setelah ibu mengetahui dengan membawa anak balitanya ke posyandu atau pelayanan kesehatan merupakan hal yang baik dan menguntungkan maka
selanjutnya ibu akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang sudah diketahui dan disikapinya dengan baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Sakbaniyak, Herawati dan Mustika 2011 di desa Sumberejo menunjukkan bahwa dari 83 ibu balita dapat diketahui
tingkat pengetahuan ibu balita dengan kepatuhan kunjungan balita ke posyandu dengan pengetahuan kurang 19 ibu balita 22,9, dengan pengetahuan cukup
sebanyak 44 ibu balita 53,0 dan sisanya sebanyak 20 ibu balita 24,1 memiliki pengetahuan baik. Menurut kunjungan balita dari 83 ibu balita yang
diwawancarai terdapat 28 ibu balita 33,7 tidak patuh dalam mengikuti kegiatan posyandu dan 55 ibu balita 66,3 patuh dalam mengikuti kegiatan
posyandu. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebahagian besar pengetahuan yang dimiliki ibu balita dalam pengetahuan cukup dan dimana pengetahuan yang
dimiliki ibu dapat mempengaruhi perilaku kesehatan balitanya. Pengetahuan ibu yang baik maka akan mempermudah dan lebih memahami akan pentingnya
kegiatan posyandu pada balitanya. Seseorang yang berpengetahuan baik dapat lebih memelihara tingkat kesehatannya daripada seseorang yang berpengetahuan
kurang.
2.2 Kartu Menuju Sehat KMS
David Morley merupakan pelopor yang menggunakan kartu pertumbuhan anak yang disebut road to health chart pada tahun 1975 di desa Imesi, Nigeria.
Kartu ini merupakan gambar kurva berat badan anak berusia 0-5 tahun terhadap
Universitas Sumatera Utara
umurnya. Kartu ini juga dilengkapi dengan beberapa atribut penyuluhan dan catatan yang penting untuk diingat dan diperhatikan oleh ibu atau petugas
kesehatan, antara lain riwayat kelahiran, imunisasi, pemberian ASI, dan lain- lain. Maka kartu disebut juga kartu menuju sehat karena fungsinya yang begitu
lengkap. KMS Kartu Menuju Sehat merupakan alat yang penting untuk
memantau tumbuh kembang balita. Aktifitasnya tidak hanya menimbang dan mencatat saja, tetapi harus menginterprestasikan tumbuh kembang anak kepada
ibu balita. Sehingga memungkinkan pertumbuhan anak dapat diamati dengan cara menimbang teratus setiap bulannya. Sehingga memungkinkan pertumbuhan
anak dapat diamati dengan cara menimbang teratur setiap bulan Soetjiningsih, 1995.
Di Indonesia terdapat kartu menuju sehat KMS yang dipakai baik untuk penyuluhan maupun sebagai alat monitor pertumbuhan dan gizi masyarakat.
KMS di Indonesia merupakan modifikasi WHO-NCHS, yaitu berat badan terhadap umur anak balita, dilengkapi dengan gambar perkembangan motorik
kasar, halus dan berbahasa. Tujuan KMS adalah sebagai alat bantu bagi ibu atau orang tua dan petugas untuk memantau tingkat pertumbuhan dan perkembangan
anak balita, menentukan tindakan-tindakan pelayanan kesehatan dan gizi. Terdapat buku panduan penggunaan KMS bagi petugas kesehatan yang
diterbitkan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1997. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa grafik pertumbuhan KMS dibuat berdasarkan buku
WHONCHS yang telah disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. Kurva garis
Universitas Sumatera Utara
merah dibentuk dengan menghubungkan angka-angka 70 median, grafik kuning diatas merah pada batas 75-80 median, grafik hijau muda adalah
85-90 median dan hijau tua 95-100 median Muslihatun, 2010. Pada KMS, selain kurva pertumbuhan dari 0-60 bulan, juga dilengkapi
dengan petunjuk tentang pemberian makanan yang sehat termasuk ASI, catatan pemberian imunisasi dan vitamin A, serta penanggulangan diare dirumah.
Sehingga fungsi KMS lebih komprehensif dalam pelayanan kesehatan primer Soetjiningsih, 1995.
Manfaat KMS Kartu Menuju Sehat antara lain : 1.
Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita secara lengkap, yang meliputi :
a. Tumbuh-kembang anak
b. Pelaksanaan imunisasi
c. Penanggulangan diare
d. Pemberian kapsul vitamin A
e. Kondisi kesehatan anak
f. Pemberian ASI Eksklusif
g. MP-ASI makanan pendamping ASI
h. Pemberian makanan anak
i. Rujukan ke PuskesmasRumah Sakit
2. Sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anaknya.
Universitas Sumatera Utara
3. Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas kesehatan
untuk menentukan penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi anak Hartriyanti, 2007.
2.3 Status Gizi