4.2. Gambaran Perekonomian Indonesia
Sampai pada paruh pertama tahun 1997, perekonomian Indonesia menunjukkan kinerja yang cukup baik ditandai dengan menguatnya beberapa indikator makro ekonomi.
Pada tahun 1996, tercatat bahwa tingkat pertumbuhan perekonomian Indonesia mencapai 7,8 per tahun dan inflasi pada lima bulan pertama mampu mencapai tingkat terendah
selama sepuluh tahun terakhir pada periode yang sama. Adapun investasi langsung luar negeri mencapai US 6,5 juta pada tahun fiskal 19961997, cadangan pemerintah mencapai
US 20 juta pada bulan Maret 1997 cukup untuk lima bulan impor, sementara tingkat depresiasi rupiah pada kisaran 3-5 Bank Indonesia, 1997.
Perekonomian Indonesia kemudian mengalami perubahan mendadak setelah pada pertengahan tahun 1997, muncul masalah yang menghantam perdagangan valuta asing di
kawasan Asia, diawali dengan guncangnya pasar valuta asing di Thailand dan kemudian menjalar ke pasar valas negara-negara lain termasuk Indonesia. Pada akhir 1997, depresiasi
riil nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mencapai angka 68,7. IDE, 1999 melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tersebut tentunya berdampak negatif terhadap posisi
neraca pembayaran, terutama karena jumlah utang luar negeri makin membengkak dimana pada tahun 1997 total stok utang luar negeri secara luar negeri mencapai 64,2 PDB dan
membengkak menjadi 95,3 World Bank, 1999 Pada saat keseimbangan eksternal tergangggu terjadi pula ketidakseimbangan
internal, kenaikan harga barang-barang, serta merta memperbesar angka inflasi. Pada akhir
Universitas Sumatera Utara
tahun 1997, angka inflasi mencapai 11,1 per tahun dan terus meningkat sampai 77,6 per tahun pada tahun berikuttnya. Dalam kasus Indonesia, krisis nilai tukar mata uang rupiah
terhadap dollar terus menular ke sektor-sektor lainnya hingga menimbulkan krisis ekonomi. Pada akhir tahun 1997, pertumbuhan ekonomi tahunan PDB riil tercatat sebesar 4,7 dan
pada akhir tahun 1998 turun sebesar 3,2 BI, 1999 Untuk memperbaiki kondisi perekonomian secara eksternal dan internal, pemerintah
juga sepakat meminta bantuan terhadap IMF dengan tujuan untuk mencapai stabilisasi inflasi dan defisit anggaran. Krisis ekonomi bisa muncul sebagai dampak negatif dari
kebijakan ekonomi yang kemudian diperburuk oleh kondisi perekonomian dunia. Pengalaman-pengalaman negara berkembang yang mengalami krisis ekonomi pada dekade
1980-an membuktikan bahwa perubahan harga dunia sering kali menyebabkan munculnya defisit dalam neraca pembayaran BOP suatu negara dan pengeluaran yang berlebihan
akan mendorong inflasi, dalam kegiatan produksi juga mengalami kemacetan, Krueger, 1999. Secara teoritis, kebijakan ekonomi di negara-negara sedang berkembang muncul
karena adanya asumsi bahwa pasar gagal melaksanakan fungsinya market failure sehingga dibutuhkan intervensi pemerintah. Namun, jika kebijakan pemerintah tersebut
tidak diarahkan dengan baik maka justru akan mendorong munculnya kegagalan pemerintah government failure.
Hingga pertengahan tahun 1990-an, indonesia membangun ekonomi dengan pertumbuhan PDB sebesar 6-8 per tahun. Bagi beberapa pihak prestasi ini diartikan
Universitas Sumatera Utara
sebagai keajaiban ekonomi Asia yang diimbangi dengan apresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada saat itu dan diimbangi juga dengan PDB perkapita meningkat
dari US 700 pada tahun 1990 menjadi hampir US 1200 pada tahun 1996.
4.3. Perkembangan Inflasi