunjukkan bahwa dari 86 responden terdapat 72 orang 83,7 yang memiliki
sikap positif, dan 14 orang 16,3 yang memiliki sikap negatife. Pada saat pengamatan di lapangan, seorang petugas gizi puskesmas
menyatakan dan ibu balita menyatakan bahwa ibu yang rajin datang ke posyandu adalah ibu yang memiliki anak hingga usia 3 tiga tahun. Mereka membawa anak
untuk imunisasi, menimbang dan mendapat vitamin A, namun jika usia anaknya sudah di atas 3 tiga tahun maka ibu balita cenderung tidak datang lagi
Universitas Sumatera Utara
berkunjung ke posyandu. Jika ibu balita mendapat informasi bahwa di posyandu akan dibagikan susu, roti dan bubur untuk balita maka ibu balita akan beramai-
ramai datang membawa anaknya ke posyandu. Perilaku seperti ini tidak didasari oleh kesadaran ibu balita dan tidak akan berlangsung lama karena setelah itu ibu
balita tidak datang lagi ke posyandu. Berdasarkan hal tersebut, maka hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan partisipasi ibu balita dalam penimbangan
balita di posyandu dalam pemanfaatan KMSnya adalah melaksanakan penyuluhan secara berkelanjutan untuk meningkatkan pengetahuan tentang manfaat dan tujuan
pemanfaatan KMS dan manfaat penimbangan balita di posyandu yang dilakukan oleh semua pihak yang terkait baik kader yang sudah dilatih maupun petugas
puskesmas. Sikap pada penelitian ini adalah kehendak ibu yang diukur berdasarkan
pernyataan yang diberikan tentang sikap positif maupun negatife terhadap pemanfaatan KMS. Sikap belum sampai pada tingkat aplikasi pelaksanaan
penanganan. Sikap ibu yang cukup terhadap pemanfaatan KMS biasanya didasarkan atas pengetahuan yang cukup dimiliki ibu tentang pemanfaatan KMS
secara cepat dan tepat. Sebagaimana diketahui bahwa dalam upaya pembentukan sikap harus didasarkan atas adanya pemahaman yang lebih mendalam dari
individu atas suatu objek dan begitu pula pada ibu dalam pemanfaatan KMS haruslah dilandasi dengan pengetahuan tentang pemanfaatan KMS.
Menurut teori “Reason Action” yang dikembangkan oleh Fesbein dan
Ajzen 1980 dalam Notoatmodjo 2010 menekankan bahwa pentingnya peranan dari niat sebagai alasan atau faktor penentu tindakan. Niat ini ditentukan oleh
Universitas Sumatera Utara
:penilaian yang menyeluruh terhadap tindakan yang akan diambil, kepercayaan terhadap pendapat orang lain apakah menyetujui atau tidak tentang tindakan yang
akan diambil tersebut dan bagaimana persepsi terhadap konsekuensi atau akibat dari tindakan yang akan diambilnya.
Menurut Azwar 2002, Sikap merupakan respon atau reaksi evaluatif, respon ini muncul ketika individu dihadapkan pada suatu stimulus yang
menghendaki adanya reaksi balik dari individu. Sikap dinyatakan timbul secara sadar oleh proses evaluasi dirI individu terhadap respon dalam nilai baik, buruk,
positif, negatif, menyenangkan kemudian menetapkan dan mengkristal sebagai dasar potensi untuk bereaksi. Sedangkan menurut Notoadmodjo 2007, sikap
merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya
dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku.
5.1.3 Tindakan Ibu dalam Pemanfaatan KMS di Wilayah Kerja Puskesmaas Lawe Perbunga Kecamatan Babul Makmur Kabupaten Aceh
Tenggara Tahun 2015.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa dari 83 ibu baduta sebagai responden didapat 55 orang 66,3 melakukan tindakan cukup dalam
pemanfaatan KMS sedangkan yang melakukan tindakan yang baik dalam pemanfaatan KMS sebanyak 28 orang 33,7. Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian Situmorang 2004, mengenai hubungan perilaku ibu dan penggunaan KMS dan status gizi balita di posyandu Kelurahan Petisah Hulu Kecamatan
Medan Baru tahun 2014 menunjukkan bahwa dari 86 responden terdapat 77
Universitas Sumatera Utara
responden 89,5 yang memiliki tindakan positif, dan 9 responden 10,5 yang mempuyai tindakan negatife.
Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk peningkatan kesehatan terutama dalam menunjang status gizi baduta, dilakukan melalui pemantauan
keadaan kesehatan baduta secara berkala dengan menggunakan kartu menuju sehat KMS, dengan harapan gangguan kesehatan dapat dideteksi lebih dini
untuk mendapatkan pertolongan secara cepat, tepat dan memadai sesuai dengan keinginan yang diperlukan.
Program imunisasi bayi dan anak balita merupakan salah satu pendorong ibu yang mempunyai bayi dan anak balita untuk datang ke posyandu. Gerakan
serentak penimbangan balita dengan pemberian imunisasi merupakan istilah yang dibuat oleh pihak puskesmas yang bertujuan untuk mendorong ibu-ibu yang
mempunyai balita agar berkunjung ke posyandu menimbang berat badan anaknya dalam pemantauan status gizi balitanya yang tercantum dalam KMS balita.
Gerakan tersebut cukup efektif meningkatkan angka kunjungan ke posyandu. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan dari pihak
lain Notoatmodjo, 2007. Responden dengan kategori tindakan kurang cenderung kurang mengetahui manfaat dan faktor-faktor apas aja yang mempengaruhi dalam
pemanfaatan KMS, sedangkan responden dengan kategori baik akan lebih memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan baduta dengan memanfaatkan
KMS.
Universitas Sumatera Utara
5.2 Status Gizi Baduta