Kapang Endofit TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Tanaman Kina

Kina merupakan tanaman obat berupa pohon yang berasal dari Amerika Selatan di sepanjang pegunungan Andes yang meliputi wilayah Venezuela, Colombia, Equador, Peru sampai Bolivia. Daerah tersebut terletak pada ketinggian 900-3000 mdpl. Tanaman kina masuk ke Indonesia tahun 1852 berasal dari Bolivia Tao dan Taylor, 2011. Klasifikasi tanaman kina adalah sebagai berikut: Kelas : Magnoliopsida Suku : Rubiaceae Genus : Cinchona Spesies : Cinchona calisaya Wedd. www.plantamor.com Tinggi pohon antara 4-15 m, cabang bentuk segi empat, berbulu halus atau lokos. Daun elip sampai lanset, bagian pangkal dan ujung daun lancip, berwarna ungu terang, tangkai daun tidak berbulu, panjang tangkai 3-6 mm. Mahkota bunga berwarna kuning agak putih, bentuk melengkung panjang 8-12 mm. Buah lanset sampai bulat telur dengan ukuran panjang 8-12 mm dan lebar 3-4 mm Tao dan Taylor, 2011. Gambar 1. Morfologi Bunga, Daun dan Batang C. calisaya Wedd. Sumber: Dokumen Pribadi Skala 1:1.6 Skala 1:1 Skala: 1: 0.5 Tanaman kina tumbuh baik dengan curah hujan tahunan ideal yaitu 2.000- 3.000 mmtahun dan merata sepanjang tahun, penyinaran matahari yang tidak terlalu terik, temperatur antara 13,5-21°C, kelembaban relatif 68-97. Tanaman kina di Indonesia dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian 800-2.000 mdpl, namun ketinggian optimum untuk budidaya tanaman kina adalah 1.400-1.700 mdpl. Tanaman kina yang ada di Indonesia diantaranya C. succirubra Pavon., dan C. calisaya Wedd. Tao dan Taylor, 2011. Kulit kina banyak mengandung alkaloid-alkaloid yang berguna untuk obat seperti saponin, flavonoida dan polifenol. Ada empat jenis alkaloid utama pada tanaman kina yaitu kuinin, kinidin, sinkonin dan sinkonidin. Alkaloid tersebut dapat mengobati penyakit malaria dan penyakit jantung. Manfaat lain dari kulit kina ini antara lain adalah untuk disentri, diare dan tonik Wibisana, 2010.

2.4 Metabolit Sekunder

Produk metabolisme pada organisme dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Senyawa yang tergolong metabolit primer adalah polisakarida, protein, lemak dan asam nukleat. Metabolit primer merupakan senyawa-senyawa utama penyusun tanaman makhluk hidup yang diperlukan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan. Metabolit sekunder digunakan untuk pertahanan diri suatu organisme dari penyakit Pratiwi, 2008. Hubungan simbiosis tanaman inang dan mikroorganisme endofitnya, memungkinkan adanya transfer genetik. Kemungkinan besar kandungan metabolit sekunder mikroorganisme endofit sama dengan tanaman inangnya. Mikroorganisme endofit yang banyak berasosiasi dengan tanaman salah satunya kapang endofit Petrini et al., 1992. Kapang endofit menginfeksi tanaman sehat pada jaringan tertentu tanpa menimbulkan tanda-tanda adanya infeksi lalu menghasilkan enzim dan metabolit sekunder yang bermanfaat bagi fisiologi dan ekologi tanaman inang seperti mikotoksin dan antibiotik Clay, 2004 yang dimanfaatkan tanaman inang untuk melawan penyakit yang ditimbulkan oleh patogen tanaman. Kapang endofit juga dapat membantu tanaman inangnya untuk memperoleh senyawa anorganik seperti karbon dan nitrogen Gandjar, 2006. Spesies mikroorganisme tertentu mungkin memproduksi beberapa macam metabolit sekunder atau hanya memproduksi satu sampai dua macam metabolit sekunder. Metabolit sekunder dapat berfungsi sebagai nutrien darurat untuk bertahan hidup Pratiwi, 2008. Kapang endofit berperan penting karena kemampuannya dalam memproduksi senyawa metabolit yang bervariasi, baik dari struktur maupun fungsinya. Berbagai golongan senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan ialah alkaloid, flavonoid, kuinon, tanin dan antrakuinon Wibisana, 2010.

2.5 Alkaloid Kuinin

Senyawa alkaloid adalah senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran. Alkaloid adalah golongan senyawa basa nitrogen heterosiklik yang banyak terdapat pada tumbuhan. Sebagian besar alkaloid basa bebas tidak dapat larut beberapa sedikit larut di air, tetapi dapat larut dalam pelarut organik seperti kloroform, eter dan benzena Wibisana, 2010.