Konsep Kesadaran Hukum Kesadaran Hukum

19 c Peningkatan kemampuan dan kewibawaan penegak-penegak hukum 2. Memupuk kesadaran hukum dalam masyarakat dan membina sikap para penguasa dan para pejabat pemerintah ke arah penegakan hukum, keadilan serta perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, dan ketertiban serta kepastian hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Kesadaran hukum sering kali diasumsikan, bahwa ketaatan hukum sangat erat hubungannya dengan kesadaran hukum. Kesadaran hukum dianggap sebagai variabel bebas, sedangkan taraf ketaatan merupakan variabel tergantung. 11 Selain itu kesadaran hukum dapat merupakan variabel antara, yang terletak antara hukum dengan perilaku manusia yang nyata. Perilaku yang nyata terwujud dalam ketaatan hukum, namun hal itu tidak dengan sendirinya hukum mendapat dukungan sosial, dukungan sosial hanyalah diperoleh apabila ketaatan hukum tersebut didasarkan kepada kepuasan merupakan hasil pencapaian hasrat akan keadilan. 12 Pada umumnya kesadaran hukum dikaitkan dengan ketaatan hukum atau efektifitas hukum. Dengan kata lain kesadaran hukum menyangkut masalah apakah ketentuan hukum benar-benar berfungsi atau tidak dalam masyarakat. 11 Otje Salman, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, Bandung: PT. Alumni, 2004, h, 51 12 Otje Salman, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, Bandung: PT. Alumni, 2004, h, 53 20 Faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat mematuhi hukum, dapat dikemukakan sebagai berikut: 13 1. Compliance, diartikan sebagai suatu kepatuhan yang didasarkan pada harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman atau sanksi yang mungkin dikenakan apabila seseorang melanggar ketentuan hukum. Kepatuhan ini sama sekali tidak didasarkan pada suatu keyakinan pada tujuan kaidah hukum yang bersangkutan, dan lebih didasrkan pada pengendalian dari pemegang kekuasaan. Sebagai akibatnya, kepatuhan hukum akan ada apabila ada pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan kaidah –kaidah hukum tersebut. 2. Identification, terjadi bila kepatuhan terhadap kaidah hukum ada bukan karena nilai intrinsiknya, akan tetapi agar keanggotan kelompok tetap terjaga serta ada hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan kaidah-kaidah hukum tersebut. Daya tarik untuk patuh adalah keuntungan yang diperoleh dari hubungan-hubungan tersebut, sehingga kepatuhan pun tergantung pada baik buruknya interaksi tadi. Walaupun seseorang tidak menyukai penegak hukum akan tetapi proses identifikasi terhadapnya berjalan terus dan mulai berkembang perasaan- perasaan positif terhadapnya. Hal ini disebabkan oleh karena orang yang bersangkutan berusaha untuk mengatasi perasaan-perasaan kekhawatirannya terhadap kekecewaan tertentu, dengan jalan menguasai 13 Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, suatu analisa sosiologi hukum, Jakarta: CV Rajawali,1982, Cet, I, h. 230 21 objek frustasi tersebut dengan mengadakan identifikasi. Penderitaan yang ada sebagai akibat pertentangan nilai-nilai diatasinya dengan menerima nilai-nilai penegak hukum. 14 3. Internalisasion, pada tahap ini seseorang mematuhi kaidah-kaidah hukum karena secara intristik kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Isi kaidah-kaidah tersebut adalah sesuai dengan nilai-nilainya dari pribadi yang bersangkutan, atau oleh karena dia mengubah nilai-nilai yang semula dianutnya. Hasil dari proses tersebut adalah suatu konformitas yang didasarkan pada motivasi secara intristik. Titik sentral dari kekuatan proses ini adalah kepercayaan orang tadi terhadap tujuan dari kaidah- kaidah bersangkutan, terlepas dari pengaruh atau nilai-nilainya terhadap kelompok atau pemegang kekuasaan maupun pengawasnya. 4. Kepentingan-kepentingan para warga masyarakat terjamin oleh wadah hukum yang ada. 15 Diantara keempat faktor tersebut, dapat berdiri sendiri-sendiri dapat pula merupakan gabungan dari keseluruhan atau sebagian dari keempat faktor di atas. Jadi seseorang mematuhi hukum dapat dikernakan dia takut sanksi yang akan dikenakan apabila ia melanggar hukum. Atau mungkin juga seseorang mematuhi hukum krena kepentingan-kepentingan terjamin oleh hukum, bahkan mungkin ia mematuhi hukum karena ia merasa hukum 14 Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, suatu analisa sosiologi hukum, Jakarta: CV Rajawali,1982, Cet, I, h. 230 15 Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, suatu analisa sosiologi hukum, Jakarta: CV Rajawali,1982, Cet, I, h. 230 22 yang berlaku sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam dirinya. Namun demikian, hal-hal tersebut di atas dari maslah apakah seseorang setuju atau tidak setuju terhadap substansi maupun prosedur hukum yang ada. Masalah kepatuhan hukum atau ketaatan terhadap hukum merupakan suatu unsur saja dari persoalan yang lebih luas, yaitu kesadaran hukum. Dari berbagai arti hukum, salah satu diantaranya, hukum diartikan sebagai jaringan nilai-nilai yang merupakan refleksi dari suatu masyarakat. Masalah nilai-nilai hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum. Hal ini dikarenakan kesadaran hukum merupakan suatu penilaian terhadap hukum yang ada serta hukum yang dikehendaki atau yang seharusnya ada. Kesadaran hukum berkaitan dengan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam suatu masyarakat. Dengan demikian masyarakat mentaati hukum bukan karena paksaan, melainkan karena hukum itu sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini telah terjadi internalisasi hukum dalam masyarakat yang diartikan bahwa kaedah-kaedah hukum tersebut telah meresap dalam diri masyarakat. Terdapat empat indikator kesadaran hukum yang masing-masing merupakan suatu tahapan bagi tahapan berikutnya, yaitu: 1. Pengetahuan hukum; 2. Pemahaman hukum; 3. Sikap hukum; 23 4. Pola perilaku hukum. 16 Setiap indikator menunjuk pada tingkat kesadaran hukum tertentu mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Pengetahuan hukum adalah pengetahuan seseorang mengenai beberapa perilaku tertentu yang diatur oleh hukum. Sudah tentu bahwa hukum yang dimaksud di sini adalah hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Pengetahuan tersebut berkaitan dengan perilaku yang dilarang ataupun perilaku yang diperbolehkan oleh hukum. 17 Sebagaimana dapat dilihat di dalam masyarakat bahwa pada umumnya seseorang mengetahui bahwa membunuh, mencuri, dan seterusnya dilarang oleh hukum. Pengetahuan hukum tersebut erat kaitannya dengan asumsi bahwa masyarakat dianggap mengetahui isi suatu peraturan manakala peraturan tersebut telah diundangkan. Pemahaman hukum dalam arti di sini adalah sejumlah informasi yang dimiliki seseorang mengenai isi peraturan dari suatu hukum tertentu, dengan kata lain perkataan pemahaman hukum adalah suatu pengertian terhadap isi dan tujuan dari suatu peraturan dalam suatu hukum tertentu, tertulis maupun tidak tertulis, serta manfaatnya bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur oleh peraturan tersebut. 18 Dalam hal pemahaman hukum, tidak disyaratkan seseorang harus lebih dahulu mengetahui adanya suatu aturan tertulis yang 16 Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, suatu analisa sosiologi hukum, Jakarta: CV Rajawali,1982, Cet, I, h. 159 17 Otje Salman, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, Bandung: PT. Alumni, 2004, h, 56 18 Ibid, h, 57 24 mengatur sesuatu hal. Akan tetapi yang dilihat di sini adalah bagaimana persepsi ini biasanya diwujudkan melalui sikap mereka terhadap tingkah laku sehari-hari. 19 Sikap hukum adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena adanya penghargaan terhadap hukum sebagai ssuatu yang bermanfaat atau menguntungkan jika hukum itu ditaati. Suatu sikap hukum akan melibatkan pilihan warga terhadap hukum yang sesuia dengan nilai- nilai yang ada dalam dirinya sehingga warga masyarakat menerima hukum berdasarkan penghargaan terhadapnya. 20 Pola perilaku hukum merupakan hal yang penting dalam kesadaran hukum, karen disini dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku atau tidak dalam masyarakat. Dengan demikian kesadaran hukum dalam masyarakat dapat dilihat dari pola perilaku hukum suatu masyarakat.

3. Fungsi Kesadaran Hukum

Fungsi kesadaran hukum, hal pertama yang harus diperhatikan adalah tentang hukum itu sendiri. Hukum mempunyai tujuan mengatur warga masyarakat agar hidup tertib, tentram dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Di sini hukum yang dimaksud adalah hukum yang terdiri atas 19 T.O Ihromi, Bianglala Hukum, Bandung: Tarsito, 1986, Cet I, h, 99 20 Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, Cet, I, h, 68 25 peraturan-peraturan yang telah dibuat oleh legislatif dengan aturan-aturan yang sesuai dengan pemerintahan negara. Karena negara Indonesia adalah negara yang berbhineka, maka masyarakat dalam memahami hukum pun berlainan. Pemahaman warga masyarakat berbeda dengan pemahaman para pejabat atau penegak hukum. 21 Membangun kesadaran hukum tidaklah mudah, tidak semua orang memiliki kesadaran tersebut. Hukum sebagai Fenomena sosial merupakam institusi dan pengendalian masyarakat. Di dalam masyarakat dijumpai berbagai intitusi yang masing-masing diperlukan di dalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan memperlancar jalannya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut, oleh karena itu fungsinya demikian masyarakat perlu akan kehadiran institusi sebagai pemahaman kesadaran hukum. Pentingnya kesadaran membangun masyarakat yang sadar akan hukum inilah yang diharapkan akan menunjang dan menjadikan masyarakat menjunjung tinggi intitusi atau aturan sebagai pemenuhan kebutuhan untuk mendambakan ketaatan serta ketertiban hukum. Peran dan fungsi membangun kesadaran hukum dalam masyarakat pada umumnya melekat pada intitusi sebagai pelengkap masyarakat dapat dilihat dengan : 1 Stabilitas, 2 Memberikan kerangka sosial terhadap kebutuhan-kebutuhan 21 Rahmat Margono, Tingkat kesadaran Hukum MasyarakatTterhadap UU Nomor 1 tahun 1974, Jakarta: Skripsi, 2009, Cet 1, hal. 26 26 dalam masyarakat, 3 Memberikan kerangka sosial institusi berwujud norma-norma, 4 Jalinan antar institusi. Beberapa faktor yang mempengarui masyarakat tidak sadar akan pentingnya hukum adalah, adanya ketidakpastian hukum, peraturan- peraturan yang bersifat statis, tidak efisiennya cara-cara masyarakat untuk mempertahankan peraturan yang berlak u. 22 Berlawanan dengan faktor-faktor diatas salah satu menjadi fokus pilihan dalam kajian tentang kesadaran hukum adalah, penekanan bahwa hukum sebagai otoritas, sangat berkaitan dengan lokasi dimana suatu tindakan hukum terjadi, studi tentang kesadaran hukum tidak harus mengistimewakan hukum sebagai sebuah sumber otoritas atau motivasi untuk tindakan, studi tentang kesadaran hukum memerlukan observasi, tidak sekedar permasalahan sosial dan peranan hukum dalam memperbaiki kehidupan mereka, tetapi juga apa mereka lakukan. 23

B. Pencatatan Perkawinan

1. Dasar Hukum Pencatatan Perkawinan

22 Rahardjo Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1991, Edisi Revisi Hal.112 23 Ali Achmad, Menguak Teori Hukum Legal Theory dan Teori Peradilan Judicial Prudence Termasuk Interprestasi Undang-undang legisprudence, Jakarta: Kencana, 2009, hal 342 27 Landasan hukum keharusan adanya pencatatan perkawinan ini disebutkan dalam Undang-Undang Perkawinan yakni UU No. 1 tahun 1974 pasal 2: “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku.” Apabila kita lihat dalam peraturan pelaksana dari UU No. 1 Tahun 1974, yaitu Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 dalam Pasal 2 nya antara lain menyebutkan bahwa, Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatat perkawinan, sebagaimana dimaksud dalam UU No. 32 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk, yaitu Kantor Urusan Agama setempat KUA daerah di mana perkawinan dilaksanakan . 24 Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatat perkawinan pada Kantor Catatan Sipil, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan. Jadi dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 ini, maka pencatatan perkawinan dilakukan oleh 2 dua instansi pemerintah, yaitu, a Kantor Urusan Agama KUA, bagi mereka yang 24 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1976, hal.75.