disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama ± 15 menit pada tekanan 1,5 atm.
3.5.2.3 Pembuatan Media Preservasi Kapang Endofit
Gliserol sebanyak 10 ml dan trehalosa 1 g ditera hingga 100 ml dengan aquades lalu dihomogenkan menggunakan hot plate dan magnetic stirer.
Campuran tersebut dimasukkan ke dalam cryotube sebanyak 0,8 ml, lalu disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama ± 15 menit pada
tekanan 1,5 atm LIPI, 2006.
3.5.3 Subkultur Kapang Endofit
Masing-masing subkultur kapang endofit ditanam pada media PDA di cawan petri selama 7 hari Arisanti et al., 2011. Miselium kapang yang telah
tumbuh diambil dan ditanam kembali pada media PDA miring. Pengamatan morfologi kapang secara makroskopis dan mikroskopis untuk verifikasi.
3.5.3.1 Pengamatan Makroskopis
Pengamatan makroskopis dilakukan dengan cara menumbuhkan subkultur kapang dalam cawan petri sekitar ±7 hari. Miselium yang terbentuk diamati
karakteristik morfologi koloninya. Warna miselium dicatat, bentuk area miselium, bentuk tepi miselium. Hasil pengamatan didokumentasikan menggunakan kamera.
3.5.3.2 Pengamatan Mikroskopis
Subkultur kapang diamati menggunakan mikroskop stereo. Konidia atau miselium diamati dan diambil dengan ose secara aseptis. Preparat di atas gelas
objek yang telah ditetesi shear’s lalu diamati menggunakan mikroskop cahaya
perbesaran 100-400 kali. Hasil pengamatan didokumentasikan menggunakan kamera.
3.5.4 Preservasi Kapang Endofit
Miselium subkultur kapang endofit dari tiap cawan petri ditanam di dalam botol vial berisi PDA. Kapang endofit yang telah tumbuh dilapisi bagian
permukaannya dengan parafin oil steril agar kondisi aerob. kapang endofit juga ditanam di dalam cryotube berisi campuran gliserol 10 ml dan trehalosa 1 g.
Preservasi ini bertujuan agar subkultur kapang tersebut dapat digunakan kembali dalam jangka waktu yang panjang atau untuk dijadikan stok kultur LIPI, 2006.
3.5.5 Fermentasi Cair
Kapang yang sudah diremajakan selama ± 7 hari pada media PDA di cawan petri diambil menggunakan sedotan steril sebanyak 3 cuplikan. Kapang
lalu ditumbuhkan secara duplo di dalam media PDB sebanyak 200 ml. Medium berisi kapang dalam kondisi statis dan diletakkan pada suhu ruang Zaini, 2012.
Proses fermentasi ini berlangsung selama ± 21 hari Kharismaya, 2010; Bungihan et al., 2013.
3.5.6 Ekstraksi Metabolit Sekunder
Ekstraksi hasil fermentasi duplo dilakukan dengan pelarut yang berbeda. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut kloroform dan etil asetat. Hasil
fermentasi pertama dilarutkan menggunakan kloroform CHCl
3
dan hasil kedua menggunakan etil asetat EtOAc. Masing-masing ekstraksi dilakukan sebanyak 3
kali dengan perbandingan kultur : pelarut = 1:1. Filtrat fraksi air dan miselium biomassa dipisahkan Kharismaya, 2010.
Bagian biomassa kapang dihancurkan hingga halus lalu dicampur kembali dengan filtrat dan ditambahkan pelarut Bungihan et al., 2013. Campuran
dikocok atau dishaker agar tercampur sempurna. Ekstrak yang didiamkan selama ± 2 hari akan membentuk 2 fase Kharismaya, 2010. Ekstraksi dengan kloroform
diambil fase bagian bawah, sedangkan ekstraksi dengan etil asetat diambil fase bagian atas.
Hasil ekstraksi lalu dipekatkan menggunakan rotary evaporator. Ekstrak dengan kloroform dipekatkan pada suhu ≤ 45°C, sedangkan hasil ekstraksi dengan
etil asetat dipekatkan pada suhu ≤ 60°C Winarno, 2006; Bungihan et al., 2013. Bobot ekstrak diperoleh dari selisih antara bobot botol berisi ekstrak dan bobot
botol kosong Azhari, 2012.
3.5.7 Preparasi Inokulum Bakteri Uji
Sebanyak 1 ose masing-masing koloni bakteri uji diambil dari kultur persediaan dan digoreskan pada permukaan agar miring. Bakteri uji lalu
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37-38 ºC Doughari, 2006. Biakan bakteri uji umur 24 jam diinokulasikan sebanyak 1 ose ke dalam 30 ml media NB steril.
Bakteri uji diinkubasi pada rotary shaker hingga koloni bakteri tersuspensi. Sampling S. aureus dan E. coli dilakukan berdasarkan fase mid log, telah
diketahui fase mid log untuk S. aureus pada menit ke 600, sedangkan E. coli pada menit ke-450 jumlah sel 8,70 x 10
8
selml dan jumlah sel 5,90 x 10
8
selml Khotimah, 2010; Jauhari, 2010.
Teknik inokulasi bakteri yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pour plate. Sebanyak 1 ml suspensi masing-masing bakteri uji diinokulasikan ke dalam
erlenmeyer 200 ml yang berisi 100 ml media NA yang masih cair ≤45°C Huda et al., 2012. Campuran dihomogenkan dengan sedikit pengocokan seperti angka
delapan agar suspensi tercampur rata, kemudian dituang ke dalam cawan petri dan didiamkan hingga campuran suspensi bakteri uji membeku.
3.5.8 Pengujian Aktivitas Antibakteri
Hasil sampel yang sudah dipekatkan lalu ditimbang dan dilarutkan kembali dengan pelarut organik dengan konsentrasi
yang sama. Sekitar 10 l sampel 1000 ppm diteteskan ke kertas cakram steril berukuran diameter 6 mm,
yang selanjutnya digunakan untuk uji aktivitas antibakteri Azizah, 2008. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode Kirby-Bauer atau
metode difusi cakram. Setiap kertas cakram steril yang ditetesi sampel ekstraksi didiamkan ±15 menit Azizah, 2008. Secara aseptik kertas cakram diletakkan
dalam cawan petri yang berisi bakteri uji. Kontrol positif yang digunakan yaitu cakram kloramfenikol 10
l dan kuinin 10 l 1000 ppm. Kontrol negatif yang digunakan adalah cakram yang ditetesi akuades steril, kloroform dan etil asetat.
Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali. Cakram diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam, lalu dilakukan pengukuran zona hambat di sekitar cakram
menggunakan jangka sorong Azizah, 2008. Diameter zona hambat ialah diameter yang tidak ditumbuhi oleh bakteri pada kertas cakram.
3.5.9 Analisis Ekstraksi Metabolit Sekunder Kuinin Dengan HPLC
Hasil ekstraksi dengan pelarut kloroform selanjutnya dianalisis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi KCKT. Kloroform adalah suatu pelarut non
polar yang dapat digunakan untuk ekstraksi alkaloid Winarno 2006. Alat yang digunakan ialah HPLC merk PerkinElmer Series 200, eluen KH
2
PO
4
20 mM pH 2.5 : CH
3
CN = 9:1. Detektor yang digunakan ialah UV-VIS Detector Series 200, jenis kolom C18,
kecepatan alir 2 mlmenit, tekanan alir 143-145 kgcm
2
, standar kuinin sulfat 0,1 mgl,
μ 230 nm volume injeksi 10,0 µl. Simanjuntak et al., 2002; Winarno, 2006.
Pembuatan larutan fasa gerak yaitu 6,8 g KH
2
P0
4
dan 3 g Hexylamin dilarutkan dengan 700 ml H
2
O diatur pH dengan H
3
PO
4
sampai pH 2,8, kemudian ditambah H
2
O sampai 940 ml dan 60 ml Acetonitrile Wibisana, 2010. Pembuatan larutan standar untuk uji alkaloid yaitu dengan melarutkan standar
kuinin sulfat sebanyak 5 mg di dalam labu ukur 10 ml 500 ppm dilarutkan dalam larutan fase gerak Wibisana, 2010.
Preparasi sampel dilakukan dengan menimbang sampel hasil ekstraksi lalu dilarutkan dengan larutan fase gerak, campuran disonikasi selama 30 menit.
Tahapan selanjutnya campuran disaring dengan membran filter 0,45 l, lalu filtrat dinjeksikan ke HPLC sebanyak 10 l Wibisana, 2010.
3.5.10 Analisis Ekstraksi Metabolit Sekunder Dengan GCMS
Ekstrak kapang endofit dianalisis menggunakan GCMS Shimadzu QP 2010. Ekstrak kapang yang dianalisis hanya satu yaitu ekstrak yang memiliki zona
hambat terbesar namun tidak mengandung alkaloid kuinin sulfat. Hal ini untuk
mengetahui kandungan senyawa yang berperan sebagai antibakteri selain kuinin sulfat. Sampel sebanyak 1 µl diinjeksikan ke dalam GCMS yang dioperasikan
menggunakan kolom kaca panjang 25 m, diameter 0,25 mm dan ketebalan 0,25 µl dengan fasa diam CP-Sil 5 CB dengan temperatur 10ºCmenit, gas pembawa
helium bertekanan 12 kPa, total laju 30 mLmenit dan split ratio sebesar 1:50 Sastrohamidjojo, 2001.
3.6 Analisis Data
Analisis hasil aktivitas antibakteri pada penelitian ini menggunakan uji Analysis of Variance ANOVA satu arah One-way menggunakan batas
keperca yaan sebesar λ5 αμ0,05. Pengujian antibakteri dilakukan sebanyak 3
kali pengulangan. Jika terdapat perbedaan nyata maka dilakukan uji lanjutan Duncan. Pengujian hipotesis berdasarkan pada ketetapan H
1
dan H .
H : Aktivitas antibakteri kapang terhadap bakteri uji tidak berbeda signifikan
H
1
: Aktivitas antibakteri kapang terhadap bakteri uji berbeda signifikan Penarikan kesimpulan berdasarkan nilai signifikansi, yaitu:
- Jika P0.05 maka H ditolak dan H
1
diterima - Jika P0.05 maka H
diterima dan H
1
ditolak - Jika F
tabel
F
hitung
maka H ditolak dan H
1
diterima - Jika F
tabel
F
hitung
maka H diterima dan H
1
ditolak
25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Makroskopis dan Mikroskopis Kapang Endofit
Pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis kapang endofit dilakukan saat subkultur berumur 7 hari. Pengamatan makroskopis meliputi warna
miselium tampak depan dan sebaliknya, bentuk area miselium dan bentuk tepi miselium. Pengamatan mikroskopis jika pada subkultur terdapat tubuh buah, maka
tubuh buah tersebut diambil secara aseptis lalu dipecahkan. Apabila pada isolat tidak ada tubuh buah, maka miselium yang ada diambil dan diamati.
Tabel 2. Tabel Verifikasi Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis Kapang
Isolat Karakteristik
Makroskopis Depan
Makroskopis sebaliknya
Mikroskopis p: 1000x Verifikasi
M16 Permukaan koloni
seperti tepung dan rata, tepi koloni
berserabut warna depan ungu
muda,
sebaliknya ungu tua
Ket: a: mikrokonidia b: klamidospora
Fusarium oxysporum
M17 Permukaan koloni
berserabut, permukaan
meninggi, tepi
berserabut warna depan abu-
abu tua, sebaliknya hitam
Ket: a: konidia b: konidiofor
Neofusicoccum sp.
M18 Permukaan koloni
tidak rata,
penonjolan miselium
di permukaan,
tepi koloni
bergelombang warna depan merah
muda, sebaliknya
hitam Ket: a: konidiofor
b: konidia Cercospora sp.
a
b a
b
b a
a
Isolat Karakteristik
Makroskopis Depan
Makroskopis sebaliknya
Mikroskopis p: 1000x Verifikasi
M19 Permukaan koloni
seperti tepung dan rata. Tepi koloni
bergelombang, mengeluarkan
cairan
eksudat berwarna
merah hati ke medium.
Warna depan dan sebaliknya
merah hati.
Ket: a: konidia b: konidiofor
Aspergillus sp.
M23 Permukaan koloni
kasar dan
berserabut, terdapat bintik coklat muda.
Tepi tidak rata, ada garis radial. Warna
depan
putih, sebaliknya oren.
Ket: a: miselium b: konidia
Diaporthe sp.
M25 Permukaan koloni
rata dan
tebal munggunung.
Miselium seperti
beludru, tepi koloni rata.
Warna depan abu- abu tua sedangkan
sebaliknya hitam. Ket: a: konidiofor
b: konidia Cladosporium
oxysporum
M26 Permukaan koloni
seperti kapas. Area miselium di bagian
tengah. Tepi koloni rata dan terdapat
garis radial. Warna
depan koloni
putih, sebaliknya coklat
muda. Ket: a: konidiofor
b: konidia Trichoderma
hamatum
M34 Permukaan koloni
tidak rata dan berserabut.
Tepi koloni tidak rata.
Pada miselium
terdapat beberapa garis
radial konsentris
warna depan koloni putih
dan pink
sebaliknya putih. Ket: a: mikrokonidia
b: makrokonidia Fusarium
equiseti
a b
a a
b a
b
a b
b
a b
a a
b
Isolat Karakteristik
Makroskopis Depan
Makroskopis sebaliknya
Mikroskopis p: 1000x Verifikasi
M35 Permukaan koloni
tidak rata dan kasar.
Miselium seperti
beludru, tepi bergelombang
tidak merata. Warna
depan koloni
hitam, sebaliknya hitam.
Ket: a: konidiofor b: konidia
Guinardia mangifera
M49 Permukaan koloni
tidak rata.
Ada cairan
eksudat yang
dikeluarkan ke
medium berwarna
coklat muda. Tepi koloni
berserabut, warna depan coklat muda,
sebaliknya coklat
tua. Ket: a: konidiofor
b: konidia Gliocladiopsis
sp.
M51 Permukaan koloni
kasar dan rata, tepi koloni
bergelombang. Ada garis
radial konsentris
berwarna hitam.
Warna depan
koloni putih abu- abu
dan warna
sebaliknya oren. Ket: a: makrokonidia
b: mikrokonidia Penicillium
citrinum
M63 Permukaan koloni
tidak rata,
miselium tumbuh lebih
tebal di
bagian tengah. Tepi koloni tidak rata.
Warna depan
koloni putih dan warna
sebaliknya putih,kekuningan.
Ket: a: konidia b: konidiofor
Pestalotiopsis sp.
M66 Permukaan koloni
rata dengan warna kuning.
Bagian pinggir
ada lingkaran,
tepi koloni
rata dan
warna depan
kuning sebaliknya coklat.
Ket: a: mikrokonidia b: makrokonidia
Fusarium equiseti
b
a b
a b
a b
b a
b a
a b