16
hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada. Sebenarnya yang ditekankan adalah nilai-nilai tentang fungsi hukum dan bukan suatu
penilaian hukum terhadap kejadian-kejadian yang konkrit dalam masyarakat yang bersangkutan.
2. Konsep Kesadaran Hukum
Ide tentang kesaadaran hukum warga-warga masyarakat sebagai dasar sahnya hukum positif tertulis ditemukan dalam ajaran tentang Rechtsgeful
atau Rechtsbewustzjin yang intinya adalah, bahwa tidak ada hukum yang mengikat warga-warga masyarakat kecuali atas dasar kesadaran hukum.
8
Hal tersebut merupakan salah satu aspek dari kesadran hukum sering kali dikaitkan dengan pentaatan hukum, pembentukan hukum, dan efektifitas
hukum. Masalah kesadaran hukum termasuk pula di dalam ruang lingkup
persoalan hukum dan nilai-nilai sosial. Apabila ditinjau dari teori-teori modern tentang hukum dan pendapat para ahli hukum tentang sifat
mengikat dari hukum, timbul bermacam permasalahan. Salah satu persoalan yang timbul, adalah mengenai adanya suatu jurang pemisah antara asumsi-
asumsi tentang dasar keabsahan hukum tertulis, serta kenyataan dari dipatuhinya hukum tersebut.
8
Otje Salman, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, Bandung: PT. Alumni, 2004, h. 49
17
Terdapat pula suatu pendapat yang menyatakan bahwa mengikatnya hukum terutama tergantung pada keyakinan seseorang. Hal inilah yang
dinamakan rechtsbewustzjin. Kutchinsky mengemukakan suatu gambaran tentang keterkaitan antara
aturan-aturan hukum dengan pola perilaku dalm kaitannya dengan fungsi hukum dalam masyarakat.
Kutchinsky berpendapat sebagaimana dikutip oleh Otje Salman bahwa:
Its a tradicional juridical viewpoint that legal rules leges snd other legal sources a nation define in an unambiguous way wich acts are
forbidden and which are permitted for the citizens of the nation. The juridical tradition also takes of granted that these legal rules are adhered
legal rules and legal behaviour. Which has been called the. “co-varience theory” is more or less accepted as afact not only by legislator but by most
legal philosophers and sociologis.
9
Ajaran tradisional, pada umumnya bertitik tolak pada suatu anggapan bahwa hukum secara jelas merumuskan perikelakuan-perikelakuan yang
dilarag atau yang diperbolehkan. Meski demikian hukum tersebut dengan sendirinya dipatuhi oleh sebagian besar dari warga masyarakat. Ajaran ini
terkenal dengan nama co-varience theory, yang berasumsi bahwa ada kecocokan antara hukum dengan pola-pola perikelakuan hukum. Ajaran lain
menyatakan bahwa hukum hanya efektif apabila didasarkan pada volksgeist atau rechtsbewustzijn.
9
Otje Salman, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, Bandung: PT. Alumni, 2004, h. 50
18
Suatu hal yang perlu dicatat bahwa ajaran atau teori tersebut mempermasalahkan kesadaran hukum yang dianggap sebagai mediator
anatara hukum dengan pola-pola perikelakuan manusia di dalam masyarakat baik secara individu maupun kolektif. Sebenarnya, kesadaran hukum
tersebut yang sering
kali dianggap sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan antara hukum dengan pola-pola perikelakuan
manusia dalam masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi dapat dikatakan bahwa hukum merupakan penjelmaan dari jiwa dan cara berfikir masyarakat yang
beesangkutan.
10
Di Indonesia masalah kesadaran hukum mendapat tempat yang sangat penting di dalam politik hukum nasional. Hal ini dapat diketahui
sebagaimana dalam Ketetapan MPR No. IVMPR1973 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara yang menyatakan bahwa:
1. Pembinaan bidang harus mampu mengarahkan dan menampung kebutuhan-kebutuhan hukum sesuai dengan kesadran hukum rakyat
yang berkembang ke arah modernisasi menurut tingkat-tingkat kemajuan pembangunan di segala bidang sehingga tercapai
ketertiban dan kepastian hukum sebagai prasarana yang harus ditunjukkan ke arah peningkatan pembinaan kesatuan bangsa
sekaligus sebagai sarana penunjang perkembangan modernisasi dan pembangunan yang menyeluruh, dilakukan dengan:
a Peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum Nasiona dengan antara lain mengadakan pembaharuan, kodifikasi, serta
unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu dengan jalan memperhatikan kesadaran hukum dalam masyarakat.
b Menertibkan fungsi
lembaga-lembaga hukum
menurut proporsinya masing-masing.
10
Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, suatu analisa sosiologi hukum, Jakarta: CV Rajawali,1982, Cet, I, h 160
19
c Peningkatan kemampuan dan kewibawaan penegak-penegak hukum
2. Memupuk kesadaran hukum dalam masyarakat dan membina sikap para penguasa dan para pejabat pemerintah ke arah penegakan
hukum, keadilan serta perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, dan ketertiban serta kepastian hukum sesuai dengan
Undang-Undang Dasar 1945.
Kesadaran hukum sering kali diasumsikan, bahwa ketaatan hukum sangat erat hubungannya dengan kesadaran hukum. Kesadaran hukum
dianggap sebagai variabel bebas, sedangkan taraf ketaatan merupakan variabel tergantung.
11
Selain itu kesadaran hukum dapat merupakan variabel antara, yang terletak antara hukum dengan perilaku manusia yang nyata.
Perilaku yang nyata terwujud dalam ketaatan hukum, namun hal itu tidak dengan sendirinya hukum mendapat dukungan sosial, dukungan sosial
hanyalah diperoleh apabila ketaatan hukum tersebut didasarkan kepada kepuasan merupakan hasil pencapaian hasrat akan keadilan.
12
Pada umumnya kesadaran hukum dikaitkan dengan ketaatan hukum atau efektifitas hukum. Dengan kata lain kesadaran hukum menyangkut
masalah apakah ketentuan hukum benar-benar berfungsi atau tidak dalam masyarakat.
11
Otje Salman, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, Bandung: PT. Alumni, 2004, h, 51
12
Otje Salman, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, Bandung: PT. Alumni, 2004, h, 53